Senin, 15 April 2013

JOURNEY! (Y-O-L-O)





Title : Journey
Cast : Park Eun Bin – Lee Gi Kwang – Yoo Ah In
Rated : 12+
Genre : Friendship - Comedy 
Theme song : All kpop song u want hear when read this
Author : Ravla




Jarinya sibuk menyentuh ponsel pintar, mulutnya berisik mengunyah permen karet dan kakinya tidak bisa diam, membuat suara duk duk duk pada sebuah lemari.

YA Ah In Oppa! Penuhi janjimu padaku! Jangan lari!” ucapnya terdengar kesal. Ia men-loud speaker ponselnya agar Gi Kwang bisa mendengarnya juga. Lebih tepatnya melihat apa reaksi Gi Kwang. “Oppa, kapan mau penuhi janjimu? Aku dan Gi Kwang menunggu janjimu!”

‘BRAK’

“Hei kamu berisik sekali sih?!” ucap lelaki jangkung itu sembari memasukkan ponsel hitamnya ke dalam saku jaket. “Bisa tidak, tidak membuat gaduh? Aku akan penuhi janjiku! Khawatir sekali~....”

Yoo Ah In muncul dengan wajah yang semrawut, ia melipat tangannya dan berpose seperti model, sebenarnya dia memang model untuk beberapa majalah fashion kampus.

“Kenapa? Sepertinya ada masalah?” tanya Gi Kwang si kutu buku, ia menutup bukunya dan fokus dengan dua sahabatnya.

Yoo Ah In hanya menggelengkan kepala kemudian mengusap kepalanya keras, “Tidak, ayo kita bicarakan janjiku saja!” ia menutup pintu kamar kostnya dan mulai mendiskusikan sesuatu dengan yang lain.

**

Lusa kemudian, Gi Kwang dengan tidak sengaja melihat seorang gadis berseragam sedang bersitegang dengan Ah In, sebenarnya hal itu sama sekali tidak menarik baginya. Hanya saja belakangan ini dia melihat Ah In sedang mengalami masa sulit. Ah In tidak pernah bercerita tentang siapa dia dan bagaimana keluarganya, tentu saja hal ini membuat gerah Gi Kwang karena ia akan melihat bagaimana latar belakang orang yang akan menjadi teman atau sahabatnya.

“Oppa harus bertanggung jawab! Jika tidak aku tidak akan bisa ujian bulan depan! Oppa!” gadis itu terus meracau dan membuat keributan kecil, Ah In yang tampak hopeless sudah tidak bisa mengendalikan suasana lalu ia pergi menarik gadis itu dan berbicara pelan. Namun tampaknya gadis itu keras kepala, kemudian pergi dengan wajah yang penuh amarah.

‘PLAK.’

“Heh Gi, lagi apa? Mengendap-ngendap seperti pencuri. Apa kamu sedang melihat gadis cantik dari sini?” Eun Bin mencoba melihat ke arah yang Gi Kwang lihat tadi, namun Gi menghalanginya.

“Tidak! .... Aku hanya.... hanya istirahat sebentar saja!”

Eun Bin yang merasa gerak gerik Gi Kwang tidak normal malah mendesaknya. “Kenapa sih, ngga biasanya kamu begini....ah! Katakan padaku mana gadis yang kamu sukai! Aku mau lihat!”

“Eun Bin-a! Tidak, bukan begitu....ah sudahlah, ayo kita makan!” Gi Kwang mengalihkan perhatian Eun Bin agar ia tidak melihat Ah In dengan wajah bingungnya.

Eun Bin tidak melihat keberadaan Ah In, tapi Ah In melihat mereka dari tadi semenjak gadis berseragam itu pergi.

**

“Jadi, kita pergi kapan?” tanya Eun Bin yang sibuk dengan jagung bakarnya. Mereka bertiga sedang menghabiskan senja di pantai. “Apakah aku perlu bawa uang banyak? Atau tidak usah bawa uang sama sekali?”

Ah In menjitak pelan kepala Eun Bin, “Kamu ini~ apa bisa pergi tanpa uang? Kamu kan yang paling boros di antara kami! Aku rasa Gi Kwang tidak akan bisa pergi tanpa buku-buku itu.” Ucap Ah In yang menengok ke belakang karena Gi Kwang begitu lambat berjalan karena buku-buku memenuhi kedua tangannya yang terkadang terjatuh ke pasir.

“Jadi, pertanyaanku belum dijawab~~~! Aku perlu bawa koper? Perlu bawa baju berapa pasang? Hm...bawa apa lagi yaah....”

“Bagaimana jika kita pergi setelah ini saja?” ucap Ah In tampak serius dan membuat buku-buku itu terjatuh sekali lagi. “Aku rasa sore ini adalah waktu yang tepat.

Mwoya? YA! Aku tidak bawa apa-apa dong? Oppa!”

“Bagaimana Gi?” tanya Ah In. “Bukankah kamu merasa siap sore ini?”

Gi memandang aneh kepada Ah In, “Hyung~ apa kamu serius? Mau melakukan perjalanan sore ini? Besok kita belum libur kuliah.”

Eun Bin membuang jagungnya jauh-jauh dan mulai mendengarkan percakapan kedua pria ini dengan seksama. “Kalian tidak waras.” Bisiknya.

“Kuliah? Siapa yang peduli. Aku hanya ingin refreshing. Lagi pula, dari kemarin-kemarin kan Eun Bin yang berisik menagih janjiku, jadi, tidak ada alasan untuk menunda lagi. Bagaimana Eun Bin?”

Gi dan Ah In memandang Eun Bin, menunggu jawabannya.


Mwo? Hhh ~ 2 lawan 1, aku bisa apa?” akhirnya Eun Bin mengikuti kehendak Ah In. Ia tidak punya cukup tenaga untuk melawan orang yang sudah lama menjadi sahabatnya itu.

**

Mereka melakukan sebuah perjalanan tak berujung, hanya menyusuri berbagai wilayah. Hingga malam tiba, mereka berhenti di sebuah penginapan pinggir kota.

‘TING, TING’

Gi membunyikan bel untuk memanggil resepsionis, kemudian yang mengejutkan mereka adalah seorang pemuda muncul dari bawah meja penerima tamu.

“Halo~!”

“HAH! Mengejutkan saja!” ucap Gi sambil mengelus dada. “Kami mau pesan kamar, untuk malam ini saja!”

Pemuda itu memakai kacamata super tebalnya kemudian meringis, “Berapa kamar?”

Gi melihat kedua sahabatnya yang cuek, “Satu kamar.”

“Hei! Bagaimana denganku?” protes Eun Bin. “Masa’ iya aku satu kamar dengan kalian? Dia kan jorok!” Eun Bin menunjuk Oppa yang menyebalkan itu.

“Terus, kamu maunya sekamar dengan Gi Kwang, gitu?”

Aniya~ aku tidak bilang begitu! Hanya saja, aku tahu bagaimana dirimu! BANG!” Eun Bin memperagakan kepalanya akan pecah di pagi hari.

“Jadi kalian mau kamar yang bagaimana?” tanya pemuda berkacamata itu.

*

Akhirnya Gi tidak mengubah pilihannya, ia tetap memesan satu kamar dengan 2 tempat tidur. Dengan begitu Eun Bin bisa tidur sendiri sepuas yang ia  mau.

Setelah mereka mandi dan bersiap beristirahat, satu ringtone ponsel membuat semuanya kembali terusik. Ponsel Ah In berdering kencang.

“Oppa, bisakah kamu membuat ponselmu tidak berisik? Aku ngantuk sekali.” Pinta gadis bawel ini.

“Mianhae.” Ah In mengecek ponselnya dan Gi Kwang melihat raut wajahnya kembali tidak tenang. Yang terdengar hanya desahan nafas panjang berkali-kali. Sampai akhirnya ia hanya membiarkan ponselnya tergeletak begitu saja, kemudian ia berbaring dan akhirnya tertidur. Secara tidak langsung hal ini membuat Gi Kwang penasaran.

“Siapa gadis itu? Dari SMU mana? Aku tidak pernah melihat seragam seperti itu disini.....”

Ia memikirkan hal itu sampai akhirnya terlelap.

**

“Eun Bin, bangun! Kita harus kembali meneruskan perjalanan!” Ah In menepuk-nepuk pipi gadis itu, wajahnya terlihat bengkak di pagi hari. Hal itu membuat Ah In tertawa geli. Ia belum pernah melihat wajah Eun Bin yang seperti itu. “Ya, Gi~ lihat ini. Wajah Eun Bin membengkak! Tidak kah ini lucu?”

Gi Kwang yang baru selesai mandi itu menghampiri Eun Bin dan sama tidak percayanya seperti Ah In, “Ah Hyung, cepat di potret! Lalu kita posting nanti di weibo! Pasti seisi kampus tidak akan percaya jika ini Eun Bin!”

Seperti yang lainnya, hal iseng itu pun dilakukan tanpa sepengetahuan Eun Bin. Setelah Eun Bin tersadar dan merapikan diri, dan keributan kecil pun terjadi.

“Aku kira setelah ini kita akan pulang? Mau kemana lagi sih?”

“Bawel, mau ikut atau tidak? Sudah benar aku memenuhi janjiku padamu, kenapa kamu masih protes saja? Lihat Gi Kwang, dia tampak tenang-tenang saja!”

Eun Bin melihat Gi dengan jengkel, “Aku kan tidak membawa baju ganti! Bajuku sudah mulai bau nih!”

Kemudian keduanya tampak tertawa~ lebih tepatnya menertawai Eun Bin.

“Eun Bin, kamu bawa uang kan? Kenapa tidak membeli saja setelah ini? Aku rasa jalan yang kita lalui tidak melulu hutan dan padang rumput. Aku rasa malam ini kita bisa menginap di perkotaan.” Saran Gi Kwang membuat Eun Bin tenang dan akhirnya~ mau tidak mau, suka tidak suka Eun Bin hanya mengangguk saja.

“Aku selalu tidak habis fikir, kenapa aku tidak bisa benar-benar marah kepada kalian. Walaupun kalian sudah susah payah membully aku.” Ucap Eun Bin ketika Ah In baru menjalankan mobilnya.

Wajah Eun Bin tampak polos dan seperti tidak ada beban di dalam hidupnya, ya Eun Bin memang tidak pernah menceritakan kehidupan pribadinya secara langsung. Eun Bin cukup tenar di kampus, Gi Kwang hanya mendengar tentang kehidupan Eun Bin dari mulut ke mulut. Dari dulu, tidak pernah ada orang yang bisa awet berteman dekat dengannya. Gi Kwang dan Ah In adalah yang pertama dan Eun Bin seperti tidak bisa mengontrol dirinya untuk membatasi diri ketika bersama dengan keduanya.

**

Di tengah perjalanan, ponsel Ah In berbunyi lagi. Hal itu membuat tidur nyenyak Eun Bin di kursi belakang terganggu. Ia terlihat membuka matanya dan memandang kosong ke arah punggung Ah In yang sedang menyetir mobil.

“Ponselnya...bunyi tuh.” Kata Eun Bin dengan pelan, ia masih mengantuk.

Gi Kwang merasa kikuk, ia mencoba membuat sebuah lelucon. “Biasalah, kayak ga tahu Ah In Hyung saja, fansnya di kampus kan banyak.” Tapi Gi Kwang tidak pintar mengolah ekspresinya. Namun ia harap Eun Bin tidak menyadari itu.

Ah In mengeryitkan dahi, ia gusar. Berkali-kali ia melihat ke arah Eun Bin, namun tampaknya gadis itu dengan cepatnya sudah tak sadarkan diri. “Setelah sampai di perkotaan, aku akan segera mengganti nomor ponselku.” Ucapnya kepada Gi Kwang.

“Hyung~.....mmm....”

“Sudahlah, tidak perlu sampai seperti itu. Aku tahu kamu melihatku waktu itu kan? Maaf ya, aku bukan tipe orang yang mudah percaya menceritakan masalahku pada orang lain.”

“Ah Hyung...aku mengerti, tidak apa, jika tidak ingin dibahas ya sudah....aku juga tidak ingin tahu...ya, tidak mau tahu tepatnya. Tapi sepertinya hal itu sangat mengganggumu, iya kan?”

Ah In hanya mengangguk, ia tetap fokus dengan kemudinya.

**

Perjalanan yang melelahkan dan sudah 6 hari mereka tempuh semenjak sore itu. Namun rupanya Ah In semakin tertekan dengan masalah yang ia alami. Memang ponselnya tak lagi berisik, tapi kini Eun Bin yang terkesan malas berbicara dengan Oppa-nya itu.

“Eun Bin, aku lapar. Bagaimana jika kita cari makan? Aku ingin makan ramyun.” Bujuk Ah In seperti biasanya. “Eun Bin-a?”

“Aku tidak lapar, keluar dengan Gi Kwang sana. Aku tunggu di hotel saja.”

Ah In merasa ada yang tidak beres dengan sikap Eun Bin kepada dirinya. “YA! Kamu ini kenapa sih, dari kemarin cuek sekali? Apa Oppa punya salah denganmu?”

Eun Bin tidak menjawab, sampai akhirnya Ah In mencengkram erat lengannya dan berbicara serius.

“Kamu ini sebenarnya kenapa? Jangan marah tanpa alasan! Aku mau perjalanan ini berjalan mulus! Aku kan melakukannya untukmu! Aku kan sudah penuhi janjiku padamu!”

“Kenapa Oppa lakukan itu? Aku tidak menyangka Yoo Ah In adalah pribadi yang seperti itu....Oppa lari dari masalah. Itu tidak menyelesaikan masalah. Aku tidak suka dirimu yang seperti itu.”

“Aku kan sudah katakan, tidak perlu bahas hal itu di dalam perjalanan ini! Aku hanya ingin melakukan perjalanan ini tanpa beban!”

Eun Bin mengemasi barang-barangnya, “Aku tidak bisa melanjutkan perjalanan ini. Aku muak denganmu. Hanya bersembunyi, menghindar dan tidak bisa menerima kenyataan. Aku benci. Aku pergi.”

Dan Gi Kwang tampak tercengang melihat pertengkaran itu, dia belum pernah melihat Eun Bin semarah itu kepada orang yang ia sukai.

“Mianhae.” Ucap Eun Bin lemah kepada Gi, namun Gi menariknya untuk kembali.

“Tunggu Eun Bin, marah itu juga bukan penyelesaian. Bagaimana pun kita harus menyelesaikan perjalanan ini. Ini kan keinginanmu? Pergi sejauh mungkin dari hingar bingar orang-orang yang hanya berwajah manis di depanmu, namun menusukmu dari belakang? Aku rasa semua orang punya masalah, dan aku minta kamu tidak egois.”

Wajah Eun Bin sudah mulai memerah, ia benar-benar kesal, marah, dan sedih di saat yang bersamaan.

*

Mereka duduk melingkar, sisa-sisa amarah itu masih terasa kental. Dan Gi menjadi penengahnya.

“Aku tidak mau kalian menyimpan rahasia lagi. Jika kalian tidak menceritakan apa masalah sesungguhnya, kita berhenti disini saja.” Ucap Gi yang berusaha bijaksana menghadapi masalah ini.

Eun Bin tampak ingin membuka semuanya kepada Gi Kwang, namun ia masih sibuk memandangin Oppa jangkung itu.

“Eun Bin~ jangan menatapku seperti itu. Aku tidak suka.”

“Dia,....gadis SMU itu terus memaksa Yoo Ah In untuk mengakui jika janin yang ada di rahimnya adalah anak Ah In. Mereka pernah bekerja paruh waktu di tempat yang sama, dan aku tahu benar, gadis itu hanya memerasnya. Aku mengenal gadis yang datang ke kampus sore itu.”

“Janin? Hamil?” ucap Gi begitu terkejutnya karena orang yang selama ini ia kira tidak tahu apa-apa ternyata tahu semuanya dan ia menutupinya dari Gi. “Apa ini?”

“Aku sudah bilang berulang kali, bukan aku pelakunya dan gadis bernama Jun Ah itu terus saja mendatangi aku dengan perut yang semakin membuncit. Bahkan aku tidak tahu dimana rumahnya. Namun dia bilang punya bukti dan itu membuatku tertekan. Ia terus menghubungi aku siang malam, mengirimiku aku pesan singkat hampir setiap menit. Aku hampir gila karena itu.” Ucap Ah In mencoba tenang.

“Dan bodohnya, orang ini percaya dan meminjam uang kepada lintah darat untuk biaya janin yang tidak jelas asal usulnya. Lintah darat menagih hutang ke gadis SMU itu, karena mereka percaya jika Ah In dan gadis itu sudah menikah, aku tidak tahu bagaimana lagi. Gadis itu datang dan mengancam ini itu, mengatakan jika ia tidak membawa siapa orang yang membuatnya berbadan dua makan ia akan di keluarkan dari sekolah dan tidak bisa mengikuti ujian.” Penjelasan Eun Bin membuat Gi tercengang. Bagaimana gadis bawel ini bisa tahu sedetail itu? Apakah mereka mempunyai hubungan spesial dan menyembunyikannya dariku?

“Aku sekarang sedang lari dari kenyataan jika aku sedang di kejar oleh penagih hutang. Sebenarnya tidak ada niatan untuk menghindar, namun jika di fikir lagi, sekali mendayung, dua tiga pulai terlampaui, iyakan?” Ah In mengatakan itu dengan santainya, setidaknya mengurangi bebannya karena bisa membaginya dengan Gi Kwang.

“Tunggu~.....lalu kenapa Hyung tidak lapor kepada polisi? Dan kenapa Eun Bin bisa tahu sedetil itu? Aku sepertinya melewatkan sesuatu.”

Eun Bin dan Ah In saling melempar pandang. Ya, memang ada satu hal yang selama ini mereka sembunyikan.

“Mianhae Gi Kwang-a...dari awal aku merasa ini tidak penting jadi aku tidak memberitahumu...dia kakak sepupuku. Ibuku yang menyuruhnya pindah kampus untuk mengawasi aku. Iya~ seperti itu.”

‘GLEK’

“Se....pupu? Bukannya, selama ini kamu menyukainya? Benar begitu kan, Eun Bin?”

Ah In melempar majalah ke arah Gi Kwang, “Kamu ini...dari mana dapat kesimpulan seperti itu? Lagi pula jika aku menyukai perempuan, bukan makhluk macam begini!” dia memandang tajam ke arah Eun Bin yang juga memandangnya penuh amarah.

“Yang aku tangkap selama ini, Eun Bin itu sangat menyukaimu, Hyung.”

“Percuma saja selama ini kamu banyak membaca buku, jika kamu tidak tahu sejak lama ia menyukaimu. Sudahlah, kita berdiskusi bukan untuk membahas masalah ini!”

Eun Bin...? Gadis macam apa dia ini? Sungguh pintar menyembunyikan sesuatu!

“Aku mau kamu menyelesaikan masalah itu. Aku tidak akan bisa tenang berpergian di dampingi dengan masalah. Sudah beruntung aku tidak mengatakan ini kepada Bibi.”

Gi Kwang merasa benar-benar terkhianati karena ternyata selama ini Ah In dan Eun Bin menyimpan banyak sekali rahasia.

“Kalau begitu aku pimjam uangmu untuk membayar hutangku. Boleh kan?” Ah In merajuk seperti anak kecil.

“Aku tahu seberapa banyak hutangmu ditambah dengan bunganya, uangku tidak cukup untuk membayar itu. Bahkan dengan menjual buku-buku berharga milik Gi Kwang. Itu semua tidak akan cukup.”

“Hyung, bagaimana jika kita jual saja mobilmu? Aku rasa itu cukup.” Ide Gi Kwang di setujui oleh Eun Bin. “Eun Bin setuju, 2 lawan 1, bisa apa?”

**

Ia keluar dari toko itu dengan wajah yang sama sekali tidak menyenangkan. Seperti bebek buruk rupa. Atau seperti anak ayam yang kehilangan induk.

“Setelah ini kamu bisa pakai mobilku. Okay? Aku menyimpannya di rumah.” Ucap Gi Kwang, hanya untuk menghibur Ah In yang sudah menjual mobilnya untuk membayar hutang kepada sekelompok orang tidak berbelas kasih itu. “Bagaimana cara kita bertemu dengan mereka?”

“Jangan repot-repot untuk mencari kami, karena kami yang akan mendatangi kalian.”

Tiba-tiba dalam hitungan sepersekian detik para penagih hutang itu sudah berada disana dan begitu saja merampas uang dalam koper itu. Lalu mereka pergi tanpa mengucapkan terima kasih.

*

“Sekarang, bagaimana cara kita pulang?” tanya Yoo Ah In yang masih lemas karena kehilangan mobilnya yang selama ini sudah menemaninya kemanapun ia pergi.

“Pulang? Aku kira kita akan melanjutkan perjalanan ini.” Ucap Eun Bin santainya sambil menyantap cemilan.

YA! Kamu fikir dengan apa kita bisa melanjutkan perjalanan ini?” Ah In tampak kesal dan Gi Kwang berusaha menenangkannya. “Dasar perempuan tidak waras!”

“Hm? Masalahnya kan sudah tidak ada, jadi, tidak ada alasan bagiku untuk tidak melanjutkan perjalanan ini.”

“Eun Bin-a! Egoism!” pekik Gi Kwang yang membuat semuanya terkejut. Karena selama ini tidak pernah ada yang melihat si kutu buku ini membentak orang. Ia selalu berbicara rasional dan masuk akal. Selalu tenang di setiap tindakannya.

“Kenapa kamu membentak Eun Bin? Hanya aku yang boleh membentaknya!!” gantian Ah In yang membentaknya. “Aku kakaknya!”

“Ah....mianhada~....” Gi Kwang menjitak kepalanya sendiri, tindakan itu membuat tawa buat Eun Bin. “Lebih baik sekarang kita menunggu bis dan aku akan mengajak kalian ke suatu tempat.”

“Kamu jangan sok tahu. Kamu kan hanya menghabiskan waktu itu perpustakaan, mana tahu dunia luar?” gertak Ah In yang sebenarnya selama ini sebal dengan Gi Kwang karena hanya memperhatikan buku-bukunya yang sama sekali tidak penting itu menurutnya.

*

Kedua mulut itu sudah selama beberapa menit menganga dan masih belum percaya jika ada seseorang yang lebih hebat menyimpan sebuah rahasia selama berbulan-bulan lamanya. Bahkan ketika mereka pertama kali bertemu.

“Gi Kwang-a, aku membencimu.” Ucap Eun Bin kemudian.

“Eun Bin! Aku tidak bermaksud menyembunyikannya dari kalian, aku Cuma tidak ingin mendapatkan teman yang seperti itu...maksudku, aku hanya ingin tahu apakah kalian orang yang berteman dengan orang kaya saja, hanya mau berteman dengan orang yang keren saja...”

“Kamu ini ngomong apa sih?” Gi mendapat jitakan keras di kepalanya karena berbicara berbelit-belit kepada mereka.

“Jadi, kamu tidak mempercayai aku? Kalau kamu tidak percaya terhadap Ah In, wajar sih. Tampangnya kan memang menipu. Tapi kalau kamu menganggap aku sama sepertinya...”

“Eun Bin, aku kira selama ini kamu hanya bergaul dengan kaum jetset saja. Habis aku tidak pernah melihatmu jalan bersama orang lain selain orang-orang itu saja.”

Ah In menjepit leher Gi Kwang dengan lengannya karena menganggap omongan Gi itu membingungkan dan sulit di cerna. “Kamu ini makannya apa sih? Bahasamu kacau balau, itu yang kamu dapat ketika pergi dan menghabiskan waktu di perpustakaan kampus?”

“Oppa! Bagaimana jika kita pergi dengan mobil yang ini saja! Pasti sangat nyaman!” Eun Bin memilih sebuah mobil mini cooper berwarna biru.

Namun Ah In mengabaikannya dan menghentikan langkahnya tepat di depan sebuah mobil sport Lamborghini. “Yang ini saja bagaimana?”

“Hyung, jangan yang itu..terlalu mahal~ sebenarnya semenjak sudah berjanji kepada Eun Bin tentang perjalanan ini, aku sudah menyiapkan sebuah mini van untuk kita.” Gi Kwang menarik penutup sebuah mobil dan benar saja, ia sudah mendesain sebuah mini van berwarna biru yang sudah di modifikasi sedemikian rupa sehingga lebih mirip dengan rumah berjalan di bandingkan sebuah mobil.

“DAEBAK!!!!” ucap Eun Bin yang kemudian mulai menjajahi mobil itu. “Aku suka, aku suka!!! Ayo cepat kita segera melanjutkan perjalanan! Aku sudah tidak sabar!” begitu antusiasnya Eun Bin dengan misinya dan sampai ia menemukan sesuatu di dalam mobil itu, “Gi-a! Ini apa?” tanyanya sambil membawa satu set peralatan audio.

“Audio system?” pertegas Ah In, “Benarkan? Audio System?”

“Ah itu, iya benar...aku tahu Eun Bin suka pergi ke tempat karaoke jika liburan, maka aku memesan satu untuk mobil ini...aku rasa itu bisa membuatnya senang...”

“DAEBAAAAKKK GIKWANG-AAAAA!!!!”

**

“It’s a long long journey.....ooh~~~long long journey.....~~~~~ AAAAAA”

Gikwang dan Ah In saling melempar pandang dengan senyum pahit, “Pilihan yang salah melengkapi van ini dengan karaoke room.” Ucap keduanya.


TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar