Kamis, 23 Februari 2012

Beautiful Arts

[[BACA CERITA INI HANYA DENGAN MENDENGARKAN LAGU BLUE BIGBANG]]


cast : Goo Hye Sun - Kim Sang Bum - No Min Woo




‘SRAAT, SREETT...’

Sun sedang sibuk berkutat dengan kanvasnya, sudah lebih dari 7 jam ia menghabiskan waktu hanya demi menggambarkan perasaannya saat ini. Cat minyak dan cat poster sudah habis banyak, terutama warna biru. Hatinya sedang biru, ia sedang sedih. Seseorang telah pergi meninggalkan ia,.....selamanya.

###

‘JEPRET~!’
“Kim-ah! Berhenti, aku jadi tidak konsen bermain gitar jika kamu terus menjadikan aku objekmu!”

Kim Bum berhenti dan duduk disampingnya, “Mianhae, habis susah sekali memintamu menjadi modelku...jadi jangan salahkan aku jika mencuri fotomu seperti ini.”

Min Woo sibuk dengan gitar, kertas, dan sebuah pena. Ia sedang membuat lagu untuk pensi yang di adakan 3 minggu lagi di kampus mereka.

Kim Bum hanya sesekali melirik tulisan-tulisan berantakan itu, ia sedang membersihkan kameranya. Tapi tidak berhenti, bocah ‘camera addict’ itu tidak berhenti meracau Min Woo yang tengah berkonsentrasi tinggi.

YA Kim Bum! Akan ku lempar kameramu jika terus berisik seperti itu!!” hentakan Min Woo membuat Kim Bum terkejut.

“ISH!”

‘SRAK, SRAK’

Sebuah langkah ringan itu mendekat. “Kalian! Ayo!!” ajak orang itu.

Kim Bum membereskan peralatan kameranya dan Min Woo terpaksa menunda sebagian nada yang ia mainkan, wanita dengan mata besar itu sudah menunggu mereka.

3 orang itu; Goo Hye Sun, Kim Sang Bum, dan No Min Woo adalah trio sahabat. Mereka sangat populer di kampus, karena masing-masing dari mereka merupakan ketua klub dari bidangnya masing-masing.

Hari ini, Sun sudah berjanji akan mengajak mereka jalan-jalan ke sebuah taman yang letakknya cukup jauh dari kampus. Tentu saja Sun menggunakan waktu ini dengan kanvasnya, Kim dengan kameranya, dan Woo dengan musiknya. Sun bertemu dengan dua orang laki-laki ini secara tidak sengaja saat mereka menjalani ospek, itu 3 tahun yang lalu.

Lama kelamaan mereka jadi akrab dan menjadi teman, lalu sahabat. Sun seperti matahari bagi dua orang laki-laki itu. Wajahnya yang putih membuat keduanya semangat ketika di hadapkan dengan tugas yang begitu banyak.

*

“Sepertinya kalian sama sekali tidak bisa di ganggu..” gumam Kim pelan. Ia melihat Sun yang sedang menjadikan Woo modelnya, tentu saja Woo melanjutkan lagu yang sempat terhenti tadi.

Kim lalu berkeliling taman, ia mencari objek yang bagus untuk koleksi foto floralnya. Dan ia juga mengasah kemampuannya dengan tidak menggunakan auto focus pada lensanya, sehingga ia benar-benar memainkan lensa mikro itu untuk menangkap objek kecil seperti lalat atau kumbang.

Di sisi lain Woo tengah sibuk dengan enam senar itu, ia lincah memainkan keempat jari tangan kirinya untuk menciptakan nada yang indah, nada yang mendayu-dayu, karena baru saja ia putus dengan kekasihnya. Dari nada A pindah ke D, kemudian ke E lalu ia memainkan nada-nada selanjutnya yang sudah ia catat ke sebuah kertas.

Gadis itu hanya memperhatikan kedua sahabatnya yang benar-benar totalitas di bidangnya. Ia tersenyum, bahagia karena mimpinya dapat terwujud bisa memiliki orang-orang yang selalu ada untuknya.

~`Akan ku pajang lukisan ini di rumah Woo, dia pasti suka dengan lukisan ini..~` batin Sun saat melihat lukisannya yang sudah selesai itu.

“Sun-ah! Kemarilah!!” Kim memanggilnya dengan semangat.

Sun berjalan santai, “Potret aku dengan bunga ini!” pintanya sambil bergaya sedang menghirup aroma bunga daisy itu.

‘JEPRET!’

“Wah bagus sekali!! Edit ya buat aku nanti!”

Namun perhatian Kim masih tertuju pada Woo, yang terlihat sungguh serius.

“Sun-ah, tidak bisakah kamu memohon padanya agar ia mau ku potret?”

Sun memandang Woo dari kejauhan, “Jangan sekarang, kita kan tahu dia akan sibuk beberapa minggu ke depan...lagi pula, ia baru saja putus dari Min Ah.”

Kim menghela, “Aku suka sekali dengan posenya itu, sayangnya....ah!” ia kemudian mengganti lensa mikro dengan lensa dengan ukuran 70-200 (lensa ukuran panjang).

“Kim Bum, berniat candid camera?”

Kim hanya tersenyum puas, padahal ia belum mendapatkan gambar itu.

Terdengar suara kamera—yah seperti itu, jeprat jepret beberapa kali sampai ia mendapatkan hasil yang ia inginkan. “This is it!”

Sun ikutan melihat hasil jepretan bocah manis itu, “Whoa! Bagus! Sungguh, aku tidak bohong!”

“Hehehe...” Kim terkekeh, “lensanya yang bagus...bagaimana jika ini saja yang ku pakai pameran di pensi nanti?”

Sun sejenak berfikir, “Kemarilah, kamu belum melihat lukisanku kan?” Sun mengajak Kim mendekati lukisannya.

Kim Bum mengamati lukisan dengan berbagai warna itu, Sun menggambarnya dengan gaya goresan kasar, jadi lukisan itu bergaya impresionis.

“Kenapa bisa begitu? Jadi tema hari ini No Min Woo kah?” Kim kembali mengecek foto-foto di kameranya, ia melihat 3 dari foto terakhir, pose dan angle dari lukisan Sun dengan fotonya persis, mendekati 97%.

Di dunia lain, Min Woo benar-benar sedang menyusun lagu itu bait demi bait. Ia hampir tidak mendengarkan 2 orang itu berbincang berbisik di belakangnya, Woo benar benar tidak memperhatikan apa yang terjadi di sekitarnya...

I was born and I met you

And I have loved you to death

My cold heart that has been dyed blue

Even with my eyes closed, I can’t feel you


Sampai akhirnya Woo berhenti memetik gitarnya, ia mengambil nafas panjang saat berdiri. “Oh, kalian kenapa?”

“Tidak...sini lihat lukisanku!” Sun menyuruh Woo melihatnya.

“EH? Kenapa aku? Apa kamu juga memotretku?” tanya Woo kemudian kepada Kim.

“Tentu saja!”

Woo meraih kamera dan melihat hasilnya, “Lalu?”

“Kami boleh kan memajang ini pada saat pameran pensi nanti?” tanya Sun.

Woo terlihat menimbang, “Sebenarnya aku tidak suka kalian mempublikasikan gambarku...tapi berhubung kalian bukan orang lain, ya sudah sana!”

Sun dan Kim melakukan high five. “Terima kasih yah!”

***

Satu minggu menjelang pensi, mereka bertiga benar-benar jarang bertemu di kampus, terlebih Woo yang sepertinya sudah 7 hari ini tidak menemui Sun juga Kim.

“Hye Sun!” panggil Kim Bum yang sengaja mencarinya ke sanggar lukis.

“Kim-ah? Tumben kamu ke sini?”

Kim terlihat kurang sehat, “Aku mencari Woo. Apa dia ada disini?”

“Aku terakhir bertemu saat kita piknik...kenapa? Jangan buat perasaanku tidak enak!”

Kim menggeleng, “Tidak, apakah kamu sedang sibuk? Sepertinya kita harus kerumahnya...aku sudah menghubunginya, tapi ponselnya tidak aktif.”

Hanya mendengar berita ini, Hye Sun benar-benar tidak tenang. “Hm, baik..tunggu sebentar yah...”

Kim Bum menunggu Sun sekitar 30 menit lalu mereka pergi dengan bus ke rumah Min Woo. Di perjalanan Kim Bum sering kali mengelus dadanya, sepertinya kesehatannya tengah memburuk. Sun yang menyadari hal itu mencoba mencari tahu.

“Kamu sedang sakit? Wajahmu pucat sekali...”

“Hanya telat makan, tidak usah khawatir!”

“Bagaimana aku tidak khawatir? Sudah berapa kali aku katakan, kamu jangan makan telat, atau maagmu akan kambuh! Pensi sudah dekat, kamu harus  benar-benar menjaga kesehatanmu!”

Sun sibuk dengan nasihat-nasihatnya, kemudian Kim menangkap sosok yang mereka cari sedang berjalan di trotoar.

“Itu Woo!” Kim langsung menarik Hye Sun untuk turun dan menyusul Woo, namun ketika mereka sudah turun dan bus tetap melaju, sosok itu hilang.

Kim Bum mencarinya, tidak ada gang di sekitar jalan itu. Tidak mungkin Min Woo hilang begitu saja, “Aku yakin melihatnya disini tadi!”

Hye Sun yang memang tidak melihat Woo dari awal merasa bingung, “Kim Bum, mungkin kamu salah lihat...tidak ada siapa pun disini!”

“Aku yakin aku melihatnya tadi! Dia membawa gitarnya, disini! Woo memakai baju abu-abu, rambutnya di ikat seperti biasanya!”

Karena Sun melihat Kim ngotot, maka ia ikut mencari disekitar sana. Namun nihil.

“Tidak ada siapa pun disini Kim.”

***

Hari hari berlalu begitu saja, semuanya tengah sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Tapi Hye Sun dan Kim Bum belum bertemu dengan Min Woo lagi.

Pada jam makan siang Kim menjemput Sun di GOR kampus.

“Sun-ah!”

Hye Sun membalas lambaian tangan itu, “Kim Bum! Apakah sudah bertemu dengan Min Woo?”
Kim menggeleng, “Tapi aku mendengar dari anak-anak musik dia memang sedang sibuk sekali. Sepertinya dia rekaman..”

“Rekaman dan itu tanpa memberitahu kita?” Hye Sun tampak terkejut dengan berita itu, karena Min Woo bukan tipe orang yang sembunyi-sembunyi seperti itu.

“Mungkin saja dia ingin membuat kejutan buat kita...siapa tahu dia memang butuh waktu sendirian untuk musiknya, jika dia sukses kita juga kan yang senang?”

Kim Bum benar, ~`Iya juga, tapi ini benar-benar tidak biasa...Min Woo bukan tipe orang yang menghindari sesuatu...apa dia sedang terlibat masalah besar sampai tidak mau menceritakannya?~`

Kim bum menepuk pelan pundak Sun, “Sudah jangan berfikir yang aneh-aneh! Woo baik-baik saja!”

*

Riuh penonton sudah tidak bisa mengalahkan pidato dari Rektor kampus yang kemudian menyuruh mundur paksa karena sudah tidak sabar ingin mendengarkan band kampus yang populernya sudah seperti artis papan atas. Lagu Hands Up milik Bigbang adalah lagu pertama yang di dengar oleh mahasiswa sore ini, tapi Sun dan Kim Bum tengah menghabiskan waktu mereka di belakang kampus. Tempat mereka biasa menghabiskan waktu bertiga.

“Sudah mulai sepertinya, apa tidak ingin lihat?” tanya Kim.

Sun menggeleng pelan, ia masih rindu dengan sosok kurus tinggi itu. “Aku belum melihat Woo di belakang panggung tadi.”

Kim menghela nafas, “Hhhh~”

‘KRAK, KRAK’ mereka mendengar suara aneh dari arah bangunan kampus yang belum selesai itu.

“Kamu mendengarnya?” tanya Hye Sun.

Mereka menghening....kemudian samar-samar terdengar alunan melodi gitar dari bangunan terbengkalai itu.

“Itu....aku kenal melodi ini....” Sun bangkit dan mencari sumber suara itu.

“Sun-ah!” Kim Bum menyusul langkah Hye Sun.

Gedung itu cukup luas, hanya terdiri dari lantai-lantai tanpa dinding. Berserakan paku dan seng di lantainya, mereka mengitari satu per satu lantai sampai ke lantai paling atas, lantai 3.

“No Min Woo!” teriak Sun menggaung.

Woo hanya menoleh santai, rupanya ia sedang berlatih buat pertunjukan nanti. “Oh kalian..”

Kim Bum yang nampak kesal itu hanya menjitak keras kepala Min Woo, “Bad Evil!!” serunya.

“Kenapa sih?”

“Kenapa selama ini tidak menghubungi kami? Kami khawatir...” ucap Hye Sun sambil duduk di sebelah Woo.

“Maaf, ponselku hilang sepulang dari piknik waktu itu. Selama ini aku juga sibuk rekaman dengan temanku...benar-benar tidak ada waktu padahal niat sudah ada untuk mengajak kalian makan bersama...”

Kim Bum yang kesal itu pun akhirnya ikut duduk di sebelah Woo, mereka mengapit Woo.

“Lagumu apa sudah jadi?” tanya Sun sambil memetik beberapa senar gitar itu.

“Sudah, nanti dengarkan saja. Oya, apa kalian jadi memamerkan fotoku?”

“Jadi, kamu harus melihatnya nanti!” pekik Kim Bum menggaung di sana.

*

‘TAK, TAK, TAK’

Woo mengetuk papan gitarnya untuk memulai masuk nada. Sebuah musik akustik memenuhi areal parkir kampus, tentu saja Hye Sun dan Kim Bum ada disana untuk mendukung penuh sahabatnya itu. Senyum lebar menghiasi mereka, sedangkan yang lain rupanya sudah mulai luruh mendengar nada sedih itu.

I feel like my heart has stopped beating
You and I, frozen there, after a war
Trauma, that has been carved in my head
Once these tears dry up, I will moistly remember my love
I’m neither painful nor lonely
Happiness is all self-talk
I can’t stand something more complicated
It’s no big deal, I don’t care
Inevitable wandering, people come and go

Siapa pun yang mendengar nada itu merinding dan sebagian ada yang menangis, kedua teman Woo heran dari mana ia bisa mendapatkan lirik sedalam itu padahal Min Ah, mantan kekasih Woo tidak mungkin bisa membuat Woo mendayu-dayu seperti itu. Apa lagu itu tercipta karena hubungan persahabatan mereka yang begitu mendalam?

Again tonight, underneath that blue moonlight
I will probably fall asleep alone
Even in my dreams, I look for you
And wander around while singing this song

Lagu berdurasi 4 menit itu mampu membuat seluruh penonton terharu, bahkan ada yang sampai menagis terisak, tersedu. Hye Sun merinding, ia merapatkan mantelnya, masih tidak percaya jika lirik dan melodi itu terdengar seperti sebuah mantra sihir.


“What a wonderful lyrics!” ucap Kim Bum lalu mengambil beberapa foto Sun dan Woo. “Sun-ah, Hye Sun!” Kim sampai mengguncang tubuh Sun yang terpesona dengan lagu itu.


***


4 minggu kemudian, Kim Bum mengajak mereka untuk makan bersama. Tidak biasanya Kim mengajak mereka makan besar bersama seperti ini. Malam itu ternyata Woo menjemput Sun yang tengah bersiap ke acara semi formal itu. Karena Kim menyewa sebuah restoran untuk acaranya ini.


“Sun-ah, kenapa kamu tidak pernah memakai gaun ke acara formal di kampus? Padahal itu terlihat sangat cocok untukmu.”


Hye Sun tersenyum, “Aku hanya memakai gaun di acara spesial saja. Bagiku, acara yang Kim Bum buat adalah spesial! Ayo, pasti dia sudah menunggu kita!”


No Min Woo melihat sisi yang beda ketika Hye Sun memakai gaun. Selama ini memang jarang sekali terlihat Sun yang memakai gaun ke acara-acara formal kampus. Dan itulah alasannya, dia hanya ingin tampil spesial di mata para sahabatnya. Karena motto Sun adalah sahabat di atas segalanya.


*


Kim Bum sibuk menata kamera-kamera antik miliknya di sebuah lemari kaca, ia masih dirumah. Entahlah, ia sungguh ingin memegang kamera koleksinya.


“Kim Bum!” ia mendengar Hye Sun memanggilnya dari luar jendela. Ia menghampirinya namun tidak ada siapapun disana.


“Aku yakin tadi mendengar suara Sun...”


Kim Bum sampai mengecek semua rumahnya sampai ke halaman belakang, tidak ada siapa pun kecuali tukang kebun dan seorang pembantu rumah tangga. Ia tidak terlalu memikirkan hal itu, ia langsung berangkat menuju restoran.


###


“Goo Hye Sun..” panggilnya.


Namun Hye Sun tetap meneruskan lukisan biru itu. Ia tampak seperti orang putus asa. Pandangannya terkesan kosong, padahal jelas-jelas ia menatap lukisan itu.


“Sun-ah!” panggil orang itu sekali lagi, tapi Sun tetap tidak menggubrisnya.


Kemudian Hye Sun menoleh ke arahnya, ia menatapnya namun sebenarnya tidak benar-benar menatapnya. Ia berbalik, melihat sosok familiar itu sedang membawa sebuket bunga mawar putih.


“Woo...” Sun meletakkan kuasnya, lalu berjalan menuju Woo.


‘PLASSSHHH...’


Hye Sun menembusnya, tanpa merasakan apa-apa.


“Ayo..” ajak Woo ke suatu tempat.


Dia; Kim Sang Bum. Ia melihat lukisan biru penuh kesedihan itu, bentuknya seperti jaring, ia mengingatnya. Itu adalah motif wallpaper pada rumahnya, dahulu Hye Sun pernah mengatakan jika ia menyukai motif yang tampak seperti jaring laba-laba itu.


“Goo Hye Sun!!” teriaknya sambil menyentuh pundak Sun, namun ia menembusnya.


“Woo!” Sun menarik lengan Min Woo, merasakan energi panas di pundak kanannya, kemudian ia berbalik. Namun, yang ia lihat hanya studio lukisnya yang kosong.


“Ayo, kita sudah terlambat.”


*


Min Woo menyetir dengan kecepatan yang stabil, ia amat menjaga perasaan Hye Sun. Dia pun merasakan hal yang sama; kehilangan. 3 hari yang lalu, mereka benar-benar tidak pernah sekalipun membayangkan hal ini akan terjadi.


###


Hye Sun tertawa dan tersenyum lebar ketika Woo menceritakan lelucon musik kepada pelukis wanita itu. Mereka mengisi waktu dengan lelucon aneh untuk menunggu Kim Bum di meja 7 itu.


“Sudah Woo! Kamu tega membuatku tertawa seperti ini? Perutku sakit sekali!” Sun memukuli Woo berkali-kali dengan tas tangannya.


“Iya iya....kenapa Kim Bum lama sekali? Sudah setengah jam kita menunggu disini! Akan ku telpon.....


[[ringtone Bigbang Stay berbunyi]]


“Oh ini Kim Bum! Hallo? Kim?”


Woo hanya mendengar suara ombak berderu di ujung sana.


Hye Sun menatap Woo penasaran.


“Hey Kim, hallo? Jangan bercanda, cepat datang! Kamu telat 30 menit! Kim Sang Bum, apa yang kamu lakukan di laut?”


“Berikan padaku,....” Hye Sun merain ponsel Woo. “Kim Bum!” serunya, kemudian sambungan telepon itu terputus. “Ah...putus...”


“Mungkin bocah itu ingin bermain-main dengan kita...lihat ini...Woo memandang sekelilingnya, “tidak seperti ini dia...ada apa dengannya? Membuang uang hanya untuk menyewa restoran ini?”


Hye Sun menatap ponsel Woo.


***

I’m singing my blues
Used to the blue tears, blue sorrow
I’m singing my blues
The love that I have sent away with the floating clouds, oh oh

Under the same sky, at different places
Because you and I are dangerous
I am leaving you
One letter difference from ‘nim’
It’s cowardly but I’m hiding because I’m not good enough
Cruel breakup is like the end of the road of love
No words can comfort me
Perhaps my lifetime’s last melodrama
Now its final curtain is coming down

Lalu lintas terlihat kacau. Polisi tengah memanggil ambulan, seseorang baru saja meregang nyawa di tabrak oleh pengendara mabuk yang kini sedang dalam pengejaran.


“KIM BUM!!!! KIM BUM!!!!!” teriak Hye Sun, Woo sudah berlutut tidak berdaya melihat darah dimana-mana. Ia melihat Sun sudah seperti—semuanya kacau.


“KIM SANG BUM!” teriak Woo sambil mengguncang tubuh Kim.


Tangis mereka pecah, Sun memeluk tubuh itu. Waktu terasa berhenti, musim panas terasa menjad musim dingin. Yang mereka peluk hanya tubuh tak benyawa.


“Kim Bum....” Hye Sun tidak henti-hentinya mengguncangnya, gaun merah mudanya kini berubah menjadi merah. Begitu juga jas yang dipakai Woo, mereka benar-benar...benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.


###


“Woo...” Hye Sun membuka mulutnya setelah sekian lama bungkam.


“Apa...”


“Apakah Kim Bum sudah membersihkan kameranya tadi?” ia bertanya itu di depan kuburan Kim. Pandangannya masih kosong, sepertinya ia benar-benar terpukul.


Woo tidak menjawab, ia memeluk sahabatnya itu. Air matanya pun tumpah. “Sun-ah...”


“Apa Kim Bum sudah makan pagi ini? Cepat katakan padanya jangan sampai makan telat...” ucap Sun begitu datar, bahkan ia tidak menangis seperti Woo.


“Hye Sun....” Woo tak kuasa menahan air matanya. Baru kali ini ia benar-benar merasakan rasa kehilangan yang teramat sangat.


“Woo, beritahu Kim Bum aku akan melukisnya nanti...beritahu dia, aku ingin di potret olehnya nanti...”


“Goo Hye Sun!!!!”


*


Kini ia hanya telah pergi, meninggalkan begitu banyak kenangan...kamera itu hancur, hanya menyisakan sebuah memori. Semuanya tersimpan baik disana. Kampus, studio lukis Sun, studio musik milik Woo, tempat di belakang kampus kini sepi..tampak seperti itu—ruangan kosong hampa mati.


Woo memandangi foto dirinya yang kala itu diam-diam di ambil oleh Kim Bum, tepajang besar di rumahnya. Ia memandangi lukisan Sun, keduanya tampak persis.


Sun, ia hanya melukis-melukis-melukis setiap hari setiap jam...Woo merawatnya, semenjak kejadian itu keadaan jiwa Sun mulai labil. Ia hanya membicarakan Kim Bum setiap hari. Pandangannya selalu kosong, ia kehilangan dirinya.


###


5 bulan yang lalu, Suatu sore di kampus...


YA~~ Hye Sun, Min Woo, ayo jangan banyak bergerak ini hanya 10 detik!” Kim Bum mengunci lengan Sun dan Woo yang mengapitnya.


“Say CHERRSSSS!!” ucap Kim Bum sambil tersenyum lebar.

 


TAMAT



*pembaca ga usah bingung sama lukisan yang Sun buat, ini gw kasi gambarnya, kebetulan warnanya juga biru*



sedikit cerita tentang FF ini , 
tercipta karena emang udah lama pengen buat dengan konsep yang seperti ini.
gw rikues sama salah satu Sunbae tapi lama banget jadinya
so gw buat dalam bentuk one shot
awalnya sempet bingung nentuin cast yang cewek
awalnya mo pake artis cina , 
tp kata manajer gw lebih baik pake artis korea .
ya udah gw mikir siapa yang cocok dan akhirnya gw pilih GHS
selain bisa ngelukis , wajahnya juga tidak sesuai dengan umur dia yang udah banyak
jadi gw fikir cocok di gabung sama KSB juga NMW .
alur ceritanya gw emang sengaja buat kayak gini , biar beda sama FF gw yg sebelumnya
dan pas pembuatan FF ini sepanjang hari gw dengerin cuma satu lagu ,
lagu barunya bigbang yg blue ..
dengerin lagu ini inspirasi semua pada kluar
'yah inilah hasilnya...

8 komentar:

  1. nah! ini greget!
    better than before deh..
    jadi mau mandeg berkarya kalo hasilnya kayak gini? bagus ini..
    mungkin ff lo blm banyak peminatnya karna belom banyak yang kenal blog lo.. lama2 juga pasti banyak yang baca.. ga semua instan kok, pasti ada proses^^
    so, good luck!
    keep writing kalo bisa! ga mesti FF, yang penting nulis aja~hhh..^^v

    BalasHapus
    Balasan
    1. ah *nunduk malu tp senyum*
      makasi banyak sunbae ... *brasa punya pembimbing deh*
      iya lain kali mo nyoba one shot lagi kok ~
      makasi banyak yaa

      Hapus
  2. Deg... itu pas gue baca waktu part nya Sun ngomong di dpan makamnya Kim Bum, merindiiiing abiiiss n lo tauu, lo berhasil ngebuat air mata gue netes di ff lo yg ini (tanggung jawaaaaaaaaab !!!). Brasa banget feel sedih nya itu dapet bangeet. Critanya pas ga trllu pendek ga trllu panjang. Pokonya perfect dah. Suasana di tiap2 part nya jg oke, lo ngerangkai kata2nya pas bgt sampe2 gue bener2 kebawa kedalem ini crita. Waktu gue ngetik ini komen, pikiran gue masi melayang2 ke Beautiful Art. Daebak !! Pas bgt gue demen crita yg sad ending bgni. Good job lah pokonya. Lo itu punya bakat di bidang tulis menulis kya bgni. Jd ga ada alesan buat lo ga nulis lagi, kembangin bakat lo cum. Buat crita2 keren lainnya. Okeh~ *chuu

    BalasHapus
    Balasan
    1. HAHAHAHAHAHAHAHAHAH lo aja merinding , apa lagi gw kebayang" terus tau ! gw juga gtau apa yg gw pikirin ini kok bisa buat cerita kayak gini ~
      gegara lagunya bigbang sih makanya bisa buat yang kayak gini ... errr pas nulis komen ini gw juga masih merinding tauk .... wakakakakakaka yes saya berhasil buat anak orang nangis lagi yes yes yes gmau pokoknya gw kan ud bilang gmau tanggung jawab !

      Hapus
  3. ajigile !!! DAEBAK !!
    tanggung jawab udah bikin saia nangis sesenggukan malem nih .. sedih bgt ceritannya ;________;
    kenapa kim bum metong :'(
    tanggung jawab onnie dah bikin nangis , ;_____;
    feel nya dapet pas bagian hye sun ngmngnya di kuburan nya kim bum .. hueeeee ;_____;

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehhe maav ~
      habis mendadak kepikiran kayak gitu .... gatau deh blank akunya pas buat scene yang itu ....

      Hapus
  4. Hey tanggung jawaaaaaaaab !!! Tingkat kreatifitas ama tingkat inspirasi lo lagi di puncak2nya kayanya, makanya bisa ngaliiiiir gitu aja hahaha kaya gini trus dong cum, ayook buat ff sad ending lagi hahaha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. eh minta sad ending lagi ? hhhh kasian air mata gada yang jual ntar kalo habis gimana ?

      Hapus