Tittle : ROSE
Cast :
Hyuna [4minute] as Victoria (nama latin Teratai)
Lee Hi as Rosa (nama latin Mawar)
Peniel [BTOB] as Quercus (nama latin Pohon Ek)
Genre :
Sweet Romance
Length : One Shot
Rated :
10+
Theme
Song : Lee Hi - Rose
Author :
Ravla
-----
Victoria tertegun melihat pangeran
yang baru tiba dari negara yang begitu jauh, datang dengan niatan meminang
dirinya. Karena ia tahu, seharusnya bukan ia yang menerima pinangan itu. Namun sepertinya,
kesalahpahaman yang begitu besar tengah terjadi tanpa sepengetahuan dirinya.
“Putri...Victoria?” tegur Pangeran
Quercus dengan penuh keramahan. “Senang bisa bertemu denganmu.”
Victoria menunduk dengan melebarkan
roknya. Kemudian ia segera berlalu mencari adiknya, Rosa.
*
Gadis mungil Putri Bungsu dari Raja Tectona
dan Ratu Tuberosa yang tahun ini menginjak usia 16 tahun, terlihat sedang
menyendiri di pintu masuk labirin yang terbuat dari tanaman menjalar. Konon,
siapa pun yang bisa melewati labirin itu sampai ke pintu keluar, maka
permintaannya aka terkabulkan.
“ROSA!” panggil Victoria menggaung. Tapi
Rosa tetap tenang dan mencari sumber suaranya. “ROSA!” panggilnya untuk yang
kedua kali.
Begitu ia bertemu dengan Rosa,
wajahnya sudah tampak seperti tomat. Ia benar-benar marah.
“Apa yang kamu lakukan sehingga
Quercus datang kemari?!”
Rosa membuang pandangan, “Sudah
tahu, ya?” lalu ia memandang saudari kandungnya itu dengan tatapan yang
menyeramkan.
“Jadi benar, kalian saling berkirim
surat selama ini? Dan kamu menggunakan namaku? Mengapa kamu melakukan hal ini?”
Rosa memetik bunga mawar hijau di
dekatnya, namun jarinya berdarah karena terlalu erat menggenggam batang beserta
durinya. “Kakak menyukainya sejak lama....aku hanya...ingin membantumu.”
Victoria terkejut, ia jarang sekali
bertemu apalagi mengobrol akrab dengan Rosa, tapi Rosa sepertinya sudah
mengetahui hal ini sejak lama. “Apakah kamu pernah dengar aku mengucap suka
terhadap orang itu? Lancang!”
“Aku....lancang?” katanya sembari menciumi
bunga mawar hijau tersebut, “...`Ibunda,
bisakah di lain waktu kita mengundang Pangeran dari Kerajaan Picantez?` aku
masih ingat benar kakak mengatakan hal itu 3 bulan yang lalu ketika Raja
menggelar syukuran panen rakyat.”
“Kamu tidak sopan menguping
pembicaraanku.” Victoria melunak, ia tidak bisa benar-benar marah kepada adik
semata wayangnya. “Tapi tetap saja, caramu salah! Jika Quercus membahas apa
yang kamu katakan di dalam surat-suratmu? Aku tidak akan bisa membuktikannya!”
Rosa memberikan setumpuk kertas yang
sudah ia siapkan. “Bacalah.” Kemudian ia pergi. Dari belakang, Rosa begitu
tampak anggun dengan gaun putihnya yang begitu cantik, namun bagi Victoria
gadis mungil itu tampak menakutkan. Tindakannya tidak bisa ditebak.
*
Raja dan Ratu tidak pernah
menceritakan kepada kerajaan lain tentang Rosa, mereka menganggap Rosa tidak
pernah ada atas permintaan gadis itu, bahkan hanya segelintir orang yang
mengetahui jika Rosa adalah anak kandung dari mereka. Yang orang banyak ketahui
adalah Rosa seorang anak angkat Raja dan Ratu.
Gadis itu misterius, ia tidak pernah
nampak tersenyum dan ekspresinya selalu datar. Tatapan yang tajam, dayang dan
pengurus istana pun jengah dibuatnya. Hanya Victoria yang berani mendekati
Rosa, karena ia merasa Rosa selama ini selalu sendirian, namun ketika Victoria
berusaha menunjukkan niat baiknya dengan menemani Rosa, gadis itu menolaknya dengan
cara menghindar. Sampai akhirnya Victoria hanya bisa mengamatinya dan
menjaganya dari jauh.
“Ayahanda, berapa lama Pangeran
Quercus akan tinggal di istana? Jika Quercus melihat Rosa, bagaimana?”
Sang Raja menghentikan aktvitasnya
dan mendangak, melihat langit dari balik ruangan kaca, “Aku beberapa bulan ini
tidak pernah melihat Putri itu......yang terakhir ku ingat saat ia menangis dan
kakinya terkilir akibat terjatuh dari kuda. Dan kamu memarahinya untuk berhenti
menangis, dan dia menurutimu.”
“Ayahanda...itu sudah terjadi 10
tahun yang lalu.....”
Sang Raja mengelus lembut kepala
Victoria, “Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia sehat? Jika sampai Quercus
menemukannya, bisa saja dia bukan di takdirkan untukmu, sayang.”
Victoria terlihat kecewa, namun ia
akan jauh lebih senang jika bisa melihat adiknya memiliki hidup yang normal. Selama
ini ia menganggap Rosa ‘sakit’.
**
“Saya rasa istana ini adalah kastil
yang paling tenang yang pernah kita tempati, Pangeran.” Orang yang menemani
Quercus membagi apa yang ia rasakan saat mereka sedang bersantai di sebuah
kamar yang terbilang cukup mewah dan nyaman.
“Ya itu benar! Lihatlah pemandangannya,
danau dengan pantulan langit yang begitu menakjubkan! Dan aku begitu senang
bisa bertemu dengan Victoria. Ternyata apa yang selama ini ia tulis benar-benar
nyata! Sungguh teliti!”
Dari kejauhan, Rosa melihat kedua
orang itu tengah berbincang sambil menikmati alam yang begitu hijau dan udara
yang begitu bersih.
Namun dibalik minimnya ekspresi itu,
Rosa terasa begitu sedih dan hampa. Ia melakukan semuanya demi sang kakak yang
ia sayangi. Beginilah wujud rasa sayangnya kepada saudari perempuannya. Karena Rosa
tahu benar bagaimana watak Victoria, gadis itu tidak akan tertarik dengan lawan
jenis jika memang sang lelaki tidak memiliki kharisma yang kuat sehingga dapat
menarik perhatiannya. Victoria adalah seseorang dengan watak yang tidak bisa
diam dan selalu ingi berpetualang, ia membutuhkan seorang pendamping yang kuat
dan juga bisa melindungi gadis petualang layaknya Victoria.
Disisi lain, ia harus
mengenyampingkan egonya dan tidak mengelak bahwa ia lama kelamaan menyukai
Quercus juga. Namun ia tahu, ia bukanlah tipikal orang yang mudah menerima
kehadiran orang baru di dalam hidupnya.
“Rosa...” seseorang membuka pintu
gubuknya, Ratu Tuberosa membawakannya sebuah masakan daging kalkun yang begitu
lezat. “Boleh Ibu masuk?”
“Ratu Tuberosa...” panggilnya
kemudian. Entahlah, Rosa begitu aneh. Ia tidak memanggil Ayahanda atau Ibunda
sebagaimana mestinya, namun ia menyebutnya dengan nama...seperti rakyat kepada
Sang pemimpin.
“Ibunda membawakan makanan
kesukaanmu...” Sang Ratu menduduki kursi kayu yang hampir termakan usia itu.
Rosa memilih tinggal di sebuah gubuk belakang istana, ia sudah lama menyendiri
disana. Melihat keadaan gubuk yang begitu renta, sebagai seorang Ibu yang
begitu tinggi memiliki rasa iba kepada putri bungsunya, ia perlahan
menyembunyikan airmatanya.
Rosa meliriknya, “Simpan saja
airmata itu ketika Quercus mempersunting Victoria nanti.” Lalu ia menyantap
makanan itu perlahan, mengunyahnya dengan begitu pelan dan terkesan berkelas.
“Kenapa Rosa?” tanya Ibunya, membuat
selera makan Rosa hilang setengahnya.
“Karena aku suka.” Jawabnya begitu
sederhana dan tepat. Ia suka menyendiri dan nyaman dengan semua
kesederhaan ini. Sungguh berbanding terbalik
dengan kakaknya. “Tidak perlu khawatir, aku tidak akan terlihat oleh Quercus.”
“Jadi benar, selama ini kamu
menyamar sebagai Victoria dan saling berkirim surat dengan Pangeran Quercus? Apa
kamu juga menyukainya?”
Rosa hanya menggelengkan kepala, “Aku
memang saling mengirim surat dengannya, namun aku tidak menyukainya.” Ia berbohong.
“Kembalilah, Victoria akan mengkhawatirkan dirimu, Ratu Tuberosa.”
*
“Benar kan Tuanku? Hahahha...” canda
sang pengawal namun di tengah candaan itu secara tidak sengaja Quercus melihat
Sang Ratu keluar dari gang kecil dibawah sana dengan berkerudung gelap dan
berusaha menyembunyikan wajah cantiknya.
Melihat hal itu, Quercus merasa
ingin tahu dan ia akan berusaha mencari tahu apa yang di lakukan Ratu di gang sempit tersebut.
**
Dua hari sudah Quercus resah akan
hal itu, karena ia sudah dua kali menyusuri gang sempit itu dan tidak menemukan
apa-apa selain sederetan gubuk kumuh yang ternyata adalah tempat tinggal para
dayang istana yang sudah berusia renta. Seperti layaknya panti jompo mungkin,
namun Quercus semakin penasaran.
“Pasti ada sesuatu yang berharga
disana. Tidak mungkin seorang Ratu mengendap-ngendap seperti itu jika tidak ada
sesuatu yang berharga disana. Haruskah aku membuka gubuk itu satu demi satu?”
bisiknya kepada dirinya sendiri. Ia menunggu sampai tengah malam untuk menjawab
rasa penasarannya.
Sementara Quercus menunggu kejutan
apa yang akan terjadi, Rosa sedang berdiri di depan pintu masuk labirin yang
terletak berjauhan dari gubuknya. Ia sudah lama ingin masuk dan menelusurinya,
namun berkali-kali pula ia mengurungkan niatnya.
“Untuk apa kamu masuk ke dalam sana
jika kamu tidak tahu apa keinginanmu?” sahut sebuah suara mengejutkan Rosa. “Jujur
saja ya, aku pernah masuk kesana dan kembali keluar di pintu dimana aku
melangkah pertama kali. Aku terus mencobanya dan aku tidak pernah bisa menemukan
jalan keluarnya.” Ujar Victoria.
“Mungkin...keinginanmu terlalu
buruk, sehingga labirin ini menolaknya.”
Victoria tersenyum pahit, “Terlalu
lama tinggal di gubuk itu, membuatmu berubah menjadi penyihir ya? Atau jangan-jangan
selama ini kamu mempelajari ilmu hitam disana, bertemu penyihir dengan hidung
yang bengkok dan kulitnya yang keriput?” sindir Victoria.
“Sebaiknya kakak jaga Quercus dengan
baik, sudah dua hari ia mengintai gubuk-gubuk itu. Aku tidak leluasa.”
Mendengar hal itu Victoria bergegas
kembali dan membuktikan ucapan adiknya. Rosa melihat sosok itu dengan buru-buru
meninggalkannya, “Aku tahu, kamu begitu menginginkannya. Tapi sebenarnya aku
belum yakin, apakah Quercus merasakan hal yang sama denganmu...” kemudian Rosa
mengambil kertas yang sudah dilipat kecil itu dari dalam sarung tangannya. Sebuah
surat terakhir yang Quercus kirimkan kepadanya.
Tidak lama kemudian, Rosa sudah
menghilang di dalam labirin itu. Dengan meninggalkan setangkai mawar merah di
depan pintu masuk sebagai tanda.
**
Begitu pagi menjelang, Quercus
merasa kesal karena ia justru semakin penasaran dengan apa yang ia lihat
beberapa hari yang lalu. Jika saja ini wilayah kerajaannya, ia akan membuka
semua gubuk itu dan berhatap menemukan sebuah keajaiban di dalam salah satu
gubuk.
“Maafkan aku Putri Victoria, aku
sudah lancang....”
“Tidak apa-apa. Aku tahu, kamu juga
suka berpetualang kan? Kita sudah pernah membahasnya di surat ketika itu.” Dengan
keyakinan penuh, Victoria bersikap seperti seolah dia yang mengirimkan dan
menuliskan semua surat itu.
Lalu Quercus pun merespon, “Kalau
begitu, adakah hal menarik yang bisa kita jadikan petualangan di sekitar sini?”
Victoria memutar bola matanya dan
kemudian menarik Quercus menuju sebuah tempat.
*
“Kita bertemu di pintu keluar ya. Jangan
meneriakkan namaku, cari aku menggunakan nalurimu, aku yakin kamu bisa
melakukannya.” Kemudian Victoria menghilang di labirin itu, dia mencuri start.
Kemudian Quercus menyusulnya dari
pintu masuk labirin sebelah kiri, ia harap dengan masuknya Victoria dari pintu
sebelah kanan, ia akan lebih gampang menemukan putri itu.
Menyadari Quercus sudah masuk
semakin dalam di labirin tersebut, Victoria yang ternyata hanya bersembunyi di
balik sebuah dinding tanaman menjalar pun keluar dan meninggalkan labirin
menuju istana. Ia membiarkan Quercus mencari Victoria yang sebenarnya, yaitu
Rosa.
*
`Apa yang
kulakukan disini? Aku hanya membuang tenaga dan waktuku disini. Bahkan labirin
pun tidak tahu apa yang kulakukan disini. Aku tidak tahu apa
keinginanku...menginginkan Victoria dan Quercus terus bersama? Aku rasa itu
terlalu naif dan munafik. Menginginkan agar kerajaan ini makmur? Semua orang
disini menginginkan hal itu......`
Rosa sudah terjebak di dalam labirin
raksasa bersama Quercus. Tanpa mereka sadari, mereka semakin mendekat dalam
labirin namun Rosa seperti menolaknya. Ketika Quercus hampir menemukannya, Rosa
lari ke sisi labirin yang lain...permainan yang sungguh menarik.
Rosa bersimpuh, ia sama sekali tidak
menyangka jika dengan begitu mudahnya menemukan pintu keluar. Sisi istana yang
belum ia lihat semenjak ia lahir 16 tahun yang lalu. Kini ia tahu, betapa Sang
Ratu menyayanginya.....
“Wah! Taman bunga mawar! Betapa indahnya!”
teriak lelaki itu yang ternyata menemukan pintu keluar bersamaan dengan Rosa.
Gadis itu bergitu terkejut, ia ingin
berlari menjauh, namun sejauh memandang sekitar, ia hanya bisa melihat semak
belukar dipenuhi oleh duri mawar. Tumbuh lebat seperti tidak pernah tersentuh
tangan manusia.
Begitupun dengan Pangeran Quercus,
yang merasa terpana melihat sosok gadis mungil yang sedang bersimpuh dengan
pipi yang basah. “Apa kamu....baik-baik saja?” tanyanya sambil mengulurkan
tangan berusaha membantu Rosa bangkit.
Dengan ekspresi yang begitu
terkejut, Rosa kehilangan dirinya sesaat. Ia merasa telah menemukan apa yang
telah hilang darinya selama 6 tahun belakangan. Dan karena orang ini, dia
seperti bangkit dari tidur panjangnya.
Pangeran Quercus meraih tangan gadis
itu dan membantunya berdiri, namun karena Rosa masih merasa aneh dan terkejut,
ia mundur dan tidak sengaja lengannya tergores oleh duri-duri tajam mawar
raksasa tersebut.
“Ah!” serunya kemudian berlari tanpa
arah menyusuri semak belukar penuh duri itu.
“Hei, tunggu! Jangan kesana atau
kamu akan tergores semakin banyak!” teriak Quercus namun di abaikan oleh Rosa.
Sebelum terlalu jauh melangkah, Rosa
merasa tertegur oleh dedurian itu. Bukankah itu tampak sepertinya? Letaknya yang
begitu tersembunyi dan hanya segelilntir orang yang pernah mengunjungi tempat
ini. Bunganya begitu indah sepertinya, namun siapa yang menyangka di balik keindahan
itu terasa begitu menyakitkan? Seperti halnya ia rela menderita demi Victoria
yang begitu menyukai Quercus? Bukankah itu sebuah konsekuensi yang harus
diterima ketika hal itu semakin indah, maka sebenarnya adalah menyimpan sebuah
pesakitan di baliknya?
Mawar dan durinya, adalah Rosa.
“Hei, kamu masih disana?” teriakan
Quercus membuatnya sadar. Betapa indahnya hidup ini namun ia hanya
melewatkannya dengan terlalu serius dan misterius. Namun ia merasa belum siap
menerima kenyataan yang indah di depan matanya. Dan semakin dalam ia jatuh ke
dalam semak belukar, semakin banyak luka yang akan ia rasakan.
“Ini aku.....” gumamnya sambil
memetik setangkai mawar hitam. Lalu ia memetik setangkai mawar putih, “...dan
ini Victoria.” Kemudian ia berlari menerobos dedurian itu dan menemui Quercus.
“Astaga! Badanmu penuh luka!” begitu
sigapnya Pangeran itu dengan memberikan jubahnya kebadan Rosa. Sampai ia
terkejut, ketika Rosa memperlihatkan kedua mawar itu di tangannya. Quercus
sempat tercengang, kemudian ia seolah mengerti, dan memegang erat pundak Rosa.
*
Ini surat
terakhir dariku...setelah kamu menerima surat ini aku akan datang padamu.
Terima kasih
telah membalas suratku selama ini dengan penuh kesabaran. Maafkan aku telah
menyita waktumu untuk membalas suratku. Sebelumnya kamu menanyakan aku, akan
memilih yang hitam atau putih kan? Bagiku, dan di kerajaanku aku sudah sering
melihat mawar putih. Jujur saja, selama aku berpetualang selama ini belum
pernah melihat mawar yang
berwarna hitam. Ku harap aku kan bisa menemukannya di sana, di tempat
tinggalmu. Karena mawar begitu indah, ku harap sepertimu. Dan juga di balik
keindahan itu, tersimpan banyak duri yang setiap saat bisa menggores...aku
takut, namun aku harus siap menerimanya. Seperti halnya dirimu, indah,...namun
aku belum jauh mengenalmu. Aku tahu, aku mulai menyukaimu, namun aku tidak
yakin. Aku belum pernah bertemu denganmu wahai Putri...jika saja pada akhirnya
aku benar ingin memilikimu, maka aku harus siap mulai dari sekarang menerima
duri mawarmu, karena suatu saat bisa saja itu menyakitiku, walaupun bukan kehendakmu
untuk menyakitiku.
*
“Itu...kamu kan?” tanya Quercus pada
Rosa ketika menunjukkan mawar itu. “Sepertinya aku tertipu disini.”
Rosa tampak tertunduk, ia sungguh
merasa bersalah karena telah menipu Pangeran Quercus.
“Dan sekarang aku harus memilihnya,
benar kan?” tanya Quercus sambil memandangi kedua mawar tersebut. “Aku tidak
tahu kamu adalah mawar putih atau hitam. Aku tidak bisa melihatnya jika kamu
menunduk seperti itu.”
Perlahan tapi pasti, Rosa
mendongakkan wajahnya dan memandang tajam wajah Pangeran tampan itu. “Mungkin
aku bukan keduanya, bisa saja aku hanya ‘mawar’.” Ucapan yang singkat namun
memiliki makna yang dalam.
“Tidak ada mawar yang hanya ‘mawar’.
Semua mawar memiliki khas nya masing-masing. Mungkin yang paling spesial adalah
mawar pelangi, namun, aku tidak bisa menyukai mawar lain selain mawar hitam.” Kemudian
Quercus mengambil mawar hitam itu dan menghirup aromanya.
Mereka terdiam sejenak dan kemudian,
“Kamu, Victoria?”
“Dia kakakku.”
Pangeran Quercos tampak mengerti
dengan situasinya, ia pembaca situasi yang baik. “Jadi, aku sudah tahu
semuanya....Victoria yang mengantarkan aku ke labirin ini, ia menceritakan
tentang dirimu...aku begitu terkejut ternyata kamu melakukan hal yang besar
untuk kakakmu dan menyingkirkan rasa egoismu. Benar apa kata Victoria, kamu
adalah mawar yang sesungguhnya....”
Rosa tidak menyangka ternyata
Victoria yang ia anggap selama ini penuh dengan keegoisan ternyata mematahkan
asumsinya.
“Aku sudah berjanji pada diriku
sendiri, jika aku dapat menemukan mawar hitam di sini, aku tidak akan pernah
melepaskannya.”
“Bahkan jika itu bisa melukaimu?”
tanya Rosa. “Kamu belum mengenalku. Bahkan, kita baru pertama kali bertemu.”
“Semenjak hari itu, aku tidak hanya
mengagumi betapa indahnya mawar. Kamu sudah tahu hal itu, kan?”
Rosa memandang lelaki itu dan cara
mereka menggenggam mawar tampak serupa. Mereka merasakan sakit yang sama dari
duri itu.
“Aku juga berjanji, jika menemukanmu
akan melindungimu dari semua pesakitan ini. Seperti pohon Ek yang rindang dan
kokoh, bahkan kamu bisa bersembunyi di dalam batangnya.”
Tampak sebuah ekspresi yang sudah
lama tak ia rasakan. Bibir itu merekah bersamaan dengan jatuhnya setetes air ke
pipinya.
.....karena
aku adalah mawar yang tidak hanya sekedar ‘mawar’.
TAMAT
aaah banyak yg typo, -..-
BalasHapus