Rabu, 24 April 2013

ROSE [FF-oneshot]





Tittle : ROSE

Cast :  
Hyuna [4minute] as Victoria (nama latin Teratai)
Lee Hi as Rosa (nama latin Mawar)
Peniel [BTOB] as Quercus (nama latin Pohon Ek)

Genre : Sweet Romance

Length : One Shot

Rated : 10+

Theme Song : Lee Hi - Rose

Author : Ravla



-----

Victoria tertegun melihat pangeran yang baru tiba dari negara yang begitu jauh, datang dengan niatan meminang dirinya. Karena ia tahu, seharusnya bukan ia yang menerima pinangan itu. Namun sepertinya, kesalahpahaman yang begitu besar tengah terjadi tanpa sepengetahuan dirinya.

“Putri...Victoria?” tegur Pangeran Quercus dengan penuh keramahan. “Senang bisa bertemu denganmu.”

Victoria menunduk dengan melebarkan roknya. Kemudian ia segera berlalu mencari adiknya, Rosa.

*

Gadis mungil Putri Bungsu dari Raja Tectona dan Ratu Tuberosa yang tahun ini menginjak usia 16 tahun, terlihat sedang menyendiri di pintu masuk labirin yang terbuat dari tanaman menjalar. Konon, siapa pun yang bisa melewati labirin itu sampai ke pintu keluar, maka permintaannya aka terkabulkan.

“ROSA!” panggil Victoria menggaung. Tapi Rosa tetap tenang dan mencari sumber suaranya. “ROSA!” panggilnya untuk yang kedua kali.

Begitu ia bertemu dengan Rosa, wajahnya sudah tampak seperti tomat. Ia benar-benar marah.

“Apa yang kamu lakukan sehingga Quercus datang kemari?!”

Rosa membuang pandangan, “Sudah tahu, ya?” lalu ia memandang saudari kandungnya itu dengan tatapan yang menyeramkan.

“Jadi benar, kalian saling berkirim surat selama ini? Dan kamu menggunakan namaku? Mengapa kamu melakukan hal ini?”

Rosa memetik bunga mawar hijau di dekatnya, namun jarinya berdarah karena terlalu erat menggenggam batang beserta durinya. “Kakak menyukainya sejak lama....aku hanya...ingin membantumu.”

Victoria terkejut, ia jarang sekali bertemu apalagi mengobrol akrab dengan Rosa, tapi Rosa sepertinya sudah mengetahui hal ini sejak lama. “Apakah kamu pernah dengar aku mengucap suka terhadap orang itu? Lancang!”

“Aku....lancang?” katanya sembari menciumi bunga mawar hijau tersebut, “...`Ibunda, bisakah di lain waktu kita mengundang Pangeran dari Kerajaan Picantez?` aku masih ingat benar kakak mengatakan hal itu 3 bulan yang lalu ketika Raja menggelar syukuran panen rakyat.”

“Kamu tidak sopan menguping pembicaraanku.” Victoria melunak, ia tidak bisa benar-benar marah kepada adik semata wayangnya. “Tapi tetap saja, caramu salah! Jika Quercus membahas apa yang kamu katakan di dalam surat-suratmu? Aku tidak akan bisa membuktikannya!”

Rosa memberikan setumpuk kertas yang sudah ia siapkan. “Bacalah.” Kemudian ia pergi. Dari belakang, Rosa begitu tampak anggun dengan gaun putihnya yang begitu cantik, namun bagi Victoria gadis mungil itu tampak menakutkan. Tindakannya tidak bisa ditebak.

*

Raja dan Ratu tidak pernah menceritakan kepada kerajaan lain tentang Rosa, mereka menganggap Rosa tidak pernah ada atas permintaan gadis itu, bahkan hanya segelintir orang yang mengetahui jika Rosa adalah anak kandung dari mereka. Yang orang banyak ketahui adalah Rosa seorang anak angkat Raja dan Ratu.

Gadis itu misterius, ia tidak pernah nampak tersenyum dan ekspresinya selalu datar. Tatapan yang tajam, dayang dan pengurus istana pun jengah dibuatnya. Hanya Victoria yang berani mendekati Rosa, karena ia merasa Rosa selama ini selalu sendirian, namun ketika Victoria berusaha menunjukkan niat baiknya dengan menemani Rosa, gadis itu menolaknya dengan cara menghindar. Sampai akhirnya Victoria hanya bisa mengamatinya dan menjaganya dari jauh.

“Ayahanda, berapa lama Pangeran Quercus akan tinggal di istana? Jika Quercus melihat Rosa, bagaimana?”

Sang Raja menghentikan aktvitasnya dan mendangak, melihat langit dari balik ruangan kaca, “Aku beberapa bulan ini tidak pernah melihat Putri itu......yang terakhir ku ingat saat ia menangis dan kakinya terkilir akibat terjatuh dari kuda. Dan kamu memarahinya untuk berhenti menangis, dan dia menurutimu.”

“Ayahanda...itu sudah terjadi 10 tahun yang lalu.....”


Sang Raja mengelus lembut kepala Victoria, “Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia sehat? Jika sampai Quercus menemukannya, bisa saja dia bukan di takdirkan untukmu, sayang.”

Victoria terlihat kecewa, namun ia akan jauh lebih senang jika bisa melihat adiknya memiliki hidup yang normal. Selama ini ia menganggap Rosa ‘sakit’.

**

“Saya rasa istana ini adalah kastil yang paling tenang yang pernah kita tempati, Pangeran.” Orang yang menemani Quercus membagi apa yang ia rasakan saat mereka sedang bersantai di sebuah kamar yang terbilang cukup mewah dan nyaman.

“Ya itu benar! Lihatlah pemandangannya, danau dengan pantulan langit yang begitu menakjubkan! Dan aku begitu senang bisa bertemu dengan Victoria. Ternyata apa yang selama ini ia tulis benar-benar nyata! Sungguh teliti!”

Dari kejauhan, Rosa melihat kedua orang itu tengah berbincang sambil menikmati alam yang begitu hijau dan udara yang begitu bersih.

Namun dibalik minimnya ekspresi itu, Rosa terasa begitu sedih dan hampa. Ia melakukan semuanya demi sang kakak yang ia sayangi. Beginilah wujud rasa sayangnya kepada saudari perempuannya. Karena Rosa tahu benar bagaimana watak Victoria, gadis itu tidak akan tertarik dengan lawan jenis jika memang sang lelaki tidak memiliki kharisma yang kuat sehingga dapat menarik perhatiannya. Victoria adalah seseorang dengan watak yang tidak bisa diam dan selalu ingi berpetualang, ia membutuhkan seorang pendamping yang kuat dan juga bisa melindungi gadis petualang layaknya Victoria.

Disisi lain, ia harus mengenyampingkan egonya dan tidak mengelak bahwa ia lama kelamaan menyukai Quercus juga. Namun ia tahu, ia bukanlah tipikal orang yang mudah menerima kehadiran orang baru di dalam hidupnya.

“Rosa...” seseorang membuka pintu gubuknya, Ratu Tuberosa membawakannya sebuah masakan daging kalkun yang begitu lezat. “Boleh Ibu masuk?”

“Ratu Tuberosa...” panggilnya kemudian. Entahlah, Rosa begitu aneh. Ia tidak memanggil Ayahanda atau Ibunda sebagaimana mestinya, namun ia menyebutnya dengan nama...seperti rakyat kepada Sang pemimpin.

“Ibunda membawakan makanan kesukaanmu...” Sang Ratu menduduki kursi kayu yang hampir termakan usia itu. Rosa memilih tinggal di sebuah gubuk belakang istana, ia sudah lama menyendiri disana. Melihat keadaan gubuk yang begitu renta, sebagai seorang Ibu yang begitu tinggi memiliki rasa iba kepada putri bungsunya, ia perlahan menyembunyikan airmatanya.

Rosa meliriknya, “Simpan saja airmata itu ketika Quercus mempersunting Victoria nanti.” Lalu ia menyantap makanan itu perlahan, mengunyahnya dengan begitu pelan dan terkesan berkelas.

“Kenapa Rosa?” tanya Ibunya, membuat selera makan Rosa hilang setengahnya.

“Karena aku suka.” Jawabnya begitu sederhana dan tepat. Ia suka menyendiri dan nyaman dengan semua kesederhaan  ini. Sungguh berbanding terbalik dengan kakaknya. “Tidak perlu khawatir, aku tidak akan terlihat oleh Quercus.”

“Jadi benar, selama ini kamu menyamar sebagai Victoria dan saling berkirim surat dengan Pangeran Quercus? Apa kamu juga menyukainya?”

Rosa hanya menggelengkan kepala, “Aku memang saling mengirim surat dengannya, namun aku tidak menyukainya.” Ia berbohong. “Kembalilah, Victoria akan mengkhawatirkan dirimu, Ratu Tuberosa.”

*

“Benar kan Tuanku? Hahahha...” canda sang pengawal namun di tengah candaan itu secara tidak sengaja Quercus melihat Sang Ratu keluar dari gang kecil dibawah sana dengan berkerudung gelap dan berusaha menyembunyikan wajah cantiknya.

Melihat hal itu, Quercus merasa ingin tahu dan ia akan berusaha mencari tahu apa yang di lakukan Ratu di  gang sempit tersebut.

**

Dua hari sudah Quercus resah akan hal itu, karena ia sudah dua kali menyusuri gang sempit itu dan tidak menemukan apa-apa selain sederetan gubuk kumuh yang ternyata adalah tempat tinggal para dayang istana yang sudah berusia renta. Seperti layaknya panti jompo mungkin, namun Quercus semakin penasaran.

“Pasti ada sesuatu yang berharga disana. Tidak mungkin seorang Ratu mengendap-ngendap seperti itu jika tidak ada sesuatu yang berharga disana. Haruskah aku membuka gubuk itu satu demi satu?” bisiknya kepada dirinya sendiri. Ia menunggu sampai tengah malam untuk menjawab rasa penasarannya.

Sementara Quercus menunggu kejutan apa yang akan terjadi, Rosa sedang berdiri di depan pintu masuk labirin yang terletak berjauhan dari gubuknya. Ia sudah lama ingin masuk dan menelusurinya, namun berkali-kali pula ia mengurungkan niatnya.

“Untuk apa kamu masuk ke dalam sana jika kamu tidak tahu apa keinginanmu?” sahut sebuah suara mengejutkan Rosa. “Jujur saja ya, aku pernah masuk kesana dan kembali keluar di pintu dimana aku melangkah pertama kali. Aku terus mencobanya dan aku tidak pernah bisa menemukan jalan keluarnya.” Ujar Victoria.

“Mungkin...keinginanmu terlalu buruk, sehingga labirin ini menolaknya.”

Victoria tersenyum pahit, “Terlalu lama tinggal di gubuk itu, membuatmu berubah menjadi penyihir ya? Atau jangan-jangan selama ini kamu mempelajari ilmu hitam disana, bertemu penyihir dengan hidung yang bengkok dan kulitnya yang keriput?” sindir Victoria.

“Sebaiknya kakak jaga Quercus dengan baik, sudah dua hari ia mengintai gubuk-gubuk itu. Aku tidak leluasa.”

Mendengar hal itu Victoria bergegas kembali dan membuktikan ucapan adiknya. Rosa melihat sosok itu dengan buru-buru meninggalkannya, “Aku tahu, kamu begitu menginginkannya. Tapi sebenarnya aku belum yakin, apakah Quercus merasakan hal yang sama denganmu...” kemudian Rosa mengambil kertas yang sudah dilipat kecil itu dari dalam sarung tangannya. Sebuah surat terakhir yang Quercus kirimkan kepadanya.

Tidak lama kemudian, Rosa sudah menghilang di dalam labirin itu. Dengan meninggalkan setangkai mawar merah di depan pintu masuk sebagai tanda.

**

Begitu pagi menjelang, Quercus merasa kesal karena ia justru semakin penasaran dengan apa yang ia lihat beberapa hari yang lalu. Jika saja ini wilayah kerajaannya, ia akan membuka semua gubuk itu dan berhatap menemukan sebuah keajaiban di dalam salah satu gubuk.

“Maafkan aku Putri Victoria, aku sudah lancang....”

“Tidak apa-apa. Aku tahu, kamu juga suka berpetualang kan? Kita sudah pernah membahasnya di surat ketika itu.” Dengan keyakinan penuh, Victoria bersikap seperti seolah dia yang mengirimkan dan menuliskan semua surat itu.

Lalu Quercus pun merespon, “Kalau begitu, adakah hal menarik yang bisa kita jadikan petualangan di sekitar sini?”

Victoria memutar bola matanya dan kemudian menarik Quercus menuju sebuah tempat.

*

“Kita bertemu di pintu keluar ya. Jangan meneriakkan namaku, cari aku menggunakan nalurimu, aku yakin kamu bisa melakukannya.” Kemudian Victoria menghilang di labirin itu, dia mencuri start.

Kemudian Quercus menyusulnya dari pintu masuk labirin sebelah kiri, ia harap dengan masuknya Victoria dari pintu sebelah kanan, ia akan lebih gampang menemukan putri itu.

Menyadari Quercus sudah masuk semakin dalam di labirin tersebut, Victoria yang ternyata hanya bersembunyi di balik sebuah dinding tanaman menjalar pun keluar dan meninggalkan labirin menuju istana. Ia membiarkan Quercus mencari Victoria yang sebenarnya, yaitu Rosa.

*

`Apa yang kulakukan disini? Aku hanya membuang tenaga dan waktuku disini. Bahkan labirin pun tidak tahu apa yang kulakukan disini. Aku tidak tahu apa keinginanku...menginginkan Victoria dan Quercus terus bersama? Aku rasa itu terlalu naif dan munafik. Menginginkan agar kerajaan ini makmur? Semua orang disini menginginkan hal itu......`

Rosa sudah terjebak di dalam labirin raksasa bersama Quercus. Tanpa mereka sadari, mereka semakin mendekat dalam labirin namun Rosa seperti menolaknya. Ketika Quercus hampir menemukannya, Rosa lari ke sisi labirin yang lain...permainan yang sungguh menarik.

Rosa bersimpuh, ia sama sekali tidak menyangka jika dengan begitu mudahnya menemukan pintu keluar. Sisi istana yang belum ia lihat semenjak ia lahir 16 tahun yang lalu. Kini ia tahu, betapa Sang Ratu menyayanginya.....

“Wah! Taman bunga mawar! Betapa indahnya!” teriak lelaki itu yang ternyata menemukan pintu keluar bersamaan dengan Rosa.

Gadis itu bergitu terkejut, ia ingin berlari menjauh, namun sejauh memandang sekitar, ia hanya bisa melihat semak belukar dipenuhi oleh duri mawar. Tumbuh lebat seperti tidak pernah tersentuh tangan manusia.

Begitupun dengan Pangeran Quercus, yang merasa terpana melihat sosok gadis mungil yang sedang bersimpuh dengan pipi yang basah. “Apa kamu....baik-baik saja?” tanyanya sambil mengulurkan tangan berusaha membantu Rosa bangkit.

Dengan ekspresi yang begitu terkejut, Rosa kehilangan dirinya sesaat. Ia merasa telah menemukan apa yang telah hilang darinya selama 6 tahun belakangan. Dan karena orang ini, dia seperti bangkit dari tidur panjangnya.

Pangeran Quercus meraih tangan gadis itu dan membantunya berdiri, namun karena Rosa masih merasa aneh dan terkejut, ia mundur dan tidak sengaja lengannya tergores oleh duri-duri tajam mawar raksasa tersebut.

“Ah!” serunya kemudian berlari tanpa arah menyusuri semak belukar penuh duri itu.

“Hei, tunggu! Jangan kesana atau kamu akan tergores semakin banyak!” teriak Quercus namun di abaikan oleh Rosa.

Sebelum terlalu jauh melangkah, Rosa merasa tertegur oleh dedurian itu. Bukankah itu tampak sepertinya? Letaknya yang begitu tersembunyi dan hanya segelilntir orang yang pernah mengunjungi tempat ini. Bunganya begitu indah sepertinya, namun siapa yang menyangka di balik keindahan itu terasa begitu menyakitkan? Seperti halnya ia rela menderita demi Victoria yang begitu menyukai Quercus? Bukankah itu sebuah konsekuensi yang harus diterima ketika hal itu semakin indah, maka sebenarnya adalah menyimpan sebuah pesakitan di baliknya?

Mawar dan durinya, adalah Rosa.

“Hei, kamu masih disana?” teriakan Quercus membuatnya sadar. Betapa indahnya hidup ini namun ia hanya melewatkannya dengan terlalu serius dan misterius. Namun ia merasa belum siap menerima kenyataan yang indah di depan matanya. Dan semakin dalam ia jatuh ke dalam semak belukar, semakin banyak luka yang akan ia rasakan.

“Ini aku.....” gumamnya sambil memetik setangkai mawar hitam. Lalu ia memetik setangkai mawar putih, “...dan ini Victoria.” Kemudian ia berlari menerobos dedurian itu dan menemui Quercus.

“Astaga! Badanmu penuh luka!” begitu sigapnya Pangeran itu dengan memberikan jubahnya kebadan Rosa. Sampai ia terkejut, ketika Rosa memperlihatkan kedua mawar itu di tangannya. Quercus sempat tercengang, kemudian ia seolah mengerti, dan memegang erat pundak Rosa.

*

Ini surat terakhir dariku...setelah kamu menerima surat ini aku akan datang padamu.

Terima kasih telah membalas suratku selama ini dengan penuh kesabaran. Maafkan aku telah menyita waktumu untuk membalas suratku. Sebelumnya kamu menanyakan aku, akan memilih yang hitam atau putih kan? Bagiku, dan di kerajaanku aku sudah sering melihat mawar putih. Jujur saja, selama aku berpetualang selama ini belum pernah melihat mawar yang berwarna hitam. Ku harap aku kan bisa menemukannya di sana, di tempat tinggalmu. Karena mawar begitu indah, ku harap sepertimu. Dan juga di balik keindahan itu, tersimpan banyak duri yang setiap saat bisa menggores...aku takut, namun aku harus siap menerimanya. Seperti halnya dirimu, indah,...namun aku belum jauh mengenalmu. Aku tahu, aku mulai menyukaimu, namun aku tidak yakin. Aku belum pernah bertemu denganmu wahai Putri...jika saja pada akhirnya aku benar ingin memilikimu, maka aku harus siap mulai dari sekarang menerima duri mawarmu, karena suatu saat bisa saja itu menyakitiku, walaupun bukan kehendakmu untuk menyakitiku.

*

“Itu...kamu kan?” tanya Quercus pada Rosa ketika menunjukkan mawar itu. “Sepertinya aku tertipu disini.”

Rosa tampak tertunduk, ia sungguh merasa bersalah karena telah menipu Pangeran Quercus.

“Dan sekarang aku harus memilihnya, benar kan?” tanya Quercus sambil memandangi kedua mawar tersebut. “Aku tidak tahu kamu adalah mawar putih atau hitam. Aku tidak bisa melihatnya jika kamu menunduk seperti itu.”

Perlahan tapi pasti, Rosa mendongakkan wajahnya dan memandang tajam wajah Pangeran tampan itu. “Mungkin aku bukan keduanya, bisa saja aku hanya ‘mawar’.” Ucapan yang singkat namun memiliki makna yang dalam.

“Tidak ada mawar yang hanya ‘mawar’. Semua mawar memiliki khas nya masing-masing. Mungkin yang paling spesial adalah mawar pelangi, namun, aku tidak bisa menyukai mawar lain selain mawar hitam.” Kemudian Quercus mengambil mawar hitam itu dan menghirup aromanya.

Mereka terdiam sejenak dan kemudian, “Kamu, Victoria?”

“Dia kakakku.”

Pangeran Quercos tampak mengerti dengan situasinya, ia pembaca situasi yang baik. “Jadi, aku sudah tahu semuanya....Victoria yang mengantarkan aku ke labirin ini, ia menceritakan tentang dirimu...aku begitu terkejut ternyata kamu melakukan hal yang besar untuk kakakmu dan menyingkirkan rasa egoismu. Benar apa kata Victoria, kamu adalah mawar yang sesungguhnya....”

Rosa tidak menyangka ternyata Victoria yang ia anggap selama ini penuh dengan keegoisan ternyata mematahkan asumsinya.

“Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, jika aku dapat menemukan mawar hitam di sini, aku tidak akan pernah melepaskannya.”

“Bahkan jika itu bisa melukaimu?” tanya Rosa. “Kamu belum mengenalku. Bahkan, kita baru pertama kali bertemu.”

“Semenjak hari itu, aku tidak hanya mengagumi betapa indahnya mawar. Kamu sudah tahu hal itu, kan?”

Rosa memandang lelaki itu dan cara mereka menggenggam mawar tampak serupa. Mereka merasakan sakit yang sama dari duri itu.

“Aku juga berjanji, jika menemukanmu akan melindungimu dari semua pesakitan ini. Seperti pohon Ek yang rindang dan kokoh, bahkan kamu bisa bersembunyi di dalam batangnya.”

Tampak sebuah ekspresi yang sudah lama tak ia rasakan. Bibir itu merekah bersamaan dengan jatuhnya setetes air ke pipinya.

.....karena aku adalah mawar yang tidak hanya sekedar ‘mawar’.



TAMAT

1 komentar: