Tittle : POISON
Cast : Lee Hongbin [VIXX] – Jung Il
Hoon [BTOB] – Jung Hana [OC]
Genre : Scifi Fantasy / Siblings / Friendship / Lover
Rated : 16+
Theme song : Monni band
Author : Ravla
------------------------------------
POISON
“Oh Oppa! Ambil yang itu, yang
itu juga!” teriak remaja yang mulai beranjak dewasa tersebut.
Ilhoon memetik dua tanaman yang tidak jauh dari tempatnya berdiri, sampai
ia mendengar teriakan adiknya yang lumayan kencang. “KYAA!”
“Hana!” Ilhoon buru-buru melihat adiknya yang rupanya jatuh terjerembab ke
dalam sebuah lubang yang cukup dalam. Sepertinya seseorang membuatnya untuk
menjebak rusa.
“Oppa, tolong aku...” ucapnya
sambil mencoba berdiri untuk meraih sebuah akar tanaman, namun sepertinya kaki Hana
terkilir. “Auw~ kakiku...sakit!”
Ilhoon tampak mulai panik, “Tunggu disitu~! Aku akan mencari bantuan!” ia
meninggalkan semua keranjang yang berisi tanaman obat dan berlari menuju desa
untuk memanggil beberapa orang dewasa.
Sepeninggal Ilhoon, hutan terkesan begitu senyap dan Hana tidak bisa
melihat apa pun disekitarnya karena lubang itu lumayan dalam, sekitar 3-4 meter
dan diameternya tidak begitu besar. “Oppa!” panggilnya mulai khawatir dan
tidak ada jawaban apapun dari atas sana. Ia melihat sekeliling, hanya akar
tanaman yang begitu lebat dan juga tercium aroma aneh dari lubang tersebut.
Awalnya ia merasa baik-baik saja, namun lambat laun ia merasa tidak enak badan
dan mulai lemas. “Ah aku kenapa...” gumamnya antara sadar dan tidak.
‘SRAK..SRAK...SRAK...’
“Oppa!” teriaknya mencoba sekeras
mungkin, namun ia tidak mendengar jawaban dari Ilhoon.
Sesaat sebelum Hana hilang kesadaran, ia melihat seseorang, pria, melongok
dari atas sana, kemudian ia tidak bisa menahannya lebih lama. Hana pingsan di
bawah sana.
***
Hana merasakan tubuhnya begitu sejuk, ia merasa ada yang memijit tubuhnya.
Perlahan ia membuka mata dan pertama kalinya ia merasakan nafasnya yang begitu
tenang dan nyaman.
“Eung~.....”
“Oh? Ilhoon-a! Adikmu sudah
sadar!” teriak seseorang yang memijiti lengan Hana. “Dia sudah siuman!”
Ilhoon meninggalkan kerjaannya di dapur dan langsung menghampiri Hana dan
memeriksa keadaan adik semata wayangnya itu. “Hana, Hanaa~...Hana!” ucapnya
sehingga membuat Hana meliriknya, namun sepertinya gadis 16 tahun tersebut
masih ling lung.
“Bagaimana keadaannya? Apakah dia baik-baik saja?” tanya orang-orang yang
sudah mengerumuninya.
“Oppa....” panggilnya lemah dan
kemudian ia merasakan tangan hangat membelai wajahnya.
“Iya, iya aku disini...maaf meninggalkanmu waktu itu...” ucap Ilhoon begitu
menyesal. “Apa yang terjadi sampai kau pingsan di dalam sana? Adakah orang lain
disana selain dirimu?” tanya Ilhoon memastikan. “Jawab aku Hana!”
“Sudah...sudah jangan seperti itu! Dia baru saja sadar Ilhoon-a!” tegur sang Ibu mencoba menenangkan
anak sulungnya itu. “Hana...” tangan perempuan itu memeriksa suhu tubuh anak
gadisnya, semua tampak normal.
“Aku...melihat....” gumam Hana pelan, namun hanya Ilhoon yang mendengarnya. Dan kembali memaksa adiknya
untuk berbicara banyak.
“Melihat siapa? Siapa?!”
Hana menatap kakaknya lemah, ia merasa amat lelah...bahkan ia tidak tahu
berapa hari ia tak sadarkan diri.
*
Ilhoon tampak begitu khawatir, wajahnya menyiratkan sesuatu. Sesuatu yang begitu
misterius.
“Jangan biarkan anak kecil memasuki hutan
itu lagi, cukup Hana yang terakhir atau dia akan lebih ganas dari yang
sebelumnya...”
“Tapi kan kita tidak tahu apa itu? Apa
tidak sebaiknya kita menyeledikinya dan memusnahkannya? Itu akan jauh lebih
baik!”
“Apa kau mau mati?! Tidak akan ada orang
yang selamat jika tertangkap olehnya! Tidak ingatkah kau dengan kejadian 20
tahun yang lalu! Dan kini generasi baru pasti lebih kuat dari masa itu!”
Samar-samar Ilhoon mendengar percakapan beberapa orang desa tersebut
membicarakan tentang sesuatu yang bersembunyi di hutan lebat itu. Ia bahkan
berniat untuk membawa makhluk itu ke desa dan mempertontonkannya di depan
khalayak umum. Namun ia tidak bisa melakukan hal senekat itu, cukup sekali itu
saja. Ia berjanji pada dirinya sendiri.
“Oppa...aku..takut...” ujar Hana
kemudian yang merasa tubuhnya sudah enakan. “Aku waktu itu tidak...entahlah aku
sendiri tidak mengerti apa yang tengah terjadi...” Hana menggelengkan
kepalanya, ia tidak ingat persis apa yang ia lihat sesaat sebelum pingsan.
Ilhoon meremas bahu adiknya, ia gemas kenapa Hana tidak langsung berterus
terang di depan orang-orang itu. “Kenapa kau tidak mengatakannya kepada kami
semua? Kenapa kau hanya mengatakan hal ini padaku?”
Hana menatap Ilhoon dalam, ia mengerti Ilhoon begitu mengkhawatirkan
dirinya, namun ia tidak ingin membuat kehidupan di dalam hutan itu rusak. “Oppa...apa itu? Apa dia manusia? Aku
melihatnya sesaat sebelum aku benar-benar pingsan, hanya siluet hitam...seorang
laki-laki...apa itu, beritahu aku tentang kisah itu Oppa..”
Ilhoon menelan ludah, ia merasa Hana tidak perlu mengetahui kisah buruk
itu. Namun jika ia tidak memberitahunya, gadis itu akan masuk dan mencari tahu
lebih dalam ke hutan itu. “Ah, itu hanya cerita kacangan, tidak benar-benar
ada!” sangkalnya.
“Oppa, jangan berbohong
padaku...ceritakanlah!” Hana menarik baju Ilhoon, ia benar-benar ingin tahu
tentang kisah itu.
***
Sebelum manusia tidak begitu banyak di
desa ini, dan hutan masih tampak begitu indah, ada seseorang yang mencoba
memetik sebuah tanaman obat yang hanya tumbuh 10 tahun sekali. Ia masuk ke
dalam hutan dan berhari-hari mencarinya. Akhirnya ia menemukan tanaman
tersebut, ditumbuhi bunga raksasa berwarna biru dan begitu menggoda untuk
disentuh. Namun sebelumnya, ia mendengar cerita dari tetua jika bunga tanaman
tersebut tidak boleh di sentuh oleh makhluk hidup. Jika manusia menyentuhnya
hanya ada dua pilihan; mati atau hidup dengan racun bunga tersebut. Dan
beberapa hari kemudian, pemuda desa itu kembali dengan membawa daun dari tanaman
obat tersebut. Ia mulai mengobati orang-orang desa yang terserang penyakit,
namun lambat laun ia merasa tidak enak badan, kemudian jatuh sakit.
Tetua mencoba menengoknya beberapa hari
kemudian, dan betapa terkejutnya orang-orang desa ketika melihat orang tersebut
telah ditumbuhi bunga seperti apa yang ia liat di tengah hutan. Bunga beracun
itu berwarna biru mencolok, sangat beracun. Bahkan aromanya begitu menyengat
dan membuat mual orang-orang desa, untuk menghindari jatuh korban lagi, maka
pemuda itu di asingkan begitu saja dihutan.
Beberapa bulan kemudian, hal yang sama
terjadi dan menimpa seorang perempuan dari desa seberang. Ia nekat mencari
bunga beracun itu untuk niatan bunuh diri, semua orang sudah mencegahnya namun
perempuan itu besikeras ingin mengakhiri hidup, dan seorang dari desa kita
mengikuti perempuan tersebut. Betapa terkejutnya pemuda yang mengikuti gadis
itu, ia melihat pemuda yang di usir dari desa itu benar-benar menyerupai
tanaman beracun itu. Ia menangkap perempuan tersebut dan membelitnya dengan
sulur hijau. Pemuda itu begitu takut akan kematian dan lalu ia kembali ke
desanya dengan menceritakan hal itu dari mulut ke mulut. Beberapa bulan berlalu
dan tetua desa merasa harus memeriksa apa yang tengah terjadi, ia tak kalah
terkejutnya ketika melihat dua orang itu, membina sebuah hubungan terlarang dan
tengah menimang seorang bayi yang begitu bersinar namun tetua itu mengetahui,
bayi itu begitu berbahaya. Maka semenjak hari itu, hutan tertutup bagi penduduk
desa, hanya beberapa orang yang bisa menjangkau sampai batas tertentu di dalam
hutan. Dan sepertinya kita berjalan terlalu jauh.
Itu yang diceritakan Ilhoon kepada Hana. Dan mungkin saja yang ia lihat di
hutan 2 hari yang lalu adalah bayi tersebut, tentunya ia juga tumbuh seperti
manusia biasa.
“20 tahun yang lalu....ini pasti bualan belaka, iya kan, Oppa?” tanya Hana yang sama sekali tidak mempercayai hal tersebut.
“Manusia beracun itu tidak ada. Mungkin itu hanya manusia jahat.”
“Hana!” Ilhoon membentaknya, ia tidak suka melihat adiknya membangkang
seperti itu, karena bagaimanapun Ilhoon mempercayai cerita tersebut, ia
memiliki alasan tertentu. “Maafkan, aku hanya terlalu khawatir padamu.
Bagaimanapun, kita tidak boleh kembali lagi ke hutan itu.”
“Oppa, tapi kita harus
mendapatkan tanaman obat untuk Ayah! Mungkin tanaman yang beracun itu adalah
obat sesungguhnya!” Hana tetap mendesak Ilhoon untuk mencari tanaman obat lagi
di dalam hutan, karena menurutnya hanya itu satu-satunya cara supaya bisa
menyelamatkan Ayahnya yang sudah terserang penyakit paru-paru akut.
“Kau gila? Aku tidak mau lagi kesana. Dan kau juga akan tetap disini bersamaku.”
Hana ingin memberontak, namun Ilhoon kencang memegangnya dan ia tidak bisa
berbuat apapun selain mendengus kesal. Ayah adalah segalanya bagi Hana, ia
merasa mempunyai beban jika ia tidak bisa menemukan tanaman obat itu. “Lalu, Oppa ingin melihat Ayah meninggal,
begitu?”
“JUNG HANA !!!” teriakan Ilhoon membuat Ibunya menoleh dari luar rumah,
kemudian wanita itu memisahkan keduanya.
Wanita berusia 40 tahunan itu menyeka keringat di dahinya setelah membawa
Ilhoon keluar rumah membiarkan bocah itu melampiaskan kekesalannya. “Bocah itu
selalu saja tidak bisa mengendalikan emosinya...”
Hana mendengarnya, kemudian ia mendekati dan memeluknya Ibunya. “Ibu~ aku
berjanji akan membuat Ayah sehat kembali dan bisa berkumpul dengan kita kelak.
Tolong pegang janjiku...aku akan baik-baik saja.”
Ibunya tidak menjawab, ia heran mengapa Hana mengatakan hal itu. Iya,
Ibunya tidak pernah mendengar tentang kisah manusia beracun tersebut, ia adalah
orang luar dan tidak begitu mempedulikan tentang desas desus yang meresahkan
itu.
***
Keadaan desa menjadi bersitegang dan begitu ketatnya penjagaan di sekitar
areal masuk hutan. Yang terlihat hilir mudik hanya orang dewasa dan anak-anak
cenderung tidak keluar rumah untuk sementara waktu. Hana terus mengawasi gerak
gerik penjaga hutan, ia merasa harus kembali ke dalam hutan dengan atau tanpa
Ilhoon.
“Jangan berfikir kau bisa kembali kesana lagi. Aku tidak akan memberi
kesempatan itu.” Ucap Ilhoon yang belakangan berubah menjadi sangat otoriter.
Hana tidak meresponnya, ia lebih memilih diam dari pada harus membiarkan
dirinya terlihat pertengkaran yang lebih jauh dengan Ilhoon. Kemudian ia
merapatkan mantelnya dan menghela nafas. Ia kedinginan, musim dingin akan
segera tiba dan Hana tidak boleh berada di luar rumah karena ia akan begitu
lemah di musim dingin.
‘SREK’
Ilhoon memberikan mantel yang ia gunakan ke tubuh Hana, ia tidak ingin
melihat adiknya itu sesak napas lagi seperti tahun lalu. Hal itu sungguh
membuatnya panik. “Masuklah, udaranya sudah mulai dingin.”
Lagi, Hana menghela nafas dan kemudian masuk ke rumah dan duduk dengan
tenang sambil terus mengamati orang-orang desa yang lalu-lalang di depan
rumahnya. Bagaimana caranya agar aku bisa
masuk ke dalam hutan...sementara Ilhoon Oppa selalu berada di
sekelilingku...bagaimana caraku agar bisa membujuknya ikut bersamaku?
Hana terus memutar otak agar menemukan cara masuk ke hutan bersama
kakaknya. Sampai larut malam pun orang-orang itu tetap bergantian untuk menjaga
pintu masuk hutan.
“Hana, tidurlah....ini sudah malam.” Tegur Ilhoon sambil membelai lembut
kepala adiknya. Kemudian ia menepuk pundak Hana.
“Oppa,...jika aku nekat masuk ke
dalam hutan lagi,....apa kau mau menemaniku?” pertanyaan itu membuat Ilhoon
geram, namun ia tahu ini bukan saatnya untuk membuat hal ini menjadi rumit.
Ilhoon tidak segera menjawab pertanyaan Hana, ia segera mengalihkan
pandangan antara Hana dan hutan itu. Dia mengerti sekali mengapa Hana menjadi
begitu keras kepala, bagaimanapun ia juga menyayangi sang Ayah dan tidak ingin
berujung pada kematian yang konyol.
“Hana, apa tidak ada cara lain? Sejujurnya,....” Ilhoon melihat sekeliling,
“..aku mengenal seseorang yang kau lihat waktu itu...” Ilhoon memandang Hana,
ia sudah membohonginya selama ini.
Hana tidak mengerti apa yang kakaknya bicarakan, “Jadi, dia bukan manusia
beracun yang selama ini orang-orang bicarakan begitu? Aku kurang mengerti..”
Ilhoon menggeleng keras dan setiap kali ia merasa panik, ia akan meraih
pundak Hana. “Bukan! Hal itu benar, apa yang ku ceritakan benar...aku mendengar
sendiri darinya, bahkan aku sempat menjadi temannya! Dulu sekali, sampai
akhirnya aku tahu tidak bisa tumbuh bersama orang itu...”
***
Selama ini Ilhoon menyembunyikan banyak hal tentang manusia beracun
tersebut, iya. Ilhoon menyimpannya karena sebuah alasan demi melindungi adiknya
dari racun mematikan itu.
Saat itu Ilhoon hanyalah seorang anak kecil yang belum mengerti bagaimana
berbahayanya makhluk beracun itu. Hampir setiap hari ia pergi ke hutan,
menyelinap melalui jalan rahasia yang ia temukan secara tidak sengaja. Jalan
setapak yang begitu tersembunyi dan langsung menuju rumah kawan hutannya tersebut.
#Flashback#
“Hongbin-a..Hongbin-a! Apa kau di dalam
sana?!” bocah berparas
tampan itu mengetuk pelan jendela kamar Hongbin.
“Ilhoon-ya! Aku sudah menunggumu!
Masuklah! Tapi jangan berisik, kedua orang tuaku masih belum pergi!” Hongbin yang tidak kalah tampan dari
Ilhoon membuka jendela kamar perlahan dan membiarkan anak manusia itu memasuki
kamarnya yang begitu penuh dengan bunga-bunga indah yang memiliki warna
mencolok. “Tunggu disini, jangan sentuh
apapun sampai aku kembali!” kemudian ia melihat Hongbin keluar kamar dan
terdengar samar-samar ia berbincang dengan kedua orangtuanya. Ilhoon mengamati
kamar tersebut, begitu penuh dengan bunga dan wewangian yang menyengat. Ia
tergoda untuk menyentuhnya, namun ia teringat pesan Hongbin untuk tidak menyentuh
apapun.
‘KLAK’
Hongbin kembali dengan membawa banyak makanan untuk mereka santap, namun
Ilhoon selalu menolak makanan-makanan itu, entahlah ia merasa mual jika melihat
semua makanan aneh itu.
“Benar kau tidak mau? Ini lezat
sekali, ah iya! Bagaimana dengan adikmu...apakah dia cantik? Kapan akan membawa
dia kesini?”
Ilhoon kecil berusia 8 tahun masih mengamati makanan itu, ia merasa pusing
dan mual. “Makanan apa itu? .....Adikku?
Dia sehat, kemarin baru saja berulang tahun yang ke enam. Aku tidak tahu
bagaimana cara membawanya kesini. Bagaimana jika kau saja yang berkunjung
kerumahku untuk melihatnya?”
Hongbin menyodorkan sebuah roti berwarna kepada Ilhoon, namun Ilhoon
menggeleng. “Aku tidak bisa kemana-mana.
Orangtuaku akan sangat marah jika tahu aku keluar dari rumah terlalu jauh. Adikmu,
siapa namanya?”
“Hana, Jung Hana. Kenapa kau tidak bisa
pergi jauh-jauh?”
Hongbin menggeleng, ia tetap mengunyah makanan aneh itu dan Ilhoon menahan
rasa mualnya. “Lalu, bagaimana caranya
supaya aku bisa berkenalan dengan Hana-ssi?”
“Aku berjanji akan membawanya suatu hari
kesini. Tapi aku tidak tahu kapan. Aku mual...aku tidak bisa berada disini
lebih lama lagi, boleh kita di luar saja?” Ilhoon menarik Hongbin dan kemudian Hongbin
berubah aneh.
“Jangan sentuh aku. Aku tidak mau
menyakiti siapapun.”
Ilhoon yang mendadak bingung dengan sikap kawannya itu merasa mulai
memburuk, ia melihat telapak tangan kanannya, memerah seperti terbakar,
kemudian gelembung-gelembung kecil berisi air mulai bermunculan, rasanya
seperti terbakar dan seperti memegang es batu disaat yang bersamaan. “Tanganku kenapa? Agghh! Sakit sekali!”
Mengetahui Ilhoon telah terkena racun dari dirinya, ia segera mengambil air
dan menyiramkan ke tubuh Ilhoon, “Maafkan
aku Ilhoon-ya! Aku tidak sengaja! Kembalilah! Cepat pulang!”
“Aku baru saja datang! Kenapa kau
menyuruhku pulang? Ada apa denganmu?”
Hongbin panik, tubuhnya mulai bereaksi. Ia juga meringis kesakitan dan
Ilhoon melihat tubuh Hongbin mulai menggelembung di beberapa bagian dan
kemudian PASSH! Gelembung itu pecah dan mengeluarkan sebuah kuncup bunga.
Semakin Hongbin terlihat panik, kuncup itu mekar dan merekah menjadi bunga yang
indah. Ilhoon yang ketakutan melihat hal itu tidak bisa berteriak, ia hanya
tersungkur memegangi tangan kanannya yang mulai membengkak. Telapak tangannya
mulai terlihat kebiruan.
“Ambilah ini, oleskan ke tanganmu. Cepat!
Jika tidak kau akan menjadi sepertiku!” teriak Hongbin sambil mencabut salah satu kuncup
yang muncul dari dalam tubuhnya.
Dengan ragu, Ilhoon mengambil kuncup itu dan mengoleskan pada telapak
tangannya yang terluka, kemudian gelembung air di tangannya mengempis dan
hilang begitu saja, namun ia tidak dapat merasakan apapun di tangannya.
“Pergilah! Jangan pernah kesini lagi!
Jangan ceritakan hal ini kepada orang lain! Berjanjilah!”
Ilhoon segera pergi, ia merasa ngeri melihat temannya ditumbuhi bunga
seperti itu dan yang tadinya tumbuhan berwarna perlahan menghitam dan kering
lalu mati. Sesampainya di desa, ia begitu lemas dan kemudian pingsan.
#Flashback end#
***
Hana masih belum bisa percaya, jika kecacatan yang ia lihat selama ini
adalah karena racun bunga itu. Telapak tangan kanan Ilhoon menjadi sedikit membiru
dari yang kiri dan kini Hana tahu apa penyebabnya. Namun ia masih tidak
mengerti mengapa Ilhoon kini amat membenci makhluk hutan yang pernah menjadi
teman semasa kecilnya itu.
“Oppa, apa kau benar-benar
membenci dia? Kenapa?”
Ilhoon tampak memandang ke kejauhan, “Aku sedih, karena dia menyuruhku
untuk tidak pernah datang lagi menemuinya.”
“Mungkin dia hanya tidak ingin melihatmu terluka lagi seperti waktu itu..”
Ilhoon melihat sekitar dan kemudian menarik adiknya menuju sebuah jalan
setapak panjang.
*
“Oppa, apa kita akan menemuinya?
Apakah dia berbahaya? Apa dia akan membunuh kita?” pertanyaan Hana begitu
banyak, dalam hatinya ia juga khawatir tidak bisa pulang dan menyembuhkan ayah
mereka.
“Ku Harap tidak, tapi aku tidak tahu lagi. Aku tidak pernah lagi melihat
orang itu, bahkan sekalipun. Ku harap...yah, ku harap.” Terlihat Ilhoon yang
masih menyimpan sebuah asa dengan tatapan yang berbinar lemah. Ia menyukai
Hongbin karena hanya orang itu yang mau bermain dengannya saat ia masih begitu
muda.
Ilhoon terlahir tidak seperti anak-anak yang lain. Jantungnya sedikit lemah
dan tidak mampu untuk berlari terlalu jauh, dan ia tanpa sengaja bertemu dengan
Hongbin yang rela menolongnya ketika ia terengah membutuhkan oksigen lebih. Ya
itu sudah sangat lama, bahkan Ilhoon tidak bisa mengingatnya dengan jelas.
Mungkin sekitar usianya 4 tahun.
“Oppa...tunggu...” Hana menarik
lengan Ilhoon, “aku menjadi ragu...”
Ilhoon menggenggam kedua tangan Hana, “Tenanglah, kau tidak sendiri. Ada
aku disini. Aku akan selalu melindungimu apapun yang terjadi.”
Hana terharu melihat betapa gigihnya sang Kakak yang selalu melindungi
dirinya yang selalu menyusahkan itu.
*
Mereka terus menyusuri jalan kecil itu, cukup lama dan kemudian Ilhoon
mencari sesuatu di antara semak belukar yang benar-benar suram itu.
“Seharusnya disekitar sini ada terowongan kecil, tapi aku agak lupa dimana
tempatnya..” Ilhoon mencoba menarik sulur tumbuhan merambat yang begitu panjang
sampai akhirnya ia menemukan sebuah lubang kecil yang ternyata tertutupi oleh
semak belukar tanaman menjalar. “Ah, Hana! Masuklah, aku aku akan menyusulmu
dari belakang.
Mereka menyusuri terowongan yang lebih mirip gorong-gorong, hanya saja itu
terbentuk secara alami dari batang tumbuhan yang tumbuh melingkar.
“Oppa, aku takut...” lalu ia
menengok ke belakang dan meraih tangan Ilhoon. “Apakah dia akan memberikan kita
tanaman yang ku cari? Jika ia tidak mau bagaimana?”
Ilhoon menarik nafas panjang, “Pasti dia akan memberikannya. Tenang saja.”
Kemudian mereka sedikit menginjak tanaman yang mulai tampak aneh, mereka
menyingkirkannya agar bisa keluar dari terowongan tersebut, namun rupanya kawat
berduri menutupi jalan keluarnya.
“Oppa, bagaimana ini? Sepertinya
sudah di tutup menggunakan kawat berduri!”
Kemudian dengan menyingkirkan sedikit dedaunan, Ilhoon dan Hana mengintip
dan mereka melihat sebuah gubuk yang sudah rusak disana-sini, seperti tidak ada
tanda-tanda kehidupan di sekitarnya.
“Oh Oppa! Itu bunga itu yang kau
ceritakan padaku? Kita hanya perlu mengambil daunnya saja! Iya kan?”
Ilhoon melihat ke sisi sebelah kanan, iya bunga itu yang menyembuhkannya
dari insiden waktu itu. Bergerombol di sebuah sudut tepat di samping rumah.
Ilhoon mencoba mengingatnya, dibalik bunga itu adalah kamar Hongbin. Ia masih
ingat betul jendela itu.
“Itu kamarnya, Hana, hitungan ketiga tendang kawat ini.”
Hana mengangguk, “TIGA!” mereka berteriak bersama dan memijak kawat berduri
itu sekuat tenaga namun tak begitu saja terlepas. “Ah Oppa, bagaimana ini?”
“Ayo kita lakukan sekali lagi, tolong tendang lebih keras.”
Hana melakukannya sebelum aba-aba dari Ilhoon dan kawat itu ambruk. “Aku
menjatuhkannya!” teriak Hana senang. Kemudian ia menarik Ilhoon dari terowongan
itu. “Kita mulai dari mana, Oppa?”
Ilhoon menarik nafas panjang lagi, seperti waktu itu, ia mendekati jendela
kamar Hongbin dan memanggilnya. Seperti
Dèjavu..... “Hongbin-a, apa kau
di dalam sana?” ucap Ilhoon sambil mengetuk pelan jendela kaca berdebu itu.
*
Ia sedikit menoleh, dan waspada, namun ia tidak pernah melupakan kebiasaan dan
suara itu. ....Ilhoon-ya? Ia sempat
tidak percaya, namun juga kesal. Hal itu seperti terjadi kemarin, ia masih
segar di ingatannya.
Dengan ragu ia mengangkat jendela itu, menemukan sosok tinggi tampan
memandangnya dengan tanpa ekspresi. Mereka gugup bertemu satu sama lain,
terlebih ia tidak ingin menyakiti temannya.
Ilhoon melihat ekspresi lelaki yang lebih tua setahun darinya itu. Orang
itu tampak terkejut dan seperti tidak percaya jika dirinya akan melanggar
janji. “Maaf aku datang tanpa di undang.”
Belum sempat Hongbin merespon Ilhoon, ia tidak sengaja melihat gadis itu tengah
bersembunyi di balik sulur-sulur rapat, ia menelisik dengan ketakutan. Hongbin
bereaksi, tubuhnya mulai terlihat membiru.
“Hongbin-a, aku menepati
janjiku.” Ucap Ilhoon mencegah Hongbin berubah lebih menakutkan lagi.
Kemudian Hongbin terlihat lebih tenang, “Jung Hana...?” ucapnya pertama
kali, ia masih mengingat nama itu. “Nama yang indah...” ucapnya melunak.
“Hana, kemarilah!” panggil Ilhoon sambil mengulurkan tangannya, “jangan
takut, aku ada disampingmu.”
Perlahan Hana menghampiri Ilhoon tanpa mengalihkan pandangannya dari Hongbin
yang tampan itu. Ekspresi mereka sama, tidak percaya dan tidak bisa
berkata-kata. “O...o..op..oppa~....apakah
dia orangnya?”
Kini aku tahu, kenapa orang-orang
menyebutnya manusia beracun...aku dapat melihat ‘racun’ itu dengan jelas. batin Hana dalam hatinya sambil terus
mendekati mereka.
“Hongbin-a,....aku, aku minta
maaf soal yang waktu itu. Kami ke sini memerlukan daun itu..” ucap Ilhoon tanpa
basa basi, ia menunjuk segerombol bunga yang dekat dengan tempatnya berpijak. “Jika
Hana tidak memaksaku, aku tidak akan pernah mengunjungi tempat ini lagi.”
Hongbin terlihat marah, “Kau melanggar janji!”
Ilhoon memiringkan kepalanya, ia tidak mau melihat wajah itu. “Aku
terpaksa, aku tidak bisa berbohong lebih lama kepada Hana. Aku hanya
menceritakannya pada Hana, dan aku tidak bisa berlama-lama di tempat ini. Orang-orang
di desa akan menyadari jika kami pergi terlalu lama.”
“Hongbin-ssi...., kenapa? Kenapa waktu
itu kau mengusir kakakku?”
Pertanyaan Hana membuat kedua lelaki itu menatapnya, “Hana, apa yang kau
bicarakan?” Ilhoon tidak suka membahas hal itu. Ia membenci semuanya jika
mengingat hal itu.
Hongbin terlihat menghela napas dan ia menjawabnya, “Aku tidak ingin semua
temanku mati di tempat ini. Dia adalah orang terakhir yang berteman denganku,
sebelum itu...aku sudah secara tidak sengaja membunuh semua temanku. Sesungguhnya
aku tidak ingin menyakiti mereka,...”
Ilhoon terbelalak tidak percaya, ia bahkan tidak tahu ada orang lain yang
terlebih dahulu mengenal Hongbin daripada dirinya. “Kenapa kau tidak pernah
menceritakannya padaku?” ucap Ilhoon penuh emosi dan mencekik leher Hongbin
dengan tangan kanannya.
“Oppa, hentikan! Kita ke sini
bukan untuk berkelahi!” Hana menarik tangan Ilhoon dari leher Hongbin, “Maafkan
kami, Hongbin-ssi....apa kau akan
memberikan apa yang kami butuhkan?”
Lalu Hongbin terlihat kesal, ia melompat keluar jendela dan menghantam
Ilhoon, ia mencekiknya, dari balik kausnya, dari punggungnya tampak seperti
setengah lingkaran, kemudian pecah dan sesuatu menyembul dari baik kausnya.
Ilhoon menarik baju itu sampai robek. Hana begitu terkejut ia melihat apa yang
di ceritakan kakaknya ternyata bukan bualan semata.
“Oppa!” teriak Hana, ia bingung
dan panik harus berbuat apa. Ilhoon berusaha tetap sadar dan mencekik balik
Hongbin, mereka sampai bergulingan di rerumputan dan Hana melihat beberapa kali
kakaknya bersentuhan dengan bunga beracun.
“Oppa!” teriaknya lagi kemudian
memberanikan diri menarik Hongbin supaya ia terpisah dari Ilhoon, “Jangan
lakukan hal itu kepada kakakku!” teriaknya, keadaan menjadi rusuh dan tidak
terkendali, seperti waktu itu, Ilhoon melihat sekelilingnya menghitam dan
perlahan mengering. Dadanya sakit, ia menekan keras dadanya. Ia tidak bisa
menolong adiknya yang dicekik Hongbin.
“O...Op...Oppa~...” seru Hana
lemah membuat perhatian Hongbin terpecah, ia melirik Ilhoon telungkup dengan
memegangi dadanya sambil terus berusaha meraih tangan adiknya.
“Apa...apa yang ku lakukan....” gumam Hongbin kepada dirinya sendiri sambil
memandangi kedua tangannya yang sudah membiru.
Hana merangkak ke arah kakaknya berada, ia tidak peduli lehernya membiru
dan terluka, ia kemudian memangku kepala Ilhoon dan menangis. “Oppa! Oppa!” hanya itu yang di dengar
Ilhoon, ia juga berusaha bernafas sestabil mungkin. Sudah lama penyakitnya
tidak kambuh seperti ini.
“Ilhoon-ya!” teriak Hongbin
kemudian, “Ilhoon! Jung Ilhoon!”
Keadaan yang kacau balau membuat Hana hanya menatap sang kakak dan
menangis, kemudian ia melihat Hongbin memetik bunga yang merekah dari balik
badannya dan memasukkannya secara paksa ke mulut Ilhoon.
“Kunyah dan telanlah! Ilhoon! Lakukan!” Hongbin terus memaksanya, “Baboya! Kunyah dan cepatlah telan!!”
Dengan susah payah Ilhoon mengunyah dan menelan bunga beracun itu. Suasana menjadi
hening, bahkan napas Ilhoon terdengar begitu sengsara, wajahnya pucat sekali.
‘HOSH...HOSH...HOSH...’
Melihat Ilhoon yang berjuang untuk bernafas normal, Hana merasa tidak
terima dengan apa yang dilakukan Hongbin. Ia menamparnya dengan keras. ‘PLAK!’
“Apa yang kau lakukan kepada kakakku!?”
Hongbin terlihat lunglai, ia menatap Hana, “...aku menyelamatkannya. Tidakkah
kau melihatnya, ia baik baik saja!?” ucapnya sambil menyeka keringat di
lehernya. “Aku sudah katakan padamu, jangan kembali kesini, tapi kenapa kau
begitu susah untuk melakukan hal itu?”
Jung Ilhoon kemudian bangkit, wajahnya kembali mulai bugar. “Aku ke sini
demi adikku!!”
Hongbin menatap Hana dengan tatapan yang kesal, kemudian ia mengalihkan
pandangan ke deretan tanaman beracun itu dan memetik beberapa helai daun. “Jangan
bergerak!” ucapnya kepada Hana. “Dan jangan tampar aku lagi seperti itu.” Ucapnya
dengan tatapan yang serius.
Hongbin memakan daun yang ia petik, kemudian memuntahkannya ditangan dan
mengoleskannya ke leher Hana yang tampak membiru dan kasar. “Kenapa kalian
nekat sekali ketempat seberbahaya ini? Seharusnya kau tidak pernah menemui aku.”
Ilhoon tampak kesal, “Maumu itu apa?!” Ilhoon menghentakkan kakinya keras
membuat Hongbin menatapnya tajam. “YAAHH!~”
hanya itu kata-kata yang keluar dari mulutnya. “Jeongmal....” eluhnya berakhir dengan nafas yang seperti terburu
karena saking kesalnya.
“Hongbin-ssi...kau belum menjawab
pertanyaanku...bolehkah aku meminta beberapa helai daun ini? Aku harus segera
kembali, ayahku sedang sakit parah...” airmata Hana mengalir dan menetes di
tangan Hongbin.
Pemuda itu menatap Hana, ia melihat ketulusan dan keberanian di mata gadis
itu. Tatapan yang sama ketika pertama kali bertemu dengan Ilhoon. “Tentu saja, akan
kuberikan sebanyak yang kau butuhkan. Setelah itu, jangan pernah kembali ke
sini, ini peringatan terakhirku. Aku tak segan-segan akan melukai kalian lebih
dari ini jika aku melihat kalian lagi setelah ini.”
“Kenapa? Menurutku, kau tidak akan benar-benar melukai kami, iya kan?”
Pernyataan Hana membuat Ilhoon dan Hongbin menatapnya, bahkan Ilhoon
menyangka jika adiknya akan ketakutan setengah mati melihat Hongbin. “Cepat
selesaikan apa yang kau kerjakan, lalu biarkan kami pergi dari sini!”
Hongbin dengan cepat mengolesi leher Hana dengan muntahan daun itu kemudian
memetik banyak untuk diberikan kepada Hana serta membantunya berdiri. “...Semoga
Ayah kalian segera sembuh.”
“Ayo Hana, kita harus segera kembali dan segera ke kota! Waktu kita tidak
banyak!” teriak Ilhoon yang terlebih dahulu memasuki terowongan itu.
“Tunggu apa lagi? Pergilah.” Ucap Hongbin menunggu Hana menghilang dari
hadapannya.
Hana menatapnya, ekspresi itu, Hongbin sedikit tidak rela membiarkan
dirinya dan Ilhoon pergi. “Gomapda.” Ucapnya kemudian memeluk pria tinggi itu
tanpa takut dirinya terkena racun lebih banyak. Kemudian ia menyimpan daun itu
di saku mantelnya dan ia meraih rantai yang ada tengkuknya. “Simpanlah, aku
akan datang lagi lain kali tanpa Ilhoon.” Ucap Hana berjanji dengan memberikan
jaminan sebuah kalung berbentuk daun kepada Hongbin.
“Kenapa kalian begitu keras kepala?” ucap Hongbin yang telat menyadari jika
gadis itu mengecup pelan dagunya.
‘CUP’
“.....”
Kemudian Hana segera menyusul Ilhoon yang sudah jauh berada di depan. “Oppa tunggu aku!” teriakannya menggaung
dan kalimat terakhir yang Hongbin dengar sebelum semuanya benar-benar kembali
sunyi.
***
Sejak hari itu, semua orang desa benar-benar menutup areal hutan dan tidak
ada yang boleh memasukinya tak terkecuali siapa pun. Keadaan berangsur aman dan
terkendali, kesehatan ayah Ilhoon membaik, seperti apa yang Hana perkirakan. Mereka
kembali berkumpul dan berencana meninggalkan desa itu.
Hal yang berat untuk Hana, karena ia sudah berjanji akan kembali menemui
Hongbin. Namun waktunya sudah mepet dan Hana tidak gampang lagi untuk
menyelinap keluar rumah jika tidak bersama Ilhoon.
Bagaimana ini? Aku sudah
berjanji padanya...dia pasti menungguku....
Ilhoon memperhatikan adiknya yang tampak risau mengamati Ibunya yang begitu
sibuk membereskan perabotan rumah. Ia hanya mematung di samping jendela rumah,
dan Ilhoon mengerti benar apa yang di pikirkan adiknya.
Ilhoon terlihat berbincang sebentar dengan Ibunya, lalu ia menarik Hana
keluar untuk berjalan jalan sebentar sebelum mereka benar-benar meninggalkan
desa ini.
“Oppa, tunggu!” sama persis
seperti waktu itu, Hana menghentikan langkahnya di tengah-tengah jalan setapak
yang sudah mulai ditumbuhi dedaunan lebat. Ia menatap Ilhoon dan kemudian ia
mendapati kakaknya tersenyum dan menyuruhnya masuk ke dalam terowongan itu.
Tanpa menunggu lagi, Hana langsung berlari menuju terowongan dan menemui
Hongbin. Tanpa Ilhoon.
*
“Hongbin-ssi!!!” teriaknya
kencang membuat manusia beracun itu membuka jendela begitu cepat.
“Jung Hana?” ia melompat keluar dan berjalan menuju Hana. “Kau kembali?”
tanyanya tidak percaya.
Perlahan senyum di wajah gadis itu berubah menjadi air mata.
“Kenapa? Kenapa kau menangis? Apakah Ilhoon meninggalkanmu?”
Hana menggeleng keras dan ia menyeka airmata dengan punggung tangannya. “Hongbin-ssi, aku tidak bisa menemuimu lagi
setelah ini...jadi ini kunjungan terakhirku.” Gadis itu tidak ingin memandang
wajah pemuda itu, terlalu berat untuknya meninggalkan seseorang yang baru ia
kenal dan sudah menolong nyawa ayahnya, Hana tak ingin memandang wajahnya yang
begitu sedih dan kecewa. “Kami akan segera pindah ke tempat yang jauh dan, aku
tidak tahu bisa kembali ke tempat ini lagi atau tidak...”
“Hana....” ucap Hongbin pelan, “..kau memang harus menjauhi tempat ini...”
Hana terus menunduk, tidak banyak kata yang ia sampaikan. Lalu ia meraih
secarik kertas di saku mantelnya, “Aku tahu mungkin hal ini tidak berguna sama
sekali untukmu,..tapi aku ingin kau menyimpan alamat rumahku yang baru.”
Hongbin menerima secarik kertas yang lusuh itu dan membacanya, “Aku tidak
akan pernah bisa kesini...” ucapnya penuh dengan kekecewaan.
“Aku tahu...tapi ada satu hal yang ingin aku ketahui,......apakah ada cara
untuk mengubahmu menjadi manusia biasa?”
Hongbin terkejut dengan pertanyaan itu, bahkan ia fikir tak seorang pun
menginginkan ia menjadi manusia biasa. “Aku...tidak tahu. Tapi.....,” Hongbin
menyeka airmata yang mengalir dari mata Hana, “...mungkin ini bisa...”
Hana terperanjat, melihat tangan Hongbin yang tidak lagi biru ketika
menyentuh airmatanya. “Airmata?”
Hongbin tidak bisa banyak berekspresi, “Mungkin, aku juga tidak pasti.”
“Hana, cepatlah!” teriak Ilhoon samar-samar terdengar dari kejauhan. Keduanya
tersadar, Hana tidak bisa berlama-lama di tempat Hongbin berada.
“Pergilah.”
Hana tak bisa menahan tangisnya, ia menangis sejadi-jadinya di hadapan
Hongbin, membuat lelaki itu bingung harus bagaimana.
“Oh hei hei lihat ini!” ucap Hongbin kemudian, “Aku memakainya!”
Hana melihat kalung yang ia berikan sebagai jaminan di gunakan oleh
Hongbin, “Kalungku!” serunya sedikit senang.
Hongbin tersenyum untuk pertama kalinya untuk Hana, “Pergilah, aku
usahakan, akan menemukan tempat barumu, kelak.”
‘GREB’
Hongbin memeluk Hana erat cukup lama, mereka jatuh, jatuh begitu cepat dan dalam.
“Ilhoon menunggumu, pergilah.”
Hana mundur beberapa langkah dan ia tampak begitu berat meninggalkan tempat
itu. Ia menatap Hongbin seakan tak ingin meninggalkan makhluk itu seorang diri.
“Aku....pergi...” ucap Hana pelan dan perlahan melepaskan genggaman
tangannya dari Hongbin.
Namun Hongbin menariknya kembali dan memberikan gadis itu ciuman perpisahan,
begitu
dalam dan berkesan.
Aku tidak akan pernah melupakan hal ini.
Aku harus menemuimu lagi, suatu saat nanti. “Tunggu aku, tidak akan lama.” Ucap Hongbin
setengah berbisik kemudian membiarkan gadis itu pergi.
*
Ilhoon menunggu Hana sambil memainkan sulur yang begitu panjang menjuntai
dari atas ke bawah. “Eung? Hana?” ia
terkejut ketika melihat Hana muncul dari dalam terowongan.
“Kenapa?”
Ilhoon menunjuk bibirnya sendiri sambil menatap wajah Hana, “Itu...”
Hana meraba bibirnya dan benda mirip gel biru pekat melapisi bibirnya. Ia menghapusnya
segera sambil membalikkan badan.
“Ya~ ya~ apa yang kau lakukan dengan
orang itu!?” sebagai seorang kakak ia merasa kecolongan.
Hana hanya tersenyum, tersipu malu kemudian menggandeng kakaknya untuk
segera pulang dan pergi ke tempat yang jauh dari sini.
“YAHH! Hongbin-a awas kau!” teriakan Ilhoon sampai ke
telinga Hongbin walaupun hanya seperti bisikan pelan.
......
Ku pastikan kita akan bertemu lagi,
Ilhoon-ya.
TAMAT
-----------------------------
[Hongbin’s scene]
“Ah, dapat!” serunya pelan ketika melihat jebakan yang ia pasang terbuka.
Hongbin perlahan mendekatinya dan memastikan tidak ada manusia di sekitarnya. Perlahan
ia melihat apa yang masuk ke dalam jebakan yang ia buat.
“Oppa!”
Hongbin mendengar teriakan seorang gadis dari dalam lubangnya, “Apa yang
masuk ke dalam perangkapku?” ia melihatnya perlahan dan menemukan seorang gadis
yang terjerembab terlalu dalam.
Ia melihat gadis itu belum pingsan sepenuhnya, namun dipastikan gadis itu
samar melihat dirinya kemudian Hongbin
menyadari benar jika sosoknya terlihat oleh gadis itu.
Hongbin mencoba mengingat wajah gadis yang tengah pingsan itu.
-----------
aku suka bangeettt......bisa dibilang adegan terakhir itu, romantis. aku suka semuanya! beneran, serius! nggak perlu gamblang nyeritain perasaan tokohnya, cukup sedikit adegan sederhana tapi ngena banget sumpah itu aja udh tahu. sederhana, tapi berkesan. Like it!
BalasHapus