Title : Journey
Cast : Park Eun Bin – Lee Gi Kwang –
Yoo Ah In
Rated : 12+
Genre : Friendship - Comedy
Theme song : All kpop song u want hear when read this
Author : Ravla
Jarinya sibuk menyentuh ponsel
pintar, mulutnya berisik mengunyah permen karet dan kakinya tidak bisa diam,
membuat suara duk duk duk pada sebuah lemari.
“YA
Ah In Oppa! Penuhi janjimu padaku! Jangan lari!” ucapnya terdengar kesal. Ia
men-loud speaker ponselnya agar Gi Kwang bisa mendengarnya juga. Lebih tepatnya
melihat apa reaksi Gi Kwang. “Oppa, kapan mau penuhi janjimu? Aku dan Gi Kwang
menunggu janjimu!”
‘BRAK’
“Hei kamu berisik sekali sih?!” ucap
lelaki jangkung itu sembari memasukkan ponsel hitamnya ke dalam saku jaket.
“Bisa tidak, tidak membuat gaduh? Aku akan penuhi janjiku! Khawatir
sekali~....”
Yoo Ah In muncul dengan wajah yang
semrawut, ia melipat tangannya dan berpose seperti model, sebenarnya dia memang
model untuk beberapa majalah fashion kampus.
“Kenapa? Sepertinya ada masalah?”
tanya Gi Kwang si kutu buku, ia menutup bukunya dan fokus dengan dua
sahabatnya.
Yoo Ah In hanya menggelengkan kepala
kemudian mengusap kepalanya keras, “Tidak, ayo kita bicarakan janjiku saja!” ia
menutup pintu kamar kostnya dan mulai mendiskusikan sesuatu dengan yang lain.
**
Lusa kemudian, Gi Kwang dengan tidak
sengaja melihat seorang gadis berseragam sedang bersitegang dengan Ah In,
sebenarnya hal itu sama sekali tidak menarik baginya. Hanya saja belakangan ini
dia melihat Ah In sedang mengalami masa sulit. Ah In tidak pernah bercerita
tentang siapa dia dan bagaimana keluarganya, tentu saja hal ini membuat gerah Gi
Kwang karena ia akan melihat bagaimana latar belakang orang yang akan menjadi
teman atau sahabatnya.
“Oppa harus bertanggung jawab! Jika
tidak aku tidak akan bisa ujian bulan depan! Oppa!” gadis itu terus meracau dan
membuat keributan kecil, Ah In yang tampak hopeless sudah tidak bisa
mengendalikan suasana lalu ia pergi menarik gadis itu dan berbicara pelan.
Namun tampaknya gadis itu keras kepala, kemudian pergi dengan wajah yang penuh
amarah.
‘PLAK.’
“Heh Gi, lagi apa? Mengendap-ngendap
seperti pencuri. Apa kamu sedang melihat gadis cantik dari sini?” Eun Bin
mencoba melihat ke arah yang Gi Kwang lihat tadi, namun Gi menghalanginya.
“Tidak! .... Aku hanya.... hanya
istirahat sebentar saja!”
Eun Bin yang merasa gerak gerik Gi
Kwang tidak normal malah mendesaknya. “Kenapa sih, ngga biasanya kamu
begini....ah! Katakan padaku mana gadis yang kamu sukai! Aku mau lihat!”
“Eun Bin-a! Tidak, bukan
begitu....ah sudahlah, ayo kita makan!” Gi Kwang mengalihkan perhatian Eun Bin
agar ia tidak melihat Ah In dengan wajah bingungnya.
Eun Bin tidak melihat keberadaan Ah
In, tapi Ah In melihat mereka dari tadi semenjak gadis berseragam itu pergi.
**
“Jadi, kita pergi kapan?” tanya Eun
Bin yang sibuk dengan jagung bakarnya. Mereka bertiga sedang menghabiskan senja
di pantai. “Apakah aku perlu bawa uang banyak? Atau tidak usah bawa uang sama
sekali?”
Ah In menjitak pelan kepala Eun Bin,
“Kamu ini~ apa bisa pergi tanpa uang? Kamu kan yang paling boros di antara
kami! Aku rasa Gi Kwang tidak akan bisa pergi tanpa buku-buku itu.” Ucap Ah In
yang menengok ke belakang karena Gi Kwang begitu lambat berjalan karena
buku-buku memenuhi kedua tangannya yang terkadang terjatuh ke pasir.
“Jadi, pertanyaanku belum
dijawab~~~! Aku perlu bawa koper? Perlu bawa baju berapa pasang? Hm...bawa apa
lagi yaah....”
“Bagaimana jika kita pergi setelah
ini saja?” ucap Ah In tampak serius dan membuat buku-buku itu terjatuh sekali
lagi. “Aku rasa sore ini adalah waktu yang tepat.
“Mwoya?
YA! Aku tidak bawa apa-apa dong? Oppa!”
“Bagaimana Gi?” tanya Ah In.
“Bukankah kamu merasa siap sore ini?”
Gi memandang aneh kepada Ah In,
“Hyung~ apa kamu serius? Mau melakukan perjalanan sore ini? Besok kita belum
libur kuliah.”
Eun Bin membuang jagungnya jauh-jauh
dan mulai mendengarkan percakapan kedua pria ini dengan seksama. “Kalian tidak
waras.” Bisiknya.
“Kuliah? Siapa yang peduli. Aku
hanya ingin refreshing. Lagi pula, dari kemarin-kemarin kan Eun Bin yang
berisik menagih janjiku, jadi, tidak ada alasan untuk menunda lagi. Bagaimana
Eun Bin?”
Gi dan Ah In memandang Eun Bin,
menunggu jawabannya.
“Mwo?
Hhh ~ 2 lawan 1, aku bisa apa?” akhirnya Eun Bin mengikuti kehendak Ah In. Ia
tidak punya cukup tenaga untuk melawan orang yang sudah lama menjadi sahabatnya
itu.
**
Mereka melakukan sebuah perjalanan
tak berujung, hanya menyusuri berbagai wilayah. Hingga malam tiba, mereka
berhenti di sebuah penginapan pinggir kota.
‘TING, TING’
Gi membunyikan bel untuk memanggil
resepsionis, kemudian yang mengejutkan mereka adalah seorang pemuda muncul dari
bawah meja penerima tamu.
“Halo~!”
“HAH! Mengejutkan saja!” ucap Gi
sambil mengelus dada. “Kami mau pesan kamar, untuk malam ini saja!”
Pemuda itu memakai kacamata super
tebalnya kemudian meringis, “Berapa kamar?”
Gi melihat kedua sahabatnya yang
cuek, “Satu kamar.”
“Hei! Bagaimana denganku?” protes
Eun Bin. “Masa’ iya aku satu kamar dengan kalian? Dia kan jorok!” Eun Bin
menunjuk Oppa yang menyebalkan itu.
“Terus, kamu maunya sekamar dengan Gi
Kwang, gitu?”
“Aniya~
aku tidak bilang begitu! Hanya saja, aku tahu bagaimana dirimu! BANG!” Eun Bin
memperagakan kepalanya akan pecah di pagi hari.
“Jadi kalian mau kamar yang
bagaimana?” tanya pemuda berkacamata itu.
*
Akhirnya Gi tidak mengubah
pilihannya, ia tetap memesan satu kamar dengan 2 tempat tidur. Dengan begitu
Eun Bin bisa tidur sendiri sepuas yang ia
mau.
Setelah mereka mandi dan bersiap
beristirahat, satu ringtone ponsel membuat semuanya kembali terusik. Ponsel Ah
In berdering kencang.
“Oppa, bisakah kamu membuat ponselmu
tidak berisik? Aku ngantuk sekali.” Pinta gadis bawel ini.
“Mianhae.” Ah In mengecek ponselnya
dan Gi Kwang melihat raut wajahnya kembali tidak tenang. Yang terdengar hanya
desahan nafas panjang berkali-kali. Sampai akhirnya ia hanya membiarkan
ponselnya tergeletak begitu saja, kemudian ia berbaring dan akhirnya tertidur.
Secara tidak langsung hal ini membuat Gi Kwang penasaran.
“Siapa
gadis itu? Dari SMU mana? Aku tidak pernah melihat seragam seperti itu
disini.....”
Ia memikirkan hal itu sampai
akhirnya terlelap.
**
“Eun Bin, bangun! Kita harus kembali
meneruskan perjalanan!” Ah In menepuk-nepuk pipi gadis itu, wajahnya terlihat
bengkak di pagi hari. Hal itu membuat Ah In tertawa geli. Ia belum pernah
melihat wajah Eun Bin yang seperti itu. “Ya,
Gi~ lihat ini. Wajah Eun Bin membengkak! Tidak kah ini lucu?”
Gi Kwang yang baru selesai mandi itu
menghampiri Eun Bin dan sama tidak percayanya seperti Ah In, “Ah Hyung, cepat
di potret! Lalu kita posting nanti di weibo! Pasti seisi kampus tidak akan
percaya jika ini Eun Bin!”
Seperti yang lainnya, hal iseng itu
pun dilakukan tanpa sepengetahuan Eun Bin. Setelah Eun Bin tersadar dan
merapikan diri, dan keributan kecil pun terjadi.
“Aku kira setelah ini kita akan
pulang? Mau kemana lagi sih?”
“Bawel, mau ikut atau tidak? Sudah
benar aku memenuhi janjiku padamu, kenapa kamu masih protes saja? Lihat Gi
Kwang, dia tampak tenang-tenang saja!”
Eun Bin melihat Gi dengan jengkel,
“Aku kan tidak membawa baju ganti! Bajuku sudah mulai bau nih!”
Kemudian keduanya tampak tertawa~
lebih tepatnya menertawai Eun Bin.
“Eun Bin, kamu bawa uang kan? Kenapa
tidak membeli saja setelah ini? Aku rasa jalan yang kita lalui tidak melulu
hutan dan padang rumput. Aku rasa malam ini kita bisa menginap di perkotaan.”
Saran Gi Kwang membuat Eun Bin tenang dan akhirnya~ mau tidak mau, suka tidak
suka Eun Bin hanya mengangguk saja.
“Aku selalu tidak habis fikir,
kenapa aku tidak bisa benar-benar marah kepada kalian. Walaupun kalian sudah
susah payah membully aku.” Ucap Eun
Bin ketika Ah In baru menjalankan mobilnya.
Wajah Eun Bin tampak polos dan
seperti tidak ada beban di dalam hidupnya, ya Eun Bin memang tidak pernah
menceritakan kehidupan pribadinya secara langsung. Eun Bin cukup tenar di
kampus, Gi Kwang hanya mendengar tentang kehidupan Eun Bin dari mulut ke mulut.
Dari dulu, tidak pernah ada orang yang bisa awet berteman dekat dengannya. Gi Kwang
dan Ah In adalah yang pertama dan Eun Bin seperti tidak bisa mengontrol dirinya
untuk membatasi diri ketika bersama dengan keduanya.
**
Di tengah perjalanan, ponsel Ah In
berbunyi lagi. Hal itu membuat tidur nyenyak Eun Bin di kursi belakang
terganggu. Ia terlihat membuka matanya dan memandang kosong ke arah punggung Ah
In yang sedang menyetir mobil.
“Ponselnya...bunyi tuh.” Kata Eun
Bin dengan pelan, ia masih mengantuk.
Gi Kwang merasa kikuk, ia mencoba
membuat sebuah lelucon. “Biasalah, kayak ga tahu Ah In Hyung saja, fansnya di
kampus kan banyak.” Tapi Gi Kwang tidak pintar mengolah ekspresinya. Namun ia
harap Eun Bin tidak menyadari itu.
Ah In mengeryitkan dahi, ia gusar.
Berkali-kali ia melihat ke arah Eun Bin, namun tampaknya gadis itu dengan
cepatnya sudah tak sadarkan diri. “Setelah sampai di perkotaan, aku akan segera
mengganti nomor ponselku.” Ucapnya kepada Gi Kwang.
“Hyung~.....mmm....”
“Sudahlah, tidak perlu sampai
seperti itu. Aku tahu kamu melihatku waktu itu kan? Maaf ya, aku bukan tipe
orang yang mudah percaya menceritakan masalahku pada orang lain.”
“Ah Hyung...aku mengerti, tidak apa,
jika tidak ingin dibahas ya sudah....aku juga tidak ingin tahu...ya, tidak mau tahu
tepatnya. Tapi sepertinya hal itu sangat mengganggumu, iya kan?”
Ah In hanya mengangguk, ia tetap
fokus dengan kemudinya.
**
Perjalanan yang melelahkan dan sudah
6 hari mereka tempuh semenjak sore itu. Namun rupanya Ah In semakin tertekan
dengan masalah yang ia alami. Memang ponselnya tak lagi berisik, tapi kini Eun
Bin yang terkesan malas berbicara dengan Oppa-nya itu.
“Eun Bin, aku lapar. Bagaimana jika
kita cari makan? Aku ingin makan ramyun.” Bujuk Ah In seperti biasanya. “Eun
Bin-a?”
“Aku tidak lapar, keluar dengan Gi
Kwang sana. Aku tunggu di hotel saja.”
Ah In merasa ada yang tidak beres
dengan sikap Eun Bin kepada dirinya. “YA!
Kamu ini kenapa sih, dari kemarin cuek sekali? Apa Oppa punya salah denganmu?”
Eun Bin tidak menjawab, sampai
akhirnya Ah In mencengkram erat lengannya dan berbicara serius.
“Kamu ini sebenarnya kenapa? Jangan
marah tanpa alasan! Aku mau perjalanan ini berjalan mulus! Aku kan melakukannya
untukmu! Aku kan sudah penuhi janjiku padamu!”
“Kenapa Oppa lakukan itu? Aku tidak
menyangka Yoo Ah In adalah pribadi yang seperti itu....Oppa lari dari masalah.
Itu tidak menyelesaikan masalah. Aku tidak suka dirimu yang seperti itu.”
“Aku kan sudah katakan, tidak perlu
bahas hal itu di dalam perjalanan ini! Aku hanya ingin melakukan perjalanan ini
tanpa beban!”
Eun Bin mengemasi barang-barangnya,
“Aku tidak bisa melanjutkan perjalanan ini. Aku muak denganmu. Hanya
bersembunyi, menghindar dan tidak bisa menerima kenyataan. Aku benci. Aku
pergi.”
Dan Gi Kwang tampak tercengang
melihat pertengkaran itu, dia belum pernah melihat Eun Bin semarah itu kepada
orang yang ia sukai.
“Mianhae.” Ucap Eun Bin lemah kepada
Gi, namun Gi menariknya untuk kembali.
“Tunggu Eun Bin, marah itu juga
bukan penyelesaian. Bagaimana pun kita harus menyelesaikan perjalanan ini. Ini
kan keinginanmu? Pergi sejauh mungkin dari hingar bingar orang-orang yang hanya
berwajah manis di depanmu, namun menusukmu dari belakang? Aku rasa semua orang
punya masalah, dan aku minta kamu tidak egois.”
Wajah Eun Bin sudah mulai memerah,
ia benar-benar kesal, marah, dan sedih di saat yang bersamaan.
*
Mereka duduk melingkar, sisa-sisa
amarah itu masih terasa kental. Dan Gi menjadi penengahnya.
“Aku tidak mau kalian menyimpan
rahasia lagi. Jika kalian tidak menceritakan apa masalah sesungguhnya, kita
berhenti disini saja.” Ucap Gi yang berusaha bijaksana menghadapi masalah ini.
Eun Bin tampak ingin membuka
semuanya kepada Gi Kwang, namun ia masih sibuk memandangin Oppa jangkung itu.
“Eun Bin~ jangan menatapku seperti
itu. Aku tidak suka.”
“Dia,....gadis SMU itu terus memaksa
Yoo Ah In untuk mengakui jika janin yang ada di rahimnya adalah anak Ah In.
Mereka pernah bekerja paruh waktu di tempat yang sama, dan aku tahu benar,
gadis itu hanya memerasnya. Aku mengenal gadis yang datang ke kampus sore itu.”
“Janin? Hamil?” ucap Gi begitu
terkejutnya karena orang yang selama ini ia kira tidak tahu apa-apa ternyata
tahu semuanya dan ia menutupinya dari Gi. “Apa ini?”
“Aku sudah bilang berulang kali,
bukan aku pelakunya dan gadis bernama Jun Ah itu terus saja mendatangi aku
dengan perut yang semakin membuncit. Bahkan aku tidak tahu dimana rumahnya.
Namun dia bilang punya bukti dan itu membuatku tertekan. Ia terus menghubungi
aku siang malam, mengirimiku aku pesan singkat hampir setiap menit. Aku hampir
gila karena itu.” Ucap Ah In mencoba tenang.
“Dan bodohnya, orang ini percaya dan
meminjam uang kepada lintah darat untuk biaya janin yang tidak jelas asal
usulnya. Lintah darat menagih hutang ke gadis SMU itu, karena mereka percaya
jika Ah In dan gadis itu sudah menikah, aku tidak tahu bagaimana lagi. Gadis
itu datang dan mengancam ini itu, mengatakan jika ia tidak membawa siapa orang
yang membuatnya berbadan dua makan ia akan di keluarkan dari sekolah dan tidak
bisa mengikuti ujian.” Penjelasan Eun Bin membuat Gi tercengang. Bagaimana gadis bawel ini bisa tahu sedetail
itu? Apakah mereka mempunyai hubungan spesial dan menyembunyikannya dariku?
“Aku sekarang sedang lari dari
kenyataan jika aku sedang di kejar oleh penagih hutang. Sebenarnya tidak ada
niatan untuk menghindar, namun jika di fikir lagi, sekali mendayung, dua tiga
pulai terlampaui, iyakan?” Ah In mengatakan itu dengan santainya, setidaknya
mengurangi bebannya karena bisa membaginya dengan Gi Kwang.
“Tunggu~.....lalu kenapa Hyung tidak
lapor kepada polisi? Dan kenapa Eun Bin bisa tahu sedetil itu? Aku sepertinya
melewatkan sesuatu.”
Eun Bin dan Ah In saling melempar
pandang. Ya, memang ada satu hal yang selama ini mereka sembunyikan.
“Mianhae Gi Kwang-a...dari awal aku
merasa ini tidak penting jadi aku tidak memberitahumu...dia kakak sepupuku. Ibuku
yang menyuruhnya pindah kampus untuk mengawasi aku. Iya~ seperti itu.”
‘GLEK’
“Se....pupu? Bukannya, selama ini
kamu menyukainya? Benar begitu kan, Eun Bin?”
Ah In melempar majalah ke arah Gi
Kwang, “Kamu ini...dari mana dapat kesimpulan seperti itu? Lagi pula jika aku
menyukai perempuan, bukan makhluk macam begini!” dia memandang tajam ke arah
Eun Bin yang juga memandangnya penuh amarah.
“Yang aku tangkap selama ini, Eun
Bin itu sangat menyukaimu, Hyung.”
“Percuma saja selama ini kamu banyak
membaca buku, jika kamu tidak tahu sejak lama ia menyukaimu. Sudahlah, kita
berdiskusi bukan untuk membahas masalah ini!”
Eun
Bin...? Gadis macam apa dia ini? Sungguh pintar menyembunyikan sesuatu!
“Aku mau kamu menyelesaikan masalah
itu. Aku tidak akan bisa tenang berpergian di dampingi dengan masalah. Sudah
beruntung aku tidak mengatakan ini kepada Bibi.”
Gi Kwang merasa benar-benar
terkhianati karena ternyata selama ini Ah In dan Eun Bin menyimpan banyak
sekali rahasia.
“Kalau begitu aku pimjam uangmu
untuk membayar hutangku. Boleh kan?” Ah In merajuk seperti anak kecil.
“Aku tahu seberapa banyak hutangmu
ditambah dengan bunganya, uangku tidak cukup untuk membayar itu. Bahkan dengan
menjual buku-buku berharga milik Gi Kwang. Itu semua tidak akan cukup.”
“Hyung, bagaimana jika kita jual
saja mobilmu? Aku rasa itu cukup.” Ide Gi Kwang di setujui oleh Eun Bin. “Eun
Bin setuju, 2 lawan 1, bisa apa?”
**
Ia keluar dari toko itu dengan wajah
yang sama sekali tidak menyenangkan. Seperti bebek buruk rupa. Atau seperti anak
ayam yang kehilangan induk.
“Setelah ini kamu bisa pakai
mobilku. Okay? Aku menyimpannya di rumah.” Ucap Gi Kwang, hanya untuk menghibur
Ah In yang sudah menjual mobilnya untuk membayar hutang kepada sekelompok orang
tidak berbelas kasih itu. “Bagaimana cara kita bertemu dengan mereka?”
“Jangan repot-repot untuk mencari
kami, karena kami yang akan mendatangi kalian.”
Tiba-tiba dalam hitungan sepersekian
detik para penagih hutang itu sudah berada disana dan begitu saja merampas uang
dalam koper itu. Lalu mereka pergi tanpa mengucapkan terima kasih.
*
“Sekarang, bagaimana cara kita
pulang?” tanya Yoo Ah In yang masih lemas karena kehilangan mobilnya yang
selama ini sudah menemaninya kemanapun ia pergi.
“Pulang? Aku kira kita akan
melanjutkan perjalanan ini.” Ucap Eun Bin santainya sambil menyantap cemilan.
“YA!
Kamu fikir dengan apa kita bisa melanjutkan perjalanan ini?” Ah In tampak kesal
dan Gi Kwang berusaha menenangkannya. “Dasar perempuan tidak waras!”
“Hm? Masalahnya kan sudah tidak ada,
jadi, tidak ada alasan bagiku untuk tidak melanjutkan perjalanan ini.”
“Eun Bin-a! Egoism!” pekik Gi Kwang yang membuat semuanya terkejut. Karena
selama ini tidak pernah ada yang melihat si kutu buku ini membentak orang. Ia
selalu berbicara rasional dan masuk akal. Selalu tenang di setiap tindakannya.
“Kenapa kamu membentak Eun Bin?
Hanya aku yang boleh membentaknya!!” gantian Ah In yang membentaknya. “Aku
kakaknya!”
“Ah....mianhada~....” Gi Kwang menjitak
kepalanya sendiri, tindakan itu membuat tawa buat Eun Bin. “Lebih baik sekarang
kita menunggu bis dan aku akan mengajak kalian ke suatu tempat.”
“Kamu jangan sok tahu. Kamu kan
hanya menghabiskan waktu itu perpustakaan, mana tahu dunia luar?” gertak Ah In
yang sebenarnya selama ini sebal dengan Gi Kwang karena hanya memperhatikan
buku-bukunya yang sama sekali tidak penting itu menurutnya.
*
Kedua mulut itu sudah selama
beberapa menit menganga dan masih belum percaya jika ada seseorang yang lebih
hebat menyimpan sebuah rahasia selama berbulan-bulan lamanya. Bahkan ketika
mereka pertama kali bertemu.
“Gi Kwang-a, aku membencimu.” Ucap Eun
Bin kemudian.
“Eun Bin! Aku tidak bermaksud
menyembunyikannya dari kalian, aku Cuma tidak ingin mendapatkan teman yang
seperti itu...maksudku, aku hanya ingin tahu apakah kalian orang yang berteman
dengan orang kaya saja, hanya mau berteman dengan orang yang keren saja...”
“Kamu ini ngomong apa sih?” Gi mendapat
jitakan keras di kepalanya karena berbicara berbelit-belit kepada mereka.
“Jadi, kamu tidak mempercayai aku? Kalau
kamu tidak percaya terhadap Ah In, wajar sih. Tampangnya kan memang menipu. Tapi
kalau kamu menganggap aku sama sepertinya...”
“Eun Bin, aku kira selama ini kamu
hanya bergaul dengan kaum jetset
saja. Habis aku tidak pernah melihatmu jalan bersama orang lain selain
orang-orang itu saja.”
Ah In menjepit leher Gi Kwang dengan
lengannya karena menganggap omongan Gi itu membingungkan dan sulit di cerna. “Kamu
ini makannya apa sih? Bahasamu kacau balau, itu yang kamu dapat ketika pergi
dan menghabiskan waktu di perpustakaan kampus?”
“Oppa! Bagaimana jika kita pergi
dengan mobil yang ini saja! Pasti sangat nyaman!” Eun Bin memilih sebuah mobil
mini cooper berwarna biru.
Namun Ah In mengabaikannya dan
menghentikan langkahnya tepat di depan sebuah mobil sport Lamborghini. “Yang
ini saja bagaimana?”
“Hyung, jangan yang itu..terlalu
mahal~ sebenarnya semenjak sudah berjanji kepada Eun Bin tentang perjalanan
ini, aku sudah menyiapkan sebuah mini van untuk kita.” Gi Kwang menarik penutup
sebuah mobil dan benar saja, ia sudah mendesain sebuah mini van berwarna biru
yang sudah di modifikasi sedemikian rupa sehingga lebih mirip dengan rumah
berjalan di bandingkan sebuah mobil.
“DAEBAK!!!!” ucap Eun Bin yang
kemudian mulai menjajahi mobil itu. “Aku suka, aku suka!!! Ayo cepat kita
segera melanjutkan perjalanan! Aku sudah tidak sabar!” begitu antusiasnya Eun
Bin dengan misinya dan sampai ia menemukan sesuatu di dalam mobil itu, “Gi-a! Ini
apa?” tanyanya sambil membawa satu set peralatan audio.
“Audio system?” pertegas Ah In, “Benarkan?
Audio System?”
“Ah itu, iya benar...aku tahu Eun
Bin suka pergi ke tempat karaoke jika liburan, maka aku memesan satu untuk
mobil ini...aku rasa itu bisa membuatnya senang...”
“DAEBAAAAKKK GIKWANG-AAAAA!!!!”
**
“It’s a
long long journey.....ooh~~~long long journey.....~~~~~ AAAAAA”
Gikwang dan Ah In saling melempar
pandang dengan senyum pahit, “Pilihan yang salah melengkapi van ini dengan
karaoke room.” Ucap keduanya.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar