Tittle :
Prince(ss) & Clown
Cast :
Ravi (VIXX) – Sungjae (BTOB) – Shin Moni (OC)
Rated :
16+
Genre :
lover
Theme
song : ~ah whatever~
Author :
Ravla
(i know
it’s seems bored....)
-------------------------------------
“Ketika Ravi menjadi penerus tahta
sebuah kerajaan........”
Pemuda 184 cm itu sibuk membawa
jajanan ringan untuk kawan yang baru ia kenal 3 bulan yang lalu, “Ya~ Ya~ apa
yang sedang kau baca....itu bukan bacaan untuk orang sepertimu!” Ravi merebut
selembar kertas milik istana yang tidak sengaja di letakkan di dekat telepon
rumah. “Tidak seharusnya ini disini...” lalu Ravi memindahkan kertas itu ke
tempat yang tidak bisa di jangkau temannya.
“A...~ aku tidak bisa mengambilnya
jika kau meletakkan itu disana.....biarkan aku membaca itu Ravi-ya!”
“No. No.” Ucap Ravi sambil
menggoyangkan telunjuknya ke kanan dan ke kiri. “Lebih baik kita menonton TV
saja dan menghabiskan semua makanan ini.”
Moni menggeleng, “Tidak mau, aku
sedang tidak ingin makan apa-apa. Lagi pula, ada apa kau memintaku datang ke
sini? Aku kira ada hal penting yang ingin dibicarakan?” tanya Moni yang
kemudian duduk rapat di sebelah Ravi.
Sentuhan kulit Moni membuat Ravi
sedikit terhentak, “Eung~? Oh..itu,....em, aku ingin pergi, tapi tidak ada yang
bisa ku ajak. Jadi, ku pikir, kau bisa. Pameran seni di taman wisata kota. Tahu
kan?”
Moni mengangguk, “Yap, aku
tahu...tapi aku tidak berpikir ingin pergi kesana...aku juga tidak tahu kapan
bisa kesana. Kau tahu kan, aku sedang repot mengurus panti asuhan? Bahkan
setelah ini aku harus menginap disana.”
Ravi mengangguk, “Tidak masalah kok.
Tapi aku ingin sekali kesana. Bagaimana...?” ia berakting sok imut agar Moni
mau pergi bersamanya.
“Oh, iya~! Kau kan pernah bercerita
jika kau mempunyai teman baik, ajak dia saja bagaimana? Bukankah, hubunganmu
dengan dia sudah lama sekali? Kalian pasti lebih akrab jika pergi ke sana
bersama.
“Hanmira maksudmu? Tentu saja dia
sudah beberapa kali datang kesana bersama kekasihnya, aku tidak mau terlalu
sering bertemu dengan kekasih Hanmi....aku dulu pernah memiliki konflik dengan
mereka...ah sudahlah!” Ravi kemudian teringat kejadian 3 tahun yang lalu,
setiap kali ia mengingat kejadian itu, ia merasa sangat bersalah.
“Jinjjaro? Aku kira orang sepertimu
tidak bisa bertengkar dengan orang lain!” ledek Moni yang belum pernah melihat
Ravi benar-benar marah terhadap orang lain. “Baiklah, Kim Ravi! Aku akan
menemanimu, jangan lagi kau tunjukkan wajah sok imut itu....tidakkah kau tahu,
wajah itu tidak cocok untukmu!”
“Hore! Benarkah? Kau tidak akan
berbohong padaku?” pandangan itu seolah menyiratkan sebuah trauma. Masa lalu
Kim Ravi tidaklah indah walaupun ia terlahir dengan predikat Prince atau
Pangeran.
“Tapi tidak bisa hari ini, bagaimana
jika....lusa?” tanya Moni yang kemudian pertanyaan di sambut dengan sebuah
pelukan hangat dari Ravi.
*****
Langkahnya begitu pasti, menuju
suatu tempat yang ramai dan semua perhatian akan tertuju padanya. Benar saja,
dari kejauhan, dia sudah tampak begitu sangat mencolok.
“Eomma~ aku mau lihat itu!” teriakan
seorang anak kecil membuatnya semakin bersemangat. Senyumnya merah merekah bak
buah strawberry yang manis.
Mulanya ia memakai sepatu yang
kebesaran, lalu tanpa ia sadar ternyata sepatu itu tertukar. Ia menukarnya
kemudian bajunya tersangkut di celananya yang memiliki sedikit hiasan berbentuk
duri-duri di sisi kiri pahanya. Setelah memperbaiki itu, ia menuangkan segelas
air, namun karena ia begitu fokus dengan gulali yang di bawa salah satu anak
kecil, air itu menjadi meluber kemana-mana. Tapi hal itu menjadi tak masalah,
ia meminumnya namun lagi-lagi air yang sudah di dalam mulut itu menetes akibat
melihat seorang gadis cantik berjalan di depannya.
“Eomma, airnya kemana-mana...” ucap
anak kecil itu lagi dengan tanpa sengaja menjatuhkan gulalinya dan kemudian
menangis keras.
Ia menghampiri dan mengambilkan
gulali yang masih belum kotor itu, ia membersihkan dengan tisu basah dan
mengembalikan gulali itu kemudian memberikan balon gas yang ia bawa di
sepedanya. “Aku mau yang merah...” ucap bocah itu dan kemudian dengan senang
hati ia memberikan balon yang berwarna merah.
“Terima kasih Om Badut.....” ucap
anak kecil itu dan kemudian pergi.
Hidung merah besar, wajah yang putih
dengan hiasan hitam vertikal di kedua matanya, goresan serupa lipstik merah
yang tergambar lebar dari pipi kiri ke pipi kanan, dan tentunya rambut kribo
berwarna pelangi dan kostum ‘gendut’ menyerupai Santa Klaus. Tanpa letih ia
terus bergerak tanpa berkata-kata banyak, atraksinya cukup menghibur pengunjung
disana, terutama anak-anak. Dan ia juga memberikan balon secara gratis.
*
Setiap hari, badut itu selalu
menghibur antara jam 4 sore sampai 6 sore. Datang dan pergi, ia selalu nampak
seperti itu, hanya kadang kala ia mengganti jenis pakaiannya dan leluconnya.
Karena jika penonton setia pasti akan hapal dengan lawakannya.
Ia dalam perjalan pulang menuju
sebuah rumah yang sederhana. Disana ia tinggal seorang diri, ia melarikan diri
dari rumah demi membuktikan kepada keluarganya jika ia bisa hidup tanpa menjadi
parasit di keluarga itu. Ayah dan Ibunya, juga seorang kakak perempuan bukan
sebuah jaminan akan membentuk sebuah keluarga yang harmonis karena mereka semua
sebenarnya adalah Paman dan juga Bibi dengan seorang anak perempuan yang 5
tahun lebih tua darinya. Fakta itu baru ia ketahui kurang dari 3 bulan yang
lalu jika ia adalah anak asuh mereka. Namun, sesungguhnya ini adalah sebuah
kesalahpahaman saja.
‘BUKK!’ seseorang yang terlihat
sedang terburu menabraknya dan membuat stok balon gas yang tersisa berterbangan
ke angkasa senja itu.
“OH! Cwesonghamnida~ ah, balonnya...bagaimana?”
tanya seseorang dengan ransel yang cukup berat rupanya.
Ia hanya bisa tersenyum dan
menggeleng, menurutnya, selama dandanan badut belum terhapus dari wajahnya, ia
tidak ingin mengeluarkan kata-kata yang bisa membuat identitasnya terbongkar.
“Huh? Oh, ini, aku tidak tahu berapa
harganya.....namun, ku rasa ini cukup...” orang itu memberikan sejumlah uang
kepada badut tersebut. “Kenapa? Sudah, tidak perlu kembalian, aku sedang
terburu-buru! Sekali lagi aku minta maaf ya...Tuan Badut!” orang itu berlalu,
namun badut ini tidak akan pernah melupakan wajah itu...
*****
Sore ini Moni datang untuk memenuhi
janjinya kepada Ravi, namun tanpa disangka ia menemukan seseorang asing yang
berkeliaran di dalam rumah Ravi.
“Nuguseyo.....?” tanya Moni sambil
melirik ke arah kaki orang tersebut, `Bahkan
kakiku kalah jenjang dari kakinya.....’
Dia seseorang yang mirip dengan
Ravi, bahkan jika di teliti, wajahnya serupa. Namun ia lebih cantik, karena ia
seorang perempuan. “Oh, annyeong haseyo! Kau pasti Moni, teman Kim Ravi kan?”
tanyanya sambil membungkuk sopan.
“Iya....bagaimana kau tahu aku? Mana
Ravi?”
Perempuan dengan rambut sebahu itu
kemudian menyugukan teh hangat dan sebungkus biskuit, “Maaf ya, sepertinya aku
mengejutkanmu...Ravi mendadak harus pergi...jadi dia berpesan agar aku yang
menemanimu pergi...”
“EH? Pergi? Ravi tidak mengatakan
apa-apa padaku....” kemudian Moni meraih ponselnya dan menghubungi Ravi,
“Ponselnya tidak aktif?”
“Dia meninggalkan ponselnya di
samping TV,...itu. Sepertinya benar-benar terburu...sepertinya orang utusan
dari istana menjemputnya.”
Moni melihat aneh kepada perempuan
itu, “Kau siapa?”
“Oh maaf! Aku belum memperkenalkan
diri, aku adik Ravi, lebih tepatnya adik kembar....namaku Kim Naeun.”
Moni mengangguk lalu bersalaman
dengan perempuan itu, namun tetap saja, Moni memandangnya aneh. “Lalu, kau mau
pergi bersamaku? Disana akan banyak orang...tidak masalah kan, Naeun-ssi?”
Naeun tersenyum malu, kemudian
mengambil jaketnya dan juga tas kecilnya. Gayanya begitu anggun, benar-benar
mencerminkan seorang yang datang dari keturunan darah biru. “Aku tidak takut
dengan orang banyak....aku hanya takut jika ada lelaki yang
menggodaku...ugh...aku tidak suka dengan lelaki hidung belang seperti itu!”
ucap Naeun sambil menghentakkan sepatunya karena sebal mengingat lelaki hidung
belang.
“Kau yakin tidak apa-apa kan Naeun-ssi?
Kau terlihat seperti ingin menghajar seseorang....” ucap Moni sambil terus
tidak percaya jika Ravi selama ini ternyata memiliki saudara kembar seorang
perempuan yang begitu manis. Wajahnya begitu identik dengan Ravi.
“Ah~ aku baik! Aku hanya terlalu
bersemangat, mengingat pameran seni adalah acara kesukaan Ravi, aku juga jadi
suka! Yah..mungkin ini yang dinamakan hubungan antara saudara kembar....?”
ucapnya perempuan ini begitu bersemangat.
“Naeun-ssi...aku rasa kau memiliki
tinggi yang sama yah dengan Ravi? Kau begitu tinggi....apakah kau seorang
model? Aku membayangkan, jika kau menggunakan baju pengantin, dan berjalan di
catwalk....pasti akan sangat cantik!” ucap Moni mencoba menyingkirkan rasa aneh
terhadap Kim Naeun.
“Euh...be...benarkah itu Moni-ssi?
Bahkan aku tidak pernah membayangkan hal itu! Tapi, apakah itu benar-benar
cocok padaku? Hahahaha....,” Naeun tertawa sambil menutupi mulutnya dengan
tangannya, “Aku hanya di foto dengan baju-baju kasual saja....terkadang gaun
malam....apakah kau mau melihat foto-fotoku? Dan bagaimana kau tahu aku seorang
model catwalk?”
Moni terdiam sejenak, kemudian ia
merasa tertarik juga. “Jadi, benarkah kau seorang model? Wah! Kenapa Ravi tidak
pernah bercerita padaku? Aku tahu hal itu ketika tadi melihat kakimu....Ah!
Akan menyenangkan jika Ravi berada disini dengan kita sekarang! Naeun-ssi!”
“Ah....iya...ku harap juga seperti
itu....”
***
Seperti hari-hari biasa, si badut
menghibur pengunjung taman dan ia terlihat begitu ceria terutama jika ada anak
kecil yang melihat atraksinya.
Sementara ia sedang sibuk menghibur
dengan media sebuah gelembung sabun, ia melihatnya ; gadis semalam yang tidak
sengaja menabraknya.
“Naeun-ssi! Lihat ini! Apakah kau
fikir Ravi akan menyukainya?” tanyanya kepada Naeun dengan mengambil sebuah
topi bermotif seperti zebra. “Tapi, aku
tidak tahu ini seleranya atau bukan....jadi menurutmu aku harus bagaimana?”
“Moni-ssi.....itu topi yang bagus!
Aku yakin Ravi pasti akan menyukainya! Oh, oh lihat! Yang ini juga bagus!
Ah..aku tidak tahu mengapa seleraku dengan Ravi sama...aku juga menyukai ini!” Naeun
meraih sebuah topi hangat yang bertekstur kasar, ia mencoba perlahan lalu
mengembalikannya lagi dan mereka kemudian berbaur dengan pengunjung yang sedang
menyaksikan banyak badut beraksi.
`Itu
gadis yang semalam....dia bersama temannya.....` batin si badut
dan kemudian terpana dengan keduanya. Mereka menghampirinya dan memperhatikannya.
“Kenapa kau melihat kami seperti
itu...? Ya~ apa yang kau tunggu...anak kecil itu sedang mengamatimu!” tegur Naeun
kepada badut itu, kemudian badut itu melanjutkan aksinya. Namun pandangannya
tidak lepas dari Naeun dan Moni.
“Kau suka melihat badut? Bahkan aku
baru melihatnya secara langsung kali ini. Tidakkah mereka membosankan? Oh iya!
Semalam, aku juga bertemu dengan badut...”
Kim Naeun kemudian menanggapi ucapan
Moni, lalu mereka berlalu menuju tempat pameran seni di gedung utama.
*
Mereka berkeliling, melihat pameran
lukisan, memainkan beberapa alat musik, dan juga tidak lupa berfoto di dalam
foto box yang disediakan secara gratis disana.
“Kurasa jalan denganmu asik juga, Naeun-ssi!
Bahkan aku seperti sudah lama mengenalmu, padahal baru hari ini kita bertemu!”
ujar Moni sambil memberikan sekotak teh dan mengajaknya duduk di bawah sebuah
pohon. “Aku suka senja ini, cerah sekali.”
Naeun memandangi wajah itu, wajah
Moni seperti tanpa beban. “Aku juga senang bisa mengenal teman baik Ravi. Kau
tahu, selama ini aku hanya berdiam di dalam istana utama. Aku jarang sekali
keluar untuk bermain, ya itu sungguh membosankan!”
“Benarkah? Apakah teman-temanmu
tidak pernah mengajakmu bermain? Atau Ravi? Namun ini sedikit aneh, Ravi tidak
pernah sekalipun menyinggung tentang dirimu....atau aku yang melewatkan
sesuatu?”
Naeun kemudian tersedak, “UHUK!”
Moni menepuk-nepuk punggungnya untuk membantu melancarkannya, “Sudah...sudah
aku tidak apa-apa....”
“Kau kenapa Naeun-ssi? Apakah teh
ini tidak enak?” Moni menusukkan pipet ke atas kotak kemudian Naeun merebutnya
dan membuangnya jauh sampai lemparannya mengenai seseorang.
‘PUK’
“Astaga, kau mengenai badut itu Naeun-ssi!”
ucap Moni terkejut kemudian menghampiri badut yang terlihat mendorong
sepedanya. “Tuan Badut!!! Kau baik-baik saja? Apakah kau terluka?” tanya Moni
begitu panik, kemudian ia mengambil kotak teh tersebut dan mengecek ujungnya,
“Ini tajam, apakah wajahmu tergores? Beritahu aku!”
Naeun terlihat dengan ekspresi tidak
bersalah dan kemudian menghampiri, “Sudahlah Moni...dia tidak apa-apa....”
ujarnya dengan sedikit mengabaikan.
Badut itu mengangguk, ia mengatakan
‘OK’ dengan tangannya. Kemudian memandangi kedua perempuan yang ada di
hadapannya.
“Eum? Badut ini bukannya yang kita
lihat tadi yah?” tanya Naeun sambil mengamati wajah di balik riasan itu.
“Mengapa kau jadi badut? Kurasa kau memiliki wajah yang tampan...? Moni-ssi,
coba kau perhatikan mata dan bibirnya...tidak kah ia memiliki wajah yang tidak
buruk?”
Moni mengikuti apa di katakan Naeun,
“Benar juga....hei...bukankah...kau orang yang ku tabrak semalam? Benar kan?
Hanya kau badut yang menjual balon gas?!” Moni menyadarinya juga.
Naeun menjadi bingung, ia juga tidak
menyangka jika cerita yang ia dengar ternyata adalah badut yang ia lihat di
awal kedatangannya di pameran seni ini.
Kemudian dengan alasan yang tidak
pasti, badut itu setengah berlari untuk menghindari kedua perempuan yang
terlihat begitu akrab tersebut.
“Hei, Hei mau kemana? YA~” teriakan Naeun
membuat badut itu semakin menjauh.
Moni memukul lengan Naeun, “Kau
perempuan, kenapa berteriak seperti itu! Huh, kenapa kau begitu mirip dengan
Ravi? Ingat, kau putri istana, kau harus menjaga sikapmu ketika berada di luar
istana!”
“Uh? Cwesongi....Moni-ssi...”
Moni memandangnya, “Sudahlah,
panggilan itu terlalu formal, panggil aku Moni saja... lagi pula kita lahir di
tahun yang sama..jangan lakukan itu lagi! Ravi bisa sedih jika tahu adik
perempuannya suka berteriak seperti itu!” dengan gemasnya Moni kembali memukul
lengan itu, “Kau rajin mengunjungi gym yah? Lenganmu, seperti Ravi...”
**
“Mereka mengatakan aku tampan......”
dia bercermin, mengusap-usap wajahnya yang baru saja bersih dari riasan badut
itu. Ia tersenyum senang dan menggelengkan kepalanya, “Aku masih tidak percaya
ada yang mengatakan hal seperti itu padaku....”
Kemudian tak lama setelah itu,
ponselnya berdering. Seseorang yang sudah lama tak ia beri kabar, akhirnya
menghubunginya.
“Yook
Sungjae...kau mengangkat teleponku? Omo, Sungjae-ya! Bagaimana kabarmu? Mengapa
kau lari dari rumah?”
“Nuna......” ucapnya setengah
berbisik.
“Sungjae-ya...kembalilah
kerumah....kami semua mengkhawatirkanmu! Tidak kah kau merindukan aku juga?
Yook Sungjae...”
Pria di balik kostum badut itu
adalah Yook Sungjae, pemuda berusia 18 tahun. Ia tak bisa menahan air matanya
setelah sekian lama tidak mendengar suara lembut itu lagi. Dan kini suara itu
tampak menyembunyikan sesuatu...tentunya suara itu mencerminkan kekhawatiran
yang begitu mendalam, bagaimanapun, Sungjae telah salah paham dengan mereka,
keluarganya.
“Sungjae-ya,
kau masih disana? Sungjae, jawab aku! Tidak kah kau ingat janjimu padaku? Kau
bilang kau akan melindungiku bagaimana pun situasinya kan? Apakah kau
melupakannya? Aku menagihnya Sungjae!”
“Mianhaeyo Nuna.” Sungjae kemudian
mencabut baterai ponselnya. Ia tidak bisa mendengar suara itu lebih lama lagi.
Sesungguhnya, semenjak ia tahu jika Rae In bukanlah kakak kandungnya, ia mulai
memendam perasaan kepada perempuan itu. Namun ia memikirkannya berulang kali,
ia mendoktrin dirinya sendiri agar perasan ini tidak boleh meluas.
*****
14 hari berlalu, Moni mulai risau.
Sesuatu menganggu hati dan juga pikirannya.
“Kenapa Moni-ya?” tanya Ravi yang
mengambilkan kursi untuk temannya tersebut. “Belakangan ini kau terlihat
seperti itu..ada masalah dengan panti?”
Moni terlihat mengambil napas
panjang, “Aku diam-diam melihat badut yang aku dan Naeun temui 2 minggu yang
lalu....dan kini aku bingung...karena aku tidak bisa mendekati badut itu lagi
karena Naeun.”
Ravi terlihat membenarkan topinya,
“Hm...sayang waktu itu aku tidak pergi bersama kalian...tapi Naeun sudah
menceritakan semuanya padaku...aku jadi tidak enak padamu,...hmm karena sikap Naeun
yang seperti itu.”
“Hhh,.....sudahlah...sudah terjadi
pula. Kau tahu kemana Naeun pergi? Dia hilang seperti di telan bumi...bahkan
aku tidak tahu nomor ponselnya. Kurasa dia lebih menyenangkan di bandingkan
dengan dirimu!”
Moni memandang tajam ke arah Ravi,
“Mengapa melihatku seperti itu? Aku tidak tahu dimana ia berada...aku juga
jarang bertemu dengannya, selain karena rumah kami yang berbeda...”
Namun sebuah kalimat dari Moni
mengejutkan Ravi, “Kurasa aku menyukai badut itu...ahhh...eotteokhae?
Ravi-ya...bagaimana ini....aku terus memikirkan badut itu....ah ada yang salah
denganku!”
Ravi hanya memandang gadis itu, ia
tampak memegangi kedua pipinya dan terus menunduk dan memainkan kakinya.
“Moni-ya, astaga aku baru ingat, jika sore ini aku ada penerbangan ke
Singapura....bagaimana ini...aku belum menyiapkan barang! Kalau begitu aku
pulang sekarang ya! Maaf tidak bisa menemanimu lagi! Annyeong!”
Sesaat kemudian Moni baru menyadari
jika pemuda itu sudah menghilang dari hadapannya. “Lho? Kim Ravi, kemana?”
gadis itu melihat sekeliling namun tak lama ia kembali risau memikirkan
bagaimana cara agar ia bisa berbicara dengan badut itu.
**
Jam 8 malam disebuah mall...
Seusai membersihkan riasannya,
Sungjae membasuh wajahnya di toilet umum karena ia hendak membeli sesuatu di
sebuah pusat perbelanjaan, namun ia terganggu dengan seseorang yang memuntahkan
sesuatu di wastafel sebelahnya.
Sungjae melirik orang itu dengan
jijik, sepertinya orang itu terlalu banyak menenggak minuman keras.
“Ugh....” Sungjae segera
meninggalkan toilet dan mengunjungi sebuah toko yang menjual pernak pernik
mainan. Ia membeli beberapa dan berencana untuk merangkainya menjadi sesuatu
yang bernilai seni tinggi. Ia kemudian meninggalkan lokasi itu.
**
Keesokan paginya, Ravi tersadar dan
mengingat kejadian kemarin ; ia membohongi Moni dan kemudian pergi untuk
melepas stress dengan menenggak minuman keras, kemudian ia memuntahkannya semua
dan tergolek lemas di parkiran, “Apa yang sudah ku lakukan..?”
***
4 hari kemudian...
`Jadi...ini
rumah badut itu? Orangnya ada di dalam tidak yah..?`
Dengan begitu nekad, Moni ternyata
mengikuti orang itu dari kemarin seusai orang itu menghibur di tempat biasa
sampai pagi ini. Lampu di dalam rumah itu menyala semenjak semalam.
‘GREEEKK’
Terdengar suara pintu yang tergeser
dari dalam, dan kemudian sosok dengan piyama merah itu merentangkan tangan dan
melakukan beberapa gerakan streching.
Moni yang sibuk mengamati badut
tanpa riasan itu tidak sengaja terjerembab ke sebuah lubang yang di penuhi oleh
kardus bekas. “ADUH! SAKIT!” teriaknya sampai menyita perhatian Sungjae.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Sungjae
sambil menarik gadis itu, “Apa yang sedang kau lakukan disana?”
Moni tidak menjawab dan hanya
menunduk, kemudian ia pergi begitu saja. Jalannya pincang, kakinya terkilir
ketika jatuh ke dalam lubang tersebut.
“Sedang apa orang itu disini? Apa
pencari kardus bekas?” Sungjae kemudian kembali ke dalam rumah dan melanjutkan kegiatan
merangkai mainan yang tertunda semalam.
**
‘TOK TOK TOK’
Moni membuka pintu rumahnya dan
terkejut menemui Kim Naeun sudah rapih dengan setelah hoodie juga jeans dan
sepatu cats. “Hallo Moni-ya!” ucapnya riang.
“Omo! Kau mengejutkanku! Tunggu,
bagaimana kau tahu alamat rumahku? Apakah kau bertanya ke Ravi?”
Naeun mengangguk, kemudian ia
menerobos masuk ke dalam rumah dengan sembarangan melepas sepatunya. “Wah
rumahmu sejuk sekali...oh iya, maaf aku mendadak ke sini sore ini...aku
menyampaikan permintaan maaf dari Ravi karena meninggalkanmu secara mendadak beberapa
hari yang lalu.”
‘PLAK!’ Moni kemudian memukul lengan
Naeun cukup keras, “Kau kemana saja? Kenapa tidak memberiku kabar?! Waktu aku
tanya Ravi, dia juga tidak tahu...sebenarnya kalian akur tidak sih? Aku tidak
pernah melihat kalian bersama!”
Naeun hanya tersenyum kemudian
meminta segelas air dingin, ia begitu
nampak kehausan. Padahal cuaca tidak begitu panas. “Sore ini kau tidak ada
acara kan? Aku ingin mengajakmu ke suatu
tempat...”
“Sepertinya penting sekali? Baiklah,
tunggu aku bersiap dulu yah...” namun sebelum sempat Moni mengambil tasnya, Naeun
sudah menariknya dan mengajaknya berlari. “HEY, kau ini kenapa sih, kenapa kita
berlari?”
Naeun hanya menengok dengan
tersenyum, kemudian ia mengajak ke pelataran taman kota, tempat dimana ia biasa
melihat badut tersebut.
“Lho? Kau ingin melihat badut itu?
Ini kan masih terlalu siang...lihat, aku tidak melihat ada satu badut pun
disini...ada apa Naeun?”
“Chagiya!!” teriak Naeun sambil
melambaikan tangan ke arah stand makanan, kemudian seseorang datang menghampiri
mereka.
“Jadi, kau ingin memperkenalkan
kekasih barumu padaku? Astaga...aku kira kau ingin mengajakku melihat badut
itu!”
Seseorang itu semakin mendekat,
namun raut wajah Moni mulai berubah.
“Chagiya, ini teman yang aku
ceritakan tadi...” ucap Naeun kemudian menggandeng mesra lengan pemuda itu.
“Yook Sungjae.” Ucap pemuda itu
dengan ekspresi tidak percaya.
Moni dengan ragu menyambut tangan
itu, “Shin Moni.” Ucapnya begitu pelan. Kemudian ia tersenyum, sebuah senyum
yang pahit. “Senang melihatmu berdua.” Ucapnya kemudian menjaga jarak dengan
Sungjae.
“Bagaimana menurutmu, Moni-ya?
Tidakkah ia tampan?” tanya Naeun sambil mencubit pipi Sungjae dengan gemas.
Moni hanya tersenyum kemudian ia
mencari alasan untuk pergi dari tempat itu.
***
2 hari kemudian, gadis itu hanya
berbaring di tempat tidur. Ia masih tidak percaya jika pemuda yang selama ini
ia sukai akhirnya menjalin hubungan dengan Kim Naeun, teman barunya. “Apakah
itu alasan ia menghilang beberapa hari kemarin? Tapi selama aku melihat
pertunjukkan Sungjae...aku tidak melihatnya disana...apakah mereka bertemu di
tempat lain? Kenapa ini menjadi seperti ini....?”
Ravi yang melihat temannya tidak
bersemangat seperti itu, ia juga menjadi merasa tidak enak, “Sudahlah
Moni-ya...masih banyak yang seperti Sungjae...tidak perlu jauh-jauh
mencarinya....”
“Apa maksudmu Ravi-ya...kau
menawarkan dirimu padaku, begitu kan? Huh, kau itu temanku...mana mungkin aku
menjalin hubungan spesial denganmu! Tidak lucu kan jika kau dan Naeun menikah
kelak, maka Sungjae akan menjadi saudara iparku......”
Ravi memainkan boneka beruang yang
ada di ruang tengah, ia menggunakan tangan
boneka untuk mengelus-elus pipinya. “Jadi, kau menolakku, Moni-ya?” Ravi
merasa patah hati, bahkan ia sudah menyiapkan mentalnya jauh-jauh hari.
“Ah....! Yook Sungjae....kenapa bisa
ia bersama adikmu, Kim Ravi!!? Aku masih belum bisa terima,...aku
seperti..seperti di tusuk dari belakang!” kemudian gadis itu berteriak kencang
dengan menutup wajahnya menggunakan bantal.
*****
“Sungjae...pulanglah....jika tidak,
Ibu tidak akan sembuh...ku mohon, mengertilah....kali ini, aku berjanji akan
mewujudkan apa yang kau inginkan selama ini...”
“Nuna....”
Kim Naeun melihat seorang perempuan
menggenggam erat tangan Sungjae, kemudian memeluknya sambil terisak. Namun
Sungjae tidak meresponnya.
“Pulanglah Nuna, Ibu pasti sedang
mencarimu saat ini. Aku....aku pasti akan kembali. Tapi tidak untuk saat ini.”
Tatapan Sungjae begitu kuat, di balik tatapan itu tersimpan penyesalan.
“Kau menunggu Ibu meninggal baru
kembali, begitu?” tanya perempuan itu kemudian pergi dan tidak sengaja menabrak
Kim Naeun. Perempuan itu pergi dengan tangisan.
“Naeun...? Sedang apa kau disana?”
tanya Sungjae kemudian. “Bukankah, aku berjanji akan menjemputmu satu jam
lagi?”
“Sungjae-ya, aku bosan
dirumah...makanya aku kesini....tidak masalah kan? Atau sebaiknya aku kembali
pulang saja?”
Sungjae terlihat menyibak poninya,
“Masuklah, aku akan membuatkanmu ramen.”
**
“Hmm? Kemana kipas elektrikku? Aku
yakin tidak pernah mengeluarkannya dari tasku....”
Moni mencari kipas elektrik yang
biasa ia bawa, namun sepertinya Ravi sudah meminjamnya tanpa sepengetahuannya.
Moni yang tengah berada seorang diri
di rumah Ravi, mencoba mencarinya di semua sudut, sampai akhirnya tidak sengaja
ia menemukan ponsel milik Ravi terjatuh di samping tempat tidur di kamar Ravi, dan tidak sengaja
pula layar ponsel milik Ravi tersentuh olehnya.
“Hmm? Pesan singkat? Hanmi?”
Karena pesan itu sudah terbuka, maka
Moni membacanya.
-Ravi-ya,
scraft milikmu tertinggal di rumahku. Kapan kau akan mengambilnya? Karena besok
dan beberapa hari mendatang aku akan pergi berlibur dengan Cha Hakyeon. Jadi kuharap
malam ini kau bisa mengambilnya. Bagaimana kabar kau dengan Moni? Apakah semuanya
berjalan lancar? Ku harap kita segera menghentikan permainan ini. Karena apa,
kau tahu? Hakyeon Oppa bertanya tentang wig yang ada dirumahku, padahal aku
sudah katakan jika itu milik saudaraku, tapi ia tidak percaya. Jadi kumohon,
jangan letakkan wig itu ditempatku lagi!-
Butuh beberapa saat untuk Moni
mencerna semua isi pesan itu. “Wig? Ada apa antara Ravi dan wig...aku tidak pernah mengerti dengan permainan yang
mereka mainkan...”
Kemudian Moni kembali ke ruang
tengah dan menonton TV dengan asik, sampai akhirnya Kim Naeun pulang dan ia
terlihat sedikit mabuk.
“Eung? Kau mabuk, Kim Naeun? Apakah kau
baru saja pergi bersama Sungjae?”
Kim Naeun tidak menjawabnya, ia
segera menuju ke kamar Ravi dan terdengar mendengkur kemudian.
“Kim Naeun, tidur mendengkur seperti
itu?” Moni kemudian melihat keadaan Naeun. Dia masih tidak percaya seorang princess mendengkur seperti itu. Moni
mengambilkan selimut dan menyelimuti tubuh Naeun, tapi ponsel yang sedang ia
pegang tidak sengaja mendial nomor ponsel Ravi, sehingga ponsel itu berdering
keras dan membuat Naeun menggeliat kemudian ia meraih ponsel tersebut.
“Yeoboseyo...nugu.....ngghhhh~.......ya~
Hanmi-ya...wae?”
Moni terbelalak, suara itu, bukan
suara Naeun.
“Kim Ravi...?” ucapnya berbisik
kemudian.
“Wae...nugu? Nuguseyo...?”
Moni memutus hubungan telepon itu
dan menutup mulutnya dengan tanganya. Ternyata selama ini yang merebut Sungjae darinya
adalah Ravi, bukan Naeun. Dan Kim Naeun tidak pernah ada....
“Jadi...mereka melakukan permainan
macam ini...? Jeongmal....”
Masih di liputi perasaan tidak
percaya, Moni meninggalkan rumah ‘putri’ tersebut dan menuju ke sebuah tempat.
***
‘DOK, DOK, DOK’
Pukulan itu begitu keras, suaranya
menggema, seseorang menggedor pintu rumah Sungjae.
“Nugu?” sapa Sungjae begitu
mengetahui jika yang datang adalah teman Naeun. “Oh, Kau...ada apa? Apakah terjadi
sesuatu pada Naeun?”
Moni menggeleng, “Sebaikanya kau
jauhi dia. Dia tidak seperti yang kau lihat.”
Sungjae bingung, “Apa yang sedang
kau bicarakan?”
Moni tersenyum pahit, “Besok jam 11,
temui aku di restoran Jepang dekat taman kota. Aku ingin memberimu sebuah
kejutan.” Ucapnya, kemudian ia pergi.
***
Sungjae yang masih tidak paham
dengan kejadian semalam, mencoba datang sesuai dengan permintaan Moni.
“Oh, kami sudah menunggumu,
Sungjae-ssi.” Ucap Moni yang sudah duduk manis bersama temannya, Kim Naeun.
Sungjae bergabung namun Kim Naeun
terlihat tidak nyaman, “Naeun, kau kenapa?”
“Aku harus ke kamar kecil, maukah
kalian menungguku?” kemudian Naeun berlari menuju toilet.
Suasana menghening, kemudian salah
seorang dari mereka membuka percakapan. “Kejutan apa yang akan kau berikan
padaku? Aku tidak melihat bingkisan apapun disini...?” tanya Sungjae sambil
mencoba melihat sekeliling.
Moni perlahan mendekatinya, “Aku
tidak perlu membungkusnya dengan cantik,.....karena kau akan segera melihatnya.”
Ucap Moni kemudian ia mengecup bibir Sungjae secara tiba-tiba dengan sedikit
paksaan, namun sepertinya mereka cukup menikmati ciuman itu.
“Moni-ya!! Apa yang kau lakukan?!”
tegur Naeun begitu kembali dari toilet.
Kemudian Sungjae sedikit mendorong
tubuh Moni dan menyadari sesuatu, “Ada apa dengan suaramu Naeun?” Sungjae
berdiri dan menatap Kim Naeun.
Moni menyeka bibirnya dengan
punggung tangan, “Semalam, Hanmi mengirimu pesan singkat tentang wig...ada apa
antara kau dan wig, Kim Naeun?” tanyanya licik.
Kim Naeun terlihat salah tingkah. Namun
Sungjae kemudian menarik rambut perempuan itu dan terlepas. “Ini yang kau
maksud dengan wig?” tanya Sungjae menatap Moni, kemudian ia kembali memandang
Naeun “Siapa kau, apa yang kau lakukan kepadaku?”
Moni melirik Ravi licik, namun tak
lama kemudian raut itu menjadi seperti orang yang ingin menangis, matanya mulai
memerah.
Suasana menjadi memanas, Sungjae
terlihat begitu marah dan tidak bisa berkata-kata. Sementara itu Moni terlihat
begitu kecewa lantaran selama ini Ravi membohonginya dan menggunakan permainan
kotor untuk membuat seolah hanya Ravi yang bisa memiliki Moni. Kecewa dan sakit
hati, semua Ravi yang membuatnya.
Tidak ada kata-kata yang terucap,
Sungjae mengajak Moni pergi dari tempat itu.
“Tunggu, ini tidak seperti apa yang
kalian bayangkan! Moni, SHIN MONI!” tidak ada yang mempedulikan teriakan Ravi.
***
“Aku minta maaf, hanya dengan cara
ini bisa membuatnya sadar. Aku juga minta maaf, karena kau ikut terlibat dalam
semua ini. Aku tidak tahu....”
Sungjae melempar batu-batu kecil
yang ada di sekitarnya, mereka ternyata pergi jauh dari jangkauan Ravi atau Naeun.
“Sudahlah, tidak seharusnya aku menerimanya tanpa mengenalnya terlebih dahulu...ini
juga kesalahanku...aku bahkan tidak menyadari jika ia seorang...laki-laki.”
Moni tidak meresponnya, tangannya
sibuk dengan pasir ia masih tidak percaya dengan semua ini. Jika saja kemarin
ia tidak memegang ponsel dan secara tidak sengaja mendial nomor ponsel Ravi,
mungkin entah semuanya akan terungkap kapan. “Aku hanya bisa minta maaf. Hari ini
kau jadi tidak bisa menghibur anak-anak lagi..”
Sungjae menatapnya tajam, “Bagaimana
kau tahu itu aku?”
“Yah...aku pernah mengikutimu sampai
pagi, kau menolongku saat aku terjatuh di dekat rumahmu...maaf juga ya untuk
soal yang itu.”
Sungjae merasa impas, “Aku juga
pernah mengikutimu...aku rasa kita impas.”
Moni memandangi lelaki tampan itu, “Kapan?”
Sungjae tampak tersenyum malu, “Waktu
malam itu kau menerbangkan semua balonku. Lalu begitu saja aku mengikutimu,
sampai aku menemukan benda ini terjatuh dari tasmu.” Sungjae mengeluarkan
sebuah benda kesayangan Moni.
“Kipas elektrikku! Jadi selama ini,
kau menyimpannya??” dengan tidak percaya ia mengambil kipas itu dari genggaman
Sungjae. “Aku kira Ravi yang mengambilnya dariku....ternyata ini
terjatuh...terima kasih ya.”
Sungjae mengatamati gadis itu dengan
benda kesayangannya, “Lalu, aku ingin bertanya sesuatu...mengapa kau melakukan
hal itu kepadaku tadi?”
Moni terlihat sedikit mengingat,
kemudian ia membekap mulutnya, “Hmm, yang itu yah?”
Kemudian Sungjae mengangguk, “Iya,
yang kau lakukan padaku di restoran tadi,...aku tidak mengira kan akan
melakukan hal itu...”
“Maaf, masalah yang itu...aku,
aku....juga tidak tahu...hanya ingin melakukannya saja...mungkin sebagian dari
aksi untuk menyadarkanmu...?”
Sungjae terlihat tertawa senang dan
melirik Moni dengan sedikit tatapan nakal, “Setelah ini apa rencanamu?”
“Hmm? Apa? Tentang kejadian tadi
sore maksudmu?” Moni melihat Sungjae menggangguk, “Aku mungkin tidak akan
menemui orang itu untuk beberapa saat...aku mungkin akan mengambil liburan...atau
kesibukan,....aku juga tidak tahu. Bagaimana dengan kau, Sungjae?”
“Aku akan menemui keluargaku. Dan,
aku ingin menyatakan perasaanku padamu, Shin Moni.”
“Mworago?”
Sungjae mengajak Moni berdiri lalu
mengulangi kalimatnya. “Aku ingin menyatakan perasaanku padamu. Paham?”
Moni mengangguk, namun ia menggeleng
kemudian, “Lalu apa yang kau rasakan?”
“Aku...aku....benar-benar
menyukaimu...”
Moni terdiam untuk sesaat, “Menyukai..ku?”
ia meraih tangan itu, Sungjae menggengggamnya erat. “Lalu,.....apa?” tanya Moni
merespon pernyataan Sungjae.
Sungjae membalasnya dengan sebuah
ciuman, mereka menikmatinya dan benar-benar melupakan kejadian mengenai Ravi
dan Naeun.
***
T A M A T
“Ku harap
kau bisa mengambil pelajaran dari semua apa yang sudah terjadi. Aku tetap
menjadi temanmu, Kim Ravi.” Moni menyita semua perlengkapan penyamaran itu dan
membakarnya. Moni juga membakar kostum badut milik Sungjae semenjak hubungannya
dengan keluarganya membaik.
Ia
berharap semoga tidak ada lagi yang tertipu dan tidak ada lagi pihak yang di
kecewakan setelah ini.
“Jeongmal
gamsahae...Shin Moni.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar