Tittle :
Another Poison
Cast :
Lee Hongbin (VIXX) – Jang Moonie (OC) – Yoo Ah In (actor from Antique Bakery) –
Lee Ilsoon (OC) – Soo Jin Byul (OC)
Genre :
Fantasy / Lover / Friendship
Theme
Song : all kpop song
Author :
Ravla Lavender
-------------------------------------------------
ANOTHER POISON
[Jang Moonie’s POV]
“Kamu suka tempat kita yang baru,...Moonie?”
Gadis itu cukup lama berdiri memandang hamparan padang rumput luas yang
membentang di depan halaman rumahnya. Sebuah desa namun tempat ini tidak sekuno
yang ia pikirkan. “Kurasa aku akan betah disini, Oppa. Tapi bagaimana dengan
pekerjaanmu? Itu kan jauh sekali dari sini.”
“Moonie-ya, Oppa akan baik-baik saja. Jangan terlalu merisaukan aku! Ku
rasa kau harus segera berbenah, sebentar lagi Appa dan Eomma akan segera
datang.” Ucap Oppa itu dengan menepuk pundak adik perempuannya dua kali. “Aku
akan mencari makanan ringan di sekitar sini. Jangan pergi jauh-jauh ya! Tunggu
aku!” ucapnya kemudian berlalu.
“Ah In Oppa!” panggil itu kemudian melambaikan tangan dan kemudian menuju
kamarnya dan mulai membuka tumpukan kardus berisi pajangan dan buku-buku
sekolahnya.
‘GRASAK!’
Sebuah suara gaduh terdengar dari sebuah sudut di luar rumah. Moonie
mendatangi sumber suara dan tidak menemukan apa-apa. Namun ia merasa ingin
menelusuri padang rumput itu karena nampak dari kejauhan ada sebuah gundukan
tanah yang membentuk bukit, cukup tinggi dan ditumbuhi oleh pohon-pohon yang
cukup lebat.
Moonie menghentikan langkahnya dan mencoba menahan diri, ia tidak mau membuat
masalah di hari pertama mereka pindahan. Ah In Oppa akan begitu khawatir jika
ia menghilang.
“Tapi aku ingin kesana...sepertinya tempat itu menarik...tapi bagaimana....aku
tidak mau membuat Ah In Oppa khawatir lagi...”
Angin yang berhembus sore hari membuat suasana semakin indah dengan cahaya
mentari yang samar-samar menyinari tempat itu. Terkesan sangat damai namun
begitu misterius.
“Moonie-ya, dimana kau? Moonie-ya!” sebuah suara memanggilnya, sepertinya
orang tuanya sudah datang.
“Ne~ Eomma! Aku segera datang!”
*
Malam hari begitu tenang dan yang terdengar hanya suara gemericik air dan
gesekan dedaunan yang terkena angin. Sesekali terdengar suara jangkrik yang
membuat tidur akan semakin pulas. Namun tidak dengan Moonie. Ia sengaja memilih
kamar yang bisa melihat langsung ke arah gundukan tanah besar itu. Ia
mengamatinya dibawah sinar bulan yang cukup terang. Tempat itu di malam hari
terasa begitu menyeramkan, namun tetap saja, hasrat gadis itu semakin besar.
“Kenapa tidak sekarang saja aku kesana?” ucapnya pada dirinya sendiri. Ia
bangkit lalu mengambil jaket dan memakai sepatu, “gila. Apa yang sedang aku
lakukan? Ini sudah jam 2 dini hari!” tegurnya kemudian saat ia hendak melangkah
keluar kamar. “Kenapa aku ingin ke sana?” ujarnya saat ia mulai mengambil
langkah pertama.
‘SRAK, SRAK...’
Moonie berjalan perlahan agar tak ada seorang pun yang mendengarnya, ia
menyinari pijakannya dengan sinar ponselnya. Semakin dekat, perlahan namun
pasti. Ia semakin merasakan debar jantung yang kencang. Padahal Moonie tahu,
tempat itu hanya di tumbuhi pepohonan tua.
[Jang Moonie’s POV end]
***
[Yoo Ah In’s POV]
“Apa yang dia lakukan?” gerutu laki-laki dewasa itu dari balik jendelanya,
melihat sang adik yang berjalan seorang diri menuju gundukan tanah tersebut.
Bagaimana tidak, dia tahu benar tabiat adiknya itu. Seorang insomers akut yang
selalu dipenuhi ide gila dan tidak masuk akal. Ia menganggap Moonie perlu untuk
lebih banyak melakukan sosialisasi dengan orang lain.
Ah In kemudian menyusul adiknya, namun tanpa ia sadari, Moonie sudah
menghilang di tengah kegelapan. Ia tidak bisa berteriak, ia tidak mau
membangunkan kedua orang tua Moonie, ia sadar betul, kehadirannya dirumah ini
hanya sebagai penjaga Moonie semenjak gadis itu suka berjalan dalam tidurnya.
Yoo Ah In bukanlah kakak kandung Moonie, keluarga Jang mengadopsi Ah In
ketika ia berusia 10 tahun dan kala itu Moonie masih berusia 4 tahun. Usia
mereka terpaut enam tahun.
Yoo Ah In merupakan kerabat dekat dari Moonie, kedua orang tuanya
menelantarkannya dan pergi entah kemana. Karena rasa iba yang tinggi, ayah
Moonie memutuskan akan mengurus Yoo Ah In dan juga menjadikan dirinya sebagai
penjaga Moonie. Sejak 5 tahun yang lalu, ketika Moonie berusia 15 tahun, ia
memiliki kebiasaan aneh yaitu berjalan dalam tidur. Semenjak itu Ah In tidak
bisa tidur sebelum memastikan adiknya itu tidur nyenyak dan aman.
“Jang Moonie! Moonie-ya!” desisnya berusaha keras, namun ia tidak bisa
menemukan adiknya. Hanya ponsel milik Moonie yang masih menyala di dekat
dirinya berpijak. “Apa dia berjalan dalam tidur lagi?”
Suasana gelap dan angin mulai berhembus pelan. Sudah setengah jam, tepatnya
pukul 2.30 dini hari ia menghilang di dalam kegelapan. “Moonie-ya, jangan
bercanda! Cepat kemari! Kau tidak ingin membuat Appa dan Eomma terbangun,
bukan?”
Oppa itu seperti bicara dengan ilalang tinggi, gundukan tanah itu terlihat
begitu mengerikan baginya. Ia tidak akan mencari Moonie ke sana. Yoo Ah In
memiliki kenangan buruk dengan hutan dan sejenisnya. “Jang Moonie! Cepat
kembali!”
‘KRIK, KRIK, KRIK....’
Hanya suara jangkrik yang kemudian terdengar. Ponsel yang ia genggam masih
menyala, masih hangat. Moonie pasti telah menggenggamnya erat.
Kemana bocah itu?!
[Yoo Ah In’s POV end]
***
“Moonie-ya! Ayo cepat bangun! Kau tidak mau terlambat ke sekolah baru kan?”
Eommanya berteriak dari balik pintu kamarnya, sesaat gadis itu tersadar dan
membuka matanya.
Ia tertidur jauh dari selimutnya, bahkan ia tidur dengan masih menggunakan
sepatu, lengkap dengan jaket dan topi. “Semalam....semalam....” Moonie mencoba
mengingat apa yang telah terjadi semalam, namun sepertinya jam dinding yang ia
lihat membuyarkan segalanya, “OMO! Aku bisa terlambat jika tidak segera mandi!
Ini sudah pukul setengah tujuh pagi!”
Dengan segala kerumitannya ia buru-buru mengambil perlengkapan mandi yang
belum sempat ia keluarkan dari dalam kopernya, mengambil pakaian seadanya dan
memakai seragam barunya begitu saja. Bahkan ia lupa mengelap wajahnya yang
masih basah.
Ah In yang melihat adiknya begitu tergesa-gesa, menariknya dan mengelap
wajah gadis itu sejenak menggunakan tisu. “Berikanlah kesan pertama yang baik
di hadapan teman-temanmu! Jangan berlari, nanti kau bisa jatuh lagi seperti
itu. Dan jangan lupa mengikat tali sepatumu dengan rapi!”
“Ah! Aku sudah besar Oppa!” Moonie menyeka air yang tersisa dengan dasi
yang melingkar di lehernya. “Sudah ya, aku bisa terlambat jika berdiri di
depanmu terus! Bye Oppa!”
Ah In melihat gadis itu menuju meja makan dan menggigit sandwich di
mulutnya dan tangannya sibuk menganyam dasi di lehernya, setelah itu ia memakai
sepatu dengan tali yang di ikat seadanya. “Gadis itu kapan bisa rapi sedikit
saja?!” gerutu Ah In yang kesal melihat adiknya selalu terlambat di hari
pertama sekolahnya.
*
Moonie mengikuti langkah murid lain yang berjalan di sekitarnya, sampai
seseorang menyapanya dan membuatnya menghentikan langkah. Ia menatap orang itu
dengan melotot, ekspresi tidak percaya.
“Hei kamu yang memakai sepatu putih!! Tunggu!”
Moonie menatap orang itu dengan tidak percaya. Mulutnya terkunci, bahkan ia
tidak bisa membuka mulutnya.
“Kita bertemu lagi.” Bisik bocah laki-laki itu, “Apa yang kau lakukan, jika
tidak cepat, kau akan terlambat! Kajja!”
‘Dia yang semalam kan?`
*
/FLASHBACK/
“Aduh!” Moonie tanpa sengaja tersandung batu dan
terjatuh. Ponselnya terlepas dari genggaman tangannya. “Gelap! Aku tidak bisa
melihat! Bagaimana ini?”
Moonie menengadah dan bulan yang bersinar terang
menyembunyikan sinarnya di balik awan tebal. Moonie meraba sekitar dan berharap
ponselnya tidak terlempar begitu jauh dari tempatnya terjatuh, namun ia tidak
bisa menemukannya.
“Siapa kau? Apa yang kau lakukan disini?”
Sebuah suara mengejutkannya, wajahnya bersinar. “Jangan
makan aku!” ucap Moonie sambil menyilangkan kedua tangannya di depan wajah. “Aku
tidak enak!”
“Aku tidak makan manusia. Sedang apa kau disini? Datang
dari rumah yang disana? Penghuni baru ya?”
“Iya!”
Orang itu menghela napas, “Mau ke gundukan bukit itu? Itu
rumahku. Bahkan tidak ada orang yang berani kesana. Aku bisa membunuhmu.”
“Hah? Apa maksudmu?”
Dia laki-laki, menggosok leher, kemudian membantu Moonie
berdiri. “Sepertinya kau keras kepala, kalau begitu ikutlah denganku!”
*
“Ah ini tidak bagus....dia suka sekali mengganggu
waktuku...dia cerewet...aku tidak suka...dia memperlakukan aku seperti anak
kecil. Aku sudah 18 tahun!” ujar Moonie saat ia melihat Ah In Oppa dari atas
gundukan bukit itu. “Ah, itu ponselku!”
“Siapa namamu?”
Moonie memandang orang itu dalam kegelapan, namun wajah
orang itu memancarkan sinar, “Jang Moonie. Itu kakakku, Yoo Ah In.”
“Marga kalian beda?”
Moonie mengangguk, “Iya, dia bukan kakak kandungku. Aku
anak tunggal, tapi dia sudah ada di keluargaku sejak aku umur 4 tahun. Kami
terpaut usia 6 tahun. Sekarang dia sudah bekerja di sebuah perusahaan bulog. Ah
sudahlah, aku malas membicarakan orang itu.”
“Lalu, kenapa kau mendatangi bukitku? Apa yang ingin kau
ketahui?”
Moonie menyandarkan punggungnya ke batang pohon besar,
“Sebelum aku pindah kesini, aku pernah mendengar sebuah urban legend, di desa ini,
ada bukit yang berpenghuni makhluk setengah manusia. Aku ingin tahu apakah itu
benar atau tidak.”
“Jika itu tidak benar? Kau mau apa?”
Moonie memandang lelaki itu, “Jangan katakan jika kau
setengah manusia....”
Lelaki itu tersenyum, kemudian wajahnya tampak semakin
gelap, meredup. “Manusia tidak akan bisa mengeluarkan cahaya. Apakah itu cukup
menjawab pertanyaanmu, Jang Moonie?”
Moonie tampak bersiaga, namun lelaki itu terlanjur
menyentuh keningnya dengan sebuah jari telunjuk.
“Tidurlah, aku akan mengantarkanmu pulang.”
/FLASHBACK END/
*
Bahkan Moonie terlalu sibuk mengingat kejadian semalam. Ia hanya duduk di
kelas saat jam istirahat, sesekali teman baru menghampirinya dan berbagi
makanan. Ia melupakan kotak makannya di teras rumah.
“Jang Moonie!” seru sebuah suara dari pintu kelasnya, kemudian lelaki itu
masuk begitu saja dan duduk di kursi depan Moonie. “Kau lapar kan? Aku sudah
kenyang, makanlah roti coklat ini! Sungguh lezat.”
Moonie menatap orang itu dengan sinis juga bingung, “Mau apa kau. Apa yang
semalam kau lakukan padaku?” ujarnya pelan.
Lelaki itu hanya tersenyum, “Aku tidak melakukan apa-apa. Jika semalam kita
melanjutkannya, kita tidak akan bertemu saat ini. Benar kan?”
Jawaban lelaki itu seperti tidak bisa di tebak. Moonie mengambil roti
coklat yang ditawarkannya, “Lee Hongbin? Itu namamu?” ucap Moonie ketika
melihat tag nama yang tercantum di seragam lelaki itu. “Jadi benar, kau
setengah manusia?” bisiknya sambil mengunyah rotinya.
Lelaki itu menyunggingkan salah satu ujung bibirnya, “Jika bukan, apa kau
tetap mau menjadi temanku?”
Moonie tidak menjawabnya.
“Atau jika memang iya, apakah kau tetap mau menjadi temanku?
Aku....menakutkan lho!”
“Kau ini tidak punya teman ya? Semua orang pasti takut denganmu.”’
Kemudian Hongbin melirik ke salah satu sudut ruang kelas, ia melihat
segerombolan murid yang berbisik dan melihat ke arah mereka. Seketika itu
ekspresinya terlihat jauh lebih sedih.
Moonie jadi ikut menoleh ke arah sudut kelas, kemudian salah seorang
menghampirinya dan berkata, “Jang Moonie, jangan berteman dengannya! Kau belum tahu
kan, dia ini berbahaya! Dia ini memiliki racun yang perlahan bisa membunuhmu!”
Moonie kemudian melirik Hongbin, ia terlihat menunduk, sesekali raut
wajahnya terlihat terganggu dengan celotehan itu. Kemudian, Moonie berdiri
tepat di depan wajah orang itu.
“Aku memang baru di sini, dan terima kasih atas infonya. Tapi kau tidak
berhak melarangku berteman dengan siapa pun. Aku tidak mau beradu argumen
dengan kalian. Jadi ku mohon jangan campuri urusanku.”
“Moonie!” ucap Hongbin setengah mendesis. “Sudahlah~ aku pergi saja kalau
begitu...maaf sudah mengganggu kalian!”
‘GREB!’
Hongbin merasakan tangan gadis itu mencegahnya pergi. “Mau kemana? Kau
tidak perlu mendengarkan mereka, apapun dirimu, bagaimanapun bentukmu, aku
tetap temanmu!”
Hongbin menatap gadis itu, binar matanya begitu kuat dan tidak ada
kebohongan di dalam ucapannya.
“Jadi, jangan ganggu dia lagi sekarang. Jika aku melihat kalian lagi, dan
terlihat mengganggu Hongbin, kalian akan berurusan denganku!”
Kemudian, sekumpulan murid yang ternyata datang dari kelas lain itu bubar.
Moonie kembali mengajak Hongbin duduk dan ia melanjutkan memakan roti yang
baru setengah habis itu. “Sudahlah, sekarang kau tidak sendirian lagi.....aku
temanmu sekarang!”
“Jang Moonie, apa yang mereka katakan benar. Tahun lalu, kejadian serupa
seperti ini juga terjadi. Dan aku melukai temanku, aku takut, melukaimu lagi
seperti waktu itu.” Ekspresi wajahnya begitu sedih, terlihat sedikit trauma.
“Lee Hongbin, jangan samakan aku dengan temanmu yang lama~ aku tidak suka
di samakan dengan orang lain!” ucapnya sambil melirik penasaran ke arah
Hongbin. “Hei, jangan pasang wajah begitu! Aku tidak suka melihat orang yang murung!”
Hongbin mencoba tersenyum, lesung pipinya begitu mengganggu Moonie, ia
merasakan darahnya melonjak ketika melihat lelaki itu tersenyum. “Sudahlah,
kembali ke kelasmu, sebentar lagi bel masuk akan berbunyi!”
“Aku baru sekali ini masuk ke ruangan kelas 3.” Ujar Hongbin sesaat setelah
ia bangkit dan hendak melangkah.
“Maksudmu? Jangan katakan padaku jika kamu adalah juniorku?”
Hongbin kemudian hanya tersenyum dan melambaikan tangan, ia meninggalkan
ruangan kelas dimana Moonie berada.
***
Bel pertanda usainya jam pelajaran sudah berlalu 10 menit, Moonie masih
terlihat berkeliling di sekolah, ia selalu merasa ingin tahu dengan tempat
baru. Sampai ia melihat seseorang yang tidak asing di dalam kelas 2-4.
“Lee Hongbin? Kau kah itu?”
Namun lelaki itu tidak menjawab, Moonie mendekatinya dan wajahnya menunjukkan
ekspresi lain. Binar matanya berubah. “Lee Hongbin, kau baik-baik saja?”
Seperti tersadar, namun belum sepenuhnya. Lelaki itu menoleh kemudian
berpaling begitu cepat. Ia menutupi dadanya dengan tangan kanannya.
“Kau kenapa?” tanya Moonie sekali lagi, sampai akhirnya ia melihat suatu
noda dibalik telapak tangan itu. “Hongbin! Kau berdarah!” kemudian Moonie
meraih tangan itu dan menemukan seragam lelaki itu tersayat dan kulitnya
tergores. Moonie terdiam sesaat, sampai ia menggelengkan kepala dan membawa Hongbin
pulang.
*
“Katakan, siapa yang melakukan ini padamu. Aku akan membuat perhitungan
dengan orang itu!” ucapnya membara sembari membersihkan luka di dada lelaki
itu.
“Sudahlah, aku sudah sering di perlakukan seperti ini.”
Moonie melemparkan kapas yang ia pegang ke arah wajah Hongbin, “Kau senang?
HAH? Aku tadi kan sudah katakan padamu, aku temanmu dan aku tidak suka melihat
temanku di ganggu oleh orang lain!”
Moonie terlihat jengkel dan ia menyibak poninya menjadi berantakan. “Cepat
katakan, siapa yang melakukan ini padamu!”
“Orang yang tadi siang menghampiri kita dikelasmu. Murid dari kelas 3-6.
Namanya Soo Jin Byul. Dia memang seperti itu, selalu ingin menarik di hadapan
murid baru. Tapi tentang ucapannya, itu benar.”
Moonie melihat lurus ke arah Hongbin, kemudian ia membereskan kotak P3K dan
menyugukan segelas air putih untuk tamunya. Tidak lupa memberikan jajanan
ringan untuk Hongbin.
“Aku tidak mau kau terlihat oleh Ah In Oppa. Aku tidak suka masalah
pribadiku di campuri olehnya.” Ujar Moonie begitu serius. Ia hanya melihat
Hongbin mengangguk.
“Tapi kurasa dia begitu menyayangimu. Seperti saudara kandung. Kurasa, ada
baiknya juga aku tidak mengenal kakakmu.”
Mereka terlibat dalam sebuah pandangan, namun Moonie segera mengalihkan
padangan ke arah gundukan bukit itu, “Bagaimana rasanya tinggal di sana? Apakah
disana ada rumah juga?”
Hongbin mengangguk, “Tentu saja, aku tinggal bersama kakak perempuanku. Lee
Ilsoon. Tapi dia berbeda denganku. Dia hidup normal dan dia manusia. Kurasa aku
iri dengannya bisa banyak mempunyai teman.”
“Lee Ilsoon? Lalu, kau apa? Setengah manusia? Lalu setengahnya lagi, apa?”
Hongbin duduk di samping Moonie dan meminjam pundak gadis itu, “Aku lelah,
sebenarnya. Jika saja ada cara untuk mengubahku menjadi manusia....”
“Tapi kurasa tidak ada yang salah, lebih baik kau menjadi dirimu sendiri
dari pada harus mati-matian menjadi orang lain. Belum tentu orang lain
menyukainya.”
Hongbin mengarahkan bola matanya ke arah wajah gadis itu, namun ia hanya
bisa menatap dagunya, “Ilsoon Nuna pasti akan suka melihatmu. Dan dia pasti
akan terkejut aku memiliki teman lagi.”
“Hongbin, kau belum menjawab pertanyaanku...”
“Aaah~ itu.....mungkin ini terdengar seperti komik fantasi. Tapi yang bisa
aku ceritakan adalah,...ibuku seorang dewi bulan. Ayahku, manusia biasa.
Kakakku manusia biasa, dan aku setengah manusia.”
“Jadi semalam, wajahmu bersinar...itu bukan hanya delusionalku saja kan?”
Hongbin tersenyum dan mengambil tasnya, “Menurutmu?? Oh iya, terima kasih
perbannya. Kita bertemu besok di sekolah ya!”
Moonie bangkit dari duduknya dan tidak punya ide untuk mengeluarkan
kata-kata lagi. Dia selalu terpana dengan cerita fiksi. Yah, dia masih berpikir
semua ini adalah sebuah mimpi. Mimpi yang nyata.
***
“Moonie-ya! Ayo makan dulu!” teriak Eomma dari dapur, sementara itu Moonie
sedang sibuk tiduran dan memandang gundukan bukit itu. Begitu gelap dan lelaki
itu tinggal di dalam sana.
“Aku tidak melihat cahaya disana. Dia berbohong padaku? Haruskah aku kesana
lagi malam ini?”
“Jang Moonie, apa yang kau lakukan?!” tegur Ah In sambil menyalakan saklar
lampu yang membuat mata Moonie kesakitan. “Cepatlah makan! Ini sudah malam!”
`Oppa ini....begitu berisik...kenapa Eomma mengadopsi
orang seperti ini?`
*
Berujung di meja makan, Moonie hanya melihat yang lain begitu lahap
mengunyah. Bahkan ia tak merasa lapar dan sesekali menghela napas panjang.
“Ya~ kenapa kau tidak makan? Eomma sudah susah payah membuatkan bulgogi untuk kita!” Ah In mengetuk
kepala Moonie dengan ujung sumpit.
“Oppa, aku tidak lapar. Jadi jangan memaksaku untuk makan malam ini. Simpan
saja di kulkas, aku akan membawanya untuk bekal sekolah besok.”
Moonie bangkit dan kembali ke kamarnya. Sebelum ia mematikan lampu kamar,
ia melihat secarik kertas terhimpit di balik bantal tidurnya.
“Hmm? Apa ini?”
Berhenti memandangi bukitku, aku bisa melihatmu dari
sini. Sampai bertemu besok di sekolah! Jangan lupa membawa bekal, dan makan
siang bersama di atap sekolah!
Moonie membaca surat tanpa nama pengirim itu. Sudah pasti dari Hongbin,
“Tulisannya bagus. Aku akan menyimpan ini.” Moonie menyimpan surat itu di dalam
bonekanya. Ia sengaja membuat ruangan pada bonekanya agar semua barang
berharganya tidak bisa di lacak oleh kakaknya.
***
Hari ini suasana hati Moonie benar-benar bagus, sampai sebuah pemandangan
buruk membuatnya naik darah. Moonie tetap berusaha terlihat tenang.
“Soo Jin Byul!” teriak Moonie dari kejauhan, ia mempercepat langkahnya. “Ku
rasa aku sudah memperingatkanmu kemarin.”
Soo Jin terlihat tersenyum getir. Murid laki-laki yang nampak rapi dari
luar namun memiliki kelakuan buruk. “Setengah manusia ini yang mulai duluan!
Kau tidak lihat bajuku jadi kotor begini? Dia menumpahkan susu coklatnya tepat
di bajuku!!” teriak Soo Jin di hadapan Moonie.
Moonie terlihat dengan tenang menyerahkan kotak makannya kepada Hongbin.
“Aku benar-benar tidak sengaja!” Hongbin memberikan pembelaan. “Aku tidak
tahu jika dia berdiri di belakangku!”
“Apa yang kau katakan!? Dasar makhluk setengah manusia!” ucap Soo Jin
sambil mencengkram kemeja Hongbin.
‘BUKK!’
“Jangan sentuh Hongbin, atau kau akan menyesal berurusan denganku!”
Hongbin begitu terkejut melihat Moonie memberikan sebuah pukulan tepat di
mata kiri Soo Jin. Pemuda itu meringis kesakitan dan kemudian pergi. “Akan ku
balas kau!” teriaknya pelan. Mungkin itu hanya gertakan.
“Moonie! Apa yang kau lakukan!? Bagaimana jika dia melapor ke Kepsek? Kau
akan di kenakan sangsi!”
Moonie meraih kotak makannya dan tidak banyak bicara, dia melangkah
meninggalkan Hongbin menuju atap sekolah.
“Jang Moonie! Jangan lakukan itu lagi, aku tidak mau orang lain susah
karena aku!”
Moonie berhenti dan berbalik, matanya terlihat memerah. Ia merangkul kotak
makanannya, erat. “Aku tidak mau melihat temanku dalam kesulitan. Kurasa ini
cukup adil. Aku tidak punya alasan untuk tidak membela temanku. Kamu mengerti
itu kan, Lee Hongbin?”
Hongbin melihat gadis itu berbalik kemudian sibuk dengan bekalnya, ia hanya
bisa menemani Moonie tanpa protes sedikit pun. Ia melihat tangan gadis itu
bergetar, memerah dan terlihat lebam akibat memukul wajah Soo Jin Byul tadi.
*
Semenjak kejadian tadi siang, Moonie benar-benar membisu. Bahkan Hongbin
tak berani menanyakan perihal tangannya yang sedikit membengkak.
“Hongbin-a...,mulai sekarang,...jangan jauh-jauh dariku. Mengerti?” ucap
Moonie sebelum ia menghilang di balik pintu rumahnya.
‘Gadis itu...bahkan ia lebih keras kepala dari Ilsoon
Nuna...’ batin Hongbin, ia
teringat dengan Ilsoon yang pernah menghajar seseorang yang mengganggu dirinya
beberapa tahun yang lalu.
***
[Lee Hongbin’s POV]
“Nuna, jadi aku harus bagaimana?” tanya Hongbin kepada Ilsoon ketika ia
selesai menceritakan tentang teman barunya itu.
Ilsoon tampak sibuk dengan pekerjaan kampusnya, usianya sepantaran dengan
Yoo Ah In. “Aku hanya khawatir ia sama seperti Jaeshik, lama kelamaan ia akan
meninggalkanmu. Ingat kan? Jaeshik takut kepadamu ketika kamu menunjukkan wujud
aslimu pada saat kalian camping bersama tahun lalu? Nuna tidak mau kau sakit
hati lagi.”
Hongbin berpikir sejenak, ia tidak bisa membayangkan jika kali ini, Moonie
bersikap seperti Jaeshik. “Tapi Nuna, hari ini ia memukul Soo Jin untukku. Dia
perempuan dan memukul sekeras itu.”
Ilsoon tampak tertarik dengan cerita adiknya, “Jinjjayo? Tidak biasanya aku
mendengar pembelaan sampai seperti itu. Apa dia bisa karate atau sejenisnya?”
Hongbin menggeleng, “Kurasa tidak, dia cenderung pemalas. Tapi semenjak ia
berbicara dengan Soo Jin kemarin, kurasa dia tidak main-main dengan orang itu.
Aku hanya khawatir ia terkena sangsi dari sekolah.”
Ilsoon menepuk pundak Hongbin, “Sudahlah! Dia akan baik-baik saja, Nuna berani jamin itu. Tapi
kenapa, kenapa dia begitu ngotot melindungimu. Tidakkah kau merasa aneh? Bahkan
pertama kali kalian bertemu, dia tidak merasa takut padamu kan?”
Hongbin berpikir lagi, terus berpikir sampai akhirnya ia mendapatkan satu
kesimpulan, “Apa dia menyukaiku? Tapi kurasa ini terlalu cepat. Kami baru 2
hari bertemu.”
Ilsoon melirik adiknya dengan genit, “Eiy~ atau bisa juga kau yang
menyukainya terlebih dahulu.” Ucapnya kemudian pergi ke dalam kamar.
“Itu....terdengar tidak mungkin....” ucapnya pada dirinya sendiri kemudian
melihat ke arah kamar Moonie di kejauhan sana. Pandangan seorang Hongbin bisa
melihat jelas gadis itu sedang memandangi bukitnya sama seperti kemarin malam.
Kemudian ia mengambil lampu senter dan menghidupkannya ke arah kamar Moonie.
‘PEET, PEET’
Hongbin memainkan lampu senternya, namun tak ada respon cahaya dari
kejauhan. “Ah, dia menutup matanya....mungkin dia lelah hari ini..” gumamnya
saat mencoba melihat gadis itu lebih dekat dengan pandangan supernya.
‘Aku memang setengah manusia, namun aku kira, aku sama
dengan yang lainnya...aku berpikir sama dengan manusia yang lainnya. Aku
menghirup oksigen, aku juga makan nasi...namun mengapa sebagian orang begitu
membenciku? Apa hanya karena aku setengah manusia?’
Hongbin mengambil cermin dan melihat dirinya dalam kegelapan. Wajahnya
perlahan memunculkan sinar kekuningan redup, sama seperti sinar bulan. Dia, Lee
Hongbin, adalah anak seorang dewi bulan dan juga manusia. Ia bisa menyala dalam
gelap, namun ketika ia benar-benar sedih, ia akan berubah menakutkan. Hal itu
yang terjadi setahun yang lalu ketika ia mengetahui jika Jaeshik berteman
dengannya hanya untuk bahan penelitian.
Hongbin merasa sedih dan ia tidak bisa mengontrol emosinya. Perlahan
wujudnya tak seindah biasanya, dan malam itu Jaeshik tak pernah muncul lagi.
Sampai saat ini, ia bertemu dengan Jang Moonie. Gadis yang begitu cepat merubah
suasana kesepian di sekelilingnya.
***
“Nuna, aku berangkat sekolah!” teriaknya dari luar kamar Ilsoon kemudian ia
berjalan kaki menuju sekolah. Ia sengaja berangkat agak siang biar bisa bertemu
dengan Moonie di jalan, namun setelah mengulur waktu ia tidak bertemu dengan
Moonie.
Ketika jam sekolah usai...
Bahkan hari ini ia tidak melihat Moonie disekolah, Hongbin mengecek ke
seluruh sudut sekolah, namun ia tidak melihat Moonie. Hari ini juga ia tidak
melihat Soo Jin Byul yang biasanya selalu saja mengoloknya.
“Sesuatu berjalan aneh hari ini...”
[Lee Hongbin’s POV end]
***
Sudah 4 hari Hongbin tidak bertemu dengan Moonie, namun ia selalu melihat
gadis itu di kamar memandangi bukitnya. Tanpa ekspresi dan Hongbin melihat
Moonie berkali-kali menghela napas panjang.
“Ada apa, Moonie?!”
*
Jang Moonie, beberapa malam ini ia terus memandangi gundukan bukit itu
dengan perasaan yang gelisah. Sebenarnya ia tidak bisa menahan hal ini lebih
lama lagi atau ia akan meledak tersedu-sedu tak terkendali.
“Moonie-ya, makanlah sesuatu! Aku tidak bisa melihatmu begini terus! Aku
tidak tahu harus menjawab apa kepada Eomma...” ucap Ah In sambil duduk di
samping Moonie. “Aku memang tidak tahu
apa yang sedang terjadi antara kau dan temanmu itu, namun jika tidak keberatan,
ceritakanlah padaku...”
“Hhhhh~....aku tidak tahu harus percaya pada siapa sekarang....semuanya
tampak sama...”
/FLASHBACK/
“Aku akan memberikan cupcake ini kepada Hongbin!” ucap
Moonie riang kepada dirinya sendiri, namun seseorang ternyata merebutnya dan
menghancurkan cupcake yang telah ia buat susah payah itu.
“Ups, maaf ya aku menghancurkan makananmu.” Soo Jin
tertawa geli dan kemudian berlagak tidak sengaja menginjak kue itu. “Sayang
sekali bekalmu untuk hari ini sudah jatuh dan tidak sengaja terinjak olehku...”
Moonie tidak menunjukkan ekspresi apapun, ia hanya memandang
lurus ke arah wajah lelaki yang sedikit lemah gemulai itu. “Maumu apa.
Katakan.”
Soo Jin terlihat tersenyum licik kemudian menarik Moonie
ke sebuah balik semak-semak. “Mudah saja...aku bisa terima kamu memukulku
kemarin siang. Aku tidak membalasmu karena kau perempuan...tapi kenapa kau begitu keras kepala membela Hongbin? Kau
kan tidak tahu dia bagaimana, kau baru saja bertemu dengannya. Dan saranku,
jika kau menyayangi Hongbin, jauhilah dia...”
“Jangan bicara omong kosong denganku!”
Soo Jin memeluk paksa Moonie, dan berbisik sesuatu,
“Hongbin itu milikku....tidak siapapun bisa memilikinya selain aku...mengerti?”
kemudian Soo Jin menepuk punggung Moonie dua kali.
“Kalau aku tidak mau? Kalau aku juga menyukai Hongbin?”
Soo Jin berbalik dan mencekik leher Moonie, gadis itu
merasakan tangan di lehernya berbulu dan bercakar tajam. “Kau tidak mengerti
juga ya? Manusia dan makhluk seperti Hongbin itu tidak akan bisa bersatu..jadi
kau tidak boleh terlihat olehnya lagi. Jika tidak, tentu kau tahu apa yang akan
terjadi pada dirimu, iya kan?”
Soo Jin melepaskan cengkramannya dan Moonie terjatuh
bersimpuh dan mencoba bernafas normal, cekikan itu meninggalkan bekas kemerahan
di leher Moonie.
“Soo Jin, kau monster!” Moonie mengambil kayu dan memukul
tengkuk lelaki itu, namun Soo Jin tetap melenggang menuju sekolah. “Tidak ku
sangka....kau monster yang berteriak monster....”
Moonie membereskan dirinya dan ranting dan dedaunan
kering di balik semak-semak, ia melihat sosok itu berjalan riang menuju
sekolah. Sudah pasti tidak sabar ingin bertemu dengan dirinya. Namun Moonie
tidak bisa, ia tidak ingin Soo Jin menyakiti Hongbin lebih jauh lagi. Ia juga
tidak ingin Hongbin merasa terus kasihan pada dirinya karena harus melihatnya
menghadapi Soo Jin itu.
“Mianhaeyo, .... Hongbin-a...”
/FLASHBACK END/
*
“Moonie-ya, aku tidak mau kau sakit karena terlalu memikirkan masalah itu.
Aku juga sebenarnya belum begitu percaya sepenuhnya dengan ceritamu. Namun aku
tidak punya pilihan lain selain mempercayaimu.” Ucap Ah In yang masih belum
bisa menerima pengakuan itu secara logis.
“Arraseo Oppa, anggap saja aku sedang mimpi panjang.”
Ah In Oppa tidak bisa berbuat banyak selain memberi Moonie support dan
menjaga cerita ini agar tak terdengar oleh orang tua mereka. “Moonie-ya,
kenapa? Kenapa kau seperti ini padanya...? Aku iri, kau bisa melindungi bocah
itu...”
Hal ini membuat Moonie bangkit dari posisi tidurnya, “Apa maksud Oppa? Dia
temanku, aku harus membelanya.”
Ah In menggeleng, “Tidak, tidak bukan apa-apa. Jika kau lapar, aku menyisakan
4 potong pizza di kulkas. Jaljayo.” Ah In kembali ke ruangan kerjanya, ia
merasa bahwa Hongbin begitu beruntung bisa bertemu Moonie. Dia tidak pernah
melihat Moonie begitu membela seseorang selama ini.
***
Jam 3 dini hari, Moonie ternyata masih terjaga dan sama sekali tidak
mengantuk sedikit pun, ia nekad mendekati gundukan bukit itu untuk menemui
Hongbin.
“Dari mana kau tahu aku tinggal disini? Apa kau memata-mataiku selama ini?”
Moonie mendengar suara itu, “Soo Jin?” Moonie melihat Soo Jin memeluk
Hongbin, namun Hongbin meronta, ia mendorong Soo Jin sampai tersungkur, namun
ia bangkit lagi, mengulangi perbuatannya.
“Apa yang kau lakukan? Pulanglah!” teriak Hongbin mengusir Soo Jin, namun
ia merasa terpojok dan Moonie melihat perubahan Hongbin malam itu.
“Hongbin-a...”
Dia memudar dan pucat, warnanya seperti bulan yang muncul di siang hari.
Matanya berubah menjadi abu-abu terang dan bercahaya dalam kegelapan. Begitu
juga dengan rambutnya yang berubah menjadi abu-abu silver. Hongbin ketakutan,
ia membutuhkan pertolongan.
“Lee Hongbin...jangan takut...jangan lari...kau milikku...” Soo Jin terus
saja menggiring Hongbin lebih jauh masuk ke dalam pepohonan yang menumbuhi
bukit itu, ia membuat posisi Hongbin terpojok.
“YAA~ SOO JIN BYUL!” teriak Moonie kemudian melemparkan lampu senter tepat
ke depan wajahnya. “Aku sudah katakan jangan ganggu Hongbin! Kau monster!”
Soo Jin berbalik dan dirinya mulai berubah. Tentu saja kini Moonie mengerti
mengapa Soo Jin begitu menyukai Hongbin. Dia adalah jelmaan manusia serigala,
dan mereka selalu berubah saat bulan purnama datang. “Kau tamat malam ini,
Moonie.” Ucapnya sambil mengerang pelan.
“Soo Jin....?” Hongbin terkejut melihat orang yang selama ini
mengolok-ngoloknya ternyata tak jauh beda dengan dirinya.
Kini giliran Moonie yang berhadapan dengan Soo Jin. Namun ia tak gentar, ia
berdiri dengan tegap dan percaya diri, semuanya akan baik-baik saja.
“Baboya! Cepat lari!” teriak Hongbin kemudian menusuk dada Soo Jin dengan
linggis kecil dari arah belakang. Soo Jin melempar Hongbin keras sampai kepalanya
membentur pepohonan pinus.
“Hongbin-a! Aku sudah katakan, jangan sakiti Hongbin lagi!!!” teriakan
Moonie membuat manusia serigala itu bersujud dan menutup telinganya. “Apa kau
tidak dengar, kau begitu hina! Tidak ada seorang pun yang menyukaimu, kau hanya
hama! Mengerti?!”
Saking kesalnya dengan Soo Jin, Moonie menghajarnya dengan tangan kosong.
Ia juga mendapatkan Soo Jin mencakarnya di beberapa bagian ditubuhnya, mereka
bertarung dengan liar dan akhirnya Moonie dengan mengerahkan tenaga terakhirnya
ia dapat membuat Soo Jin kembali ke bentuk semula.
“Apa yang....oh, Hongbin!”
Dalam kegelapan ia melihat seseorang menghampiri Hongbin dan kemudian orang
itu melihat ke arah dirinya. “Ilsoon...eonni~....”
***
“Ugh~.....” Moonie membuka matanya, ia melihat atap kamarnya berbeda.
Semuanya bermotif bintang-bintang dengan segala ukuran. “Siapa yang meletakkan
bintang di atap kamarku?”
“Jang Moonie! Moonie-ya! Kau sudah sadar? Kau bisa melihatku kan? Jawab aku
Moonie!”
Masih antara sadar dan tidak, Moonie mendengar suara yang begitu familiar.
“Oppa? Ah In Oppa? Ada apa...aku kenapa?”
“Kau tidak mengingatnya? Kau sungguh tidak mengingatnya? Hongbin yang
membawamu ke sini. Kau tidak ingat?”
Moonie berpikir sejenak, “Hongbin? Hongbin?” tanyanya sampai dua kali.
“Siapa Hongbin?”
Ah In tampak kebingungan, Ilsoon yang menceritakan semuanya pada Ah In
malam dimana ia melihat seorang gadis pingsan dengan banyak luka di dekat
rumahnya. Hongbin memaksakan dirinya untuk menghapus ingatan tentang dirinya di
benak Moonie, ia tidak ingin melihat orang di sekelilingnya harus menderita
karena dirinya.
*
Moonie telah sadar sepenuhnya, ia memandang keluar kamar dan tidak melihat
gundukan bukit itu lagi di sana. Semuanya sudah rata dengan tanah. Namun
percuma, batinnya, ia tidak mengingat apapun tentang Hongbin juga Ilsoon.
“Oppa, apakah ceritamu itu benar? Mengapa aku tidak bisa mengingat sedikit
pun tentang mereka? Dan mengapa di tubuhku banyak sekali luka goresan? Kenapa tanganku
begitu terasa sakit? Apa yang terjadi denganku?”
Kemudian Yoo Ah In memeluk adiknya dengan penuh kasih sayang, “Ada hal-hal
yang mungkin hanya di simpan dalam sebuah kenangan indah. Sebenarnya itu masih
ada di suatu tempat, hanya saja, mungkin sekarang bukan waktu yang tepat untuk
kau mengingatnya..aku yakin, suatu saat, kau akan mengingatnya seolah itu baru
saja terjadi kemarin.”
Moonie memandang Ah In dengan tatapan tidak mengerti, namun ia setuju
dengan perkataan kakaknya. “Suatu hari. Aku akan memberitahumu jika aku sudah
mengingatnya dengan baik.”
***
Setahun berlalu, selama itu pula Moonie berusaha mengingat mengenai
Hongbin. Sudah segala cara ia coba, namun belum menghasilkan apapun. Sampai
suatu malam di bulan purnama ia memeluk bonekanya sambil mengamati bulan yang
bersinar terang kekuningan.
“Langitnya jernih, .... bulannya bulat sempurna...., cahayanya temaram....,
.....angin yang berhembus pelan......seperti.......malam....itu....”
‘KLAK’
Dengan hati yang berdebar kencang, ia meraba bonekanya dan menemukan sebuah
resleting, perlahan dibukanya dan ia menemukan secarik kertas yang masih
terlipat rapi di dalamnya.
Berhenti memandangi bukitku, aku bisa melihatmu dari sini. Sampai bertemu
besok di sekolah! Jangan lupa membawa bekal, dan makan siang bersama di atap
sekolah!
“LEE HONGBIN!”
Moonie mendapatkan ingatannya yang hilang.
Ia berlari menuju bekas gundukan bukit itu, ia tidak menemukan apa-apa.
“Seharusnya ini disini! Seharusnya aku dapat melihat bukit itu disini! Kemana
bukitnya? LEE HONGBIN!”
Teriakan Moonie terdengar sampai telinga Ah In, ia juga menghampiri dan
Moonie menceritakan semuanya, termasuk kejadian malam itu.
***
Keesokan paginya, Moonie terlihat begitu risau dan bingung. Ia masih tidak
mengerti mengapa Hongbin melakukan hal ini padanya. Ah In mengatakan suatu hal
padanya semalam, “Ilsoon memberitahuku,
racun Hongbin yang membuatmu tetap bisa bertahan dari Soo Jin. Diam-diam ia
sudah mencampurnya dengan roti coklat yang ia berikan padamu waktu itu. Dan
racun milik Hongbin juga yang telah membuatmu melupakannya juga Ilsoon. Dia
tidak memberitahuku mengapa itu semua di lakukan. Menurutku, mungkin Hongbin
tidak ingin melihat kau menderita karenanya.”
“Hongbin-a, babo!”
Moonie berlari lagi ke padang rumput yang terletak persis di depan
kamarnya, ia berharap ini semua hanya rekaan Hongbin dan Ilsoon, ia masih
berharap gundukan bukit itu masih utuh disitu.
“Hongbin, mengapa....kau lakukan ini padaku...”
*****
“Wae....wae...aku menyukaimu.....”
“Hei Moonie-ya! Bangunlah! Mau sampai kapan kau tidur siang? Sebentar lagi
hari sudah sore dan masih banyak pekerjaan yang belum kita bereskan!”
Perlahan, Moonie membukanya matanya. Dan ia cepat tersadar, semua itu hanya
bunga tidur. Gadis itu tertidur saat sedang membongkar kardus yang berisi
foto-foto dirinya juga Ah In. “Jadi...yang tadi itu hanya mimpi ya? Seperti
nyata... bahkan gundukan bukitnya masih ada disana....”
“Bicara apa kau Moonie-ya! Cepat bereskan barang-barang milikmu! Eomma
sudah hampir tiba! Kau terlalu banyak membaca komik fantasi! Jadi bermimpi aneh
seperti itu!”
Moonie bangun dan terkesan lemas, cukup lama ia tidur siang sampai bermimpi
seperti itu, sampai seseorang mengetuk pintu rumahnya.
‘TOK, TOK!’
‘CEKLAK.’
“Hongbin-a?”
Lelaki berambut gondrong itu nampak terkejut sama dengan Moonie. “Kenapa?
Kenapa? Ada yang aneh dengan penampilanku?”
“Lee Hongbin? Hongbin-a! Manusia bulan! Benar kan? Aku tidak bermimpi? Iya
kan?” Moonie menggoncang tubuh Hongbin keras. “Katakan jika itu nyata!”
“Kau kenapa Moonie-a? Aku kesini untuk
mengembalikan buku yang kupinjam di sekolah kemarin. Ini!” Hongbin
memberikan buku tulis itu kepada Moonie, “sudah ya! Aku pulang dulu!”
“Tunggu dulu, tunggu!”
Hongbin berbalik dan ekspresinya begitu ‘hidup’. “Apa lagi? PR-mu belum aku
kerjakan, itu sulit!”
“Bukan, bukan itu...aku hanya ingin menyampaikan sesuatu sebelum ini
terlambat...”
Hongbin menunggunya dengan santai, “Ya sudah, katakanlah!”
Moonie memandang Hongbin serius, “Aku...aku...menyukaimu!”
Kemudian Hongbin tertawa, dia menyibak rambut depannya. “Aku sudah tahu,
aku sudah tahu sejak dulu. Hanya saja selama ini aku menunggumu mengatakannya.”
Moonie kebingungan lagi, “Jangan membuat aku bingung, Hongbin!”
‘GREB’
Hongbin memeluk gadis itu dan berbisik, “Gomawo Moonie-ya. Berhenti
memandangi bukitku, aku bisa melihatmu dari sini. Sampai bertemu besok di
sekolah! Jangan lupa membawa bekal, dan makan siang bersama di atap sekolah!”
kemudian ia melepaskan pelukan itu perlahan dan tersenyum puas kearah Moonie.
Ia berlalu dengan skuternya.
‘Aku tahu, itu bukan mimpi......tapi itu mimpi yang
terindah yang pernah aku lihat sepanjang hidupku.’
***
“Jadi bagaimana Hongbin-a?” tanya Moonie keesokan harinya saat mereka makan
bersama di atap sekolah.”
“Kau suka kan? Mana yang lebih kau sukai, mimpi kemarin atau kenyataan
sekarang?”
“Pertanyaanmu membuat aku bingung, Hongbin. Mungkin ini semua hanya
kebetulan. Tapi aku tidak mempercayai yang namanya kebetulan. Semuanya sudah di
atur.”
Hongbin memberikan sepotong sandwich untuk Moonie. “Gomawo, jika kau tidak
keluar mencariku malam itu, mungkin kita tidak akan bisa mengobrol disini
sekarang.”
“Jadi, semua itu nyata kan? Iya kan?”
Hongbin tersenyum, “Nyata atau tidak, kau yang merasakannya. Dan bagiku itu
sungguh nyata. Terutama perasaanmu saat tidak ingin melihat aku tertindas Soo
Jin Byul.”
“Aku hanya bertindak sesuai apa yang aku rasakan saja. Aku tidak suka
melihat orang yang kusayangi disakiti orang lain.”
Hongbin masih menatap gadis itu dengan senyuman merekah, “Karena itu, aku
juga menyukaimu. Tapi aku minta maaf, aku telah meracunimu.”
“Mungkin, setelah ini aku tidak bisa bermimpi tanpa kau racuni aku terlebih
dahulu. Poison man!”
Hongbin mengecup lembut pipi Moonie, mereka hidup dalam mimpi yang indah.
Mimpi yang dibuat dengan ramuan beracun. Mematikan.
TAMAT
*maaf ya kalo banyak typo ^^ happy reading!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar