Senin, 14 Oktober 2013

Prince(ss) & Clown [FF-oneshot]



Tittle : Prince(ss) & Clown
Cast : Ravi (VIXX) – Sungjae (BTOB) – Shin Moni (OC)
Rated : 16+
Genre : lover
Theme song : ~ah whatever~
Author : Ravla

(i know it’s seems bored....)

-------------------------------------

“Ketika Ravi menjadi penerus tahta sebuah kerajaan........”

Pemuda 184 cm itu sibuk membawa jajanan ringan untuk kawan yang baru ia kenal 3 bulan yang lalu, “Ya~ Ya~ apa yang sedang kau baca....itu bukan bacaan untuk orang sepertimu!” Ravi merebut selembar kertas milik istana yang tidak sengaja di letakkan di dekat telepon rumah. “Tidak seharusnya ini disini...” lalu Ravi memindahkan kertas itu ke tempat yang tidak bisa di jangkau temannya.

“A...~ aku tidak bisa mengambilnya jika kau meletakkan itu disana.....biarkan aku membaca itu Ravi-ya!”

“No. No.” Ucap Ravi sambil menggoyangkan telunjuknya ke kanan dan ke kiri. “Lebih baik kita menonton TV saja dan menghabiskan semua makanan ini.”

Moni menggeleng, “Tidak mau, aku sedang tidak ingin makan apa-apa. Lagi pula, ada apa kau memintaku datang ke sini? Aku kira ada hal penting yang ingin dibicarakan?” tanya Moni yang kemudian duduk rapat di sebelah Ravi.

Sentuhan kulit Moni membuat Ravi sedikit terhentak, “Eung~? Oh..itu,....em, aku ingin pergi, tapi tidak ada yang bisa ku ajak. Jadi, ku pikir, kau bisa. Pameran seni di taman wisata kota. Tahu kan?”

Moni mengangguk, “Yap, aku tahu...tapi aku tidak berpikir ingin pergi kesana...aku juga tidak tahu kapan bisa kesana. Kau tahu kan, aku sedang repot mengurus panti asuhan? Bahkan setelah ini aku harus menginap disana.”

Ravi mengangguk, “Tidak masalah kok. Tapi aku ingin sekali kesana. Bagaimana...?” ia berakting sok imut agar Moni mau pergi bersamanya.

“Oh, iya~! Kau kan pernah bercerita jika kau mempunyai teman baik, ajak dia saja bagaimana? Bukankah, hubunganmu dengan dia sudah lama sekali? Kalian pasti lebih akrab jika pergi ke sana bersama.

“Hanmira maksudmu? Tentu saja dia sudah beberapa kali datang kesana bersama kekasihnya, aku tidak mau terlalu sering bertemu dengan kekasih Hanmi....aku dulu pernah memiliki konflik dengan mereka...ah sudahlah!” Ravi kemudian teringat kejadian 3 tahun yang lalu, setiap kali ia mengingat kejadian itu, ia merasa sangat bersalah.

“Jinjjaro? Aku kira orang sepertimu tidak bisa bertengkar dengan orang lain!” ledek Moni yang belum pernah melihat Ravi benar-benar marah terhadap orang lain. “Baiklah, Kim Ravi! Aku akan menemanimu, jangan lagi kau tunjukkan wajah sok imut itu....tidakkah kau tahu, wajah itu tidak cocok untukmu!”

“Hore! Benarkah? Kau tidak akan berbohong padaku?” pandangan itu seolah menyiratkan sebuah trauma. Masa lalu Kim Ravi tidaklah indah walaupun ia terlahir dengan predikat Prince atau Pangeran.

“Tapi tidak bisa hari ini, bagaimana jika....lusa?” tanya Moni yang kemudian pertanyaan di sambut dengan sebuah pelukan hangat dari Ravi.

*****

Langkahnya begitu pasti, menuju suatu tempat yang ramai dan semua perhatian akan tertuju padanya. Benar saja, dari kejauhan, dia sudah tampak begitu sangat mencolok.

“Eomma~ aku mau lihat itu!” teriakan seorang anak kecil membuatnya semakin bersemangat. Senyumnya merah merekah bak buah strawberry yang manis.

Mulanya ia memakai sepatu yang kebesaran, lalu tanpa ia sadar ternyata sepatu itu tertukar. Ia menukarnya kemudian bajunya tersangkut di celananya yang memiliki sedikit hiasan berbentuk duri-duri di sisi kiri pahanya. Setelah memperbaiki itu, ia menuangkan segelas air, namun karena ia begitu fokus dengan gulali yang di bawa salah satu anak kecil, air itu menjadi meluber kemana-mana. Tapi hal itu menjadi tak masalah, ia meminumnya namun lagi-lagi air yang sudah di dalam mulut itu menetes akibat melihat seorang gadis cantik berjalan di depannya.

“Eomma, airnya kemana-mana...” ucap anak kecil itu lagi dengan tanpa sengaja menjatuhkan gulalinya dan kemudian menangis keras.

Ia menghampiri dan mengambilkan gulali yang masih belum kotor itu, ia membersihkan dengan tisu basah dan mengembalikan gulali itu kemudian memberikan balon gas yang ia bawa di sepedanya. “Aku mau yang merah...” ucap bocah itu dan kemudian dengan senang hati ia memberikan balon yang berwarna merah.

“Terima kasih Om Badut.....” ucap anak kecil itu dan kemudian pergi.

Hidung merah besar, wajah yang putih dengan hiasan hitam vertikal di kedua matanya, goresan serupa lipstik merah yang tergambar lebar dari pipi kiri ke pipi kanan, dan tentunya rambut kribo berwarna pelangi dan kostum ‘gendut’ menyerupai Santa Klaus. Tanpa letih ia terus bergerak tanpa berkata-kata banyak, atraksinya cukup menghibur pengunjung disana, terutama anak-anak. Dan ia juga memberikan balon secara gratis.

*

Setiap hari, badut itu selalu menghibur antara jam 4 sore sampai 6 sore. Datang dan pergi, ia selalu nampak seperti itu, hanya kadang kala ia mengganti jenis pakaiannya dan leluconnya. Karena jika penonton setia pasti akan hapal dengan lawakannya.

Ia dalam perjalan pulang menuju sebuah rumah yang sederhana. Disana ia tinggal seorang diri, ia melarikan diri dari rumah demi membuktikan kepada keluarganya jika ia bisa hidup tanpa menjadi parasit di keluarga itu. Ayah dan Ibunya, juga seorang kakak perempuan bukan sebuah jaminan akan membentuk sebuah keluarga yang harmonis karena mereka semua sebenarnya adalah Paman dan juga Bibi dengan seorang anak perempuan yang 5 tahun lebih tua darinya. Fakta itu baru ia ketahui kurang dari 3 bulan yang lalu jika ia adalah anak asuh mereka. Namun, sesungguhnya ini adalah sebuah kesalahpahaman saja.

‘BUKK!’ seseorang yang terlihat sedang terburu menabraknya dan membuat stok balon gas yang tersisa berterbangan ke angkasa senja itu.

“OH! Cwesonghamnida~ ah, balonnya...bagaimana?” tanya seseorang dengan ransel yang cukup berat rupanya.

Ia hanya bisa tersenyum dan menggeleng, menurutnya, selama dandanan badut belum terhapus dari wajahnya, ia tidak ingin mengeluarkan kata-kata yang bisa membuat identitasnya terbongkar.

“Huh? Oh, ini, aku tidak tahu berapa harganya.....namun, ku rasa ini cukup...” orang itu memberikan sejumlah uang kepada badut tersebut. “Kenapa? Sudah, tidak perlu kembalian, aku sedang terburu-buru! Sekali lagi aku minta maaf ya...Tuan Badut!” orang itu berlalu, namun badut ini tidak akan pernah melupakan wajah itu...

*****

Sore ini Moni datang untuk memenuhi janjinya kepada Ravi, namun tanpa disangka ia menemukan seseorang asing yang berkeliaran di dalam rumah Ravi.

“Nuguseyo.....?” tanya Moni sambil melirik ke arah kaki orang tersebut, `Bahkan kakiku kalah  jenjang dari kakinya.....’


Dia seseorang yang mirip dengan Ravi, bahkan jika di teliti, wajahnya serupa. Namun ia lebih cantik, karena ia seorang perempuan. “Oh, annyeong haseyo! Kau pasti Moni, teman Kim Ravi kan?” tanyanya sambil membungkuk sopan.

“Iya....bagaimana kau tahu aku? Mana Ravi?”

Perempuan dengan rambut sebahu itu kemudian menyugukan teh hangat dan sebungkus biskuit, “Maaf ya, sepertinya aku mengejutkanmu...Ravi mendadak harus pergi...jadi dia berpesan agar aku yang menemanimu pergi...”

“EH? Pergi? Ravi tidak mengatakan apa-apa padaku....” kemudian Moni meraih ponselnya dan menghubungi Ravi, “Ponselnya tidak aktif?”

“Dia meninggalkan ponselnya di samping TV,...itu. Sepertinya benar-benar terburu...sepertinya orang utusan dari istana menjemputnya.”

Moni melihat aneh kepada perempuan itu, “Kau siapa?”

“Oh maaf! Aku belum memperkenalkan diri, aku adik Ravi, lebih tepatnya adik kembar....namaku Kim Naeun.”

Moni mengangguk lalu bersalaman dengan perempuan itu, namun tetap saja, Moni memandangnya aneh. “Lalu, kau mau pergi bersamaku? Disana akan banyak orang...tidak masalah kan, Naeun-ssi?”

Naeun tersenyum malu, kemudian mengambil jaketnya dan juga tas kecilnya. Gayanya begitu anggun, benar-benar mencerminkan seorang yang datang dari keturunan darah biru. “Aku tidak takut dengan orang banyak....aku hanya takut jika ada lelaki yang menggodaku...ugh...aku tidak suka dengan lelaki hidung belang seperti itu!” ucap Naeun sambil menghentakkan sepatunya karena sebal mengingat lelaki hidung belang.

“Kau yakin tidak apa-apa kan Naeun-ssi? Kau terlihat seperti ingin menghajar seseorang....” ucap Moni sambil terus tidak percaya jika Ravi selama ini ternyata memiliki saudara kembar seorang perempuan yang begitu manis. Wajahnya begitu identik dengan Ravi.

“Ah~ aku baik! Aku hanya terlalu bersemangat, mengingat pameran seni adalah acara kesukaan Ravi, aku juga jadi suka! Yah..mungkin ini yang dinamakan hubungan antara saudara kembar....?” ucapnya perempuan ini begitu bersemangat.

“Naeun-ssi...aku rasa kau memiliki tinggi yang sama yah dengan Ravi? Kau begitu tinggi....apakah kau seorang model? Aku membayangkan, jika kau menggunakan baju pengantin, dan berjalan di catwalk....pasti akan sangat cantik!” ucap Moni mencoba menyingkirkan rasa aneh terhadap Kim Naeun.

“Euh...be...benarkah itu Moni-ssi? Bahkan aku tidak pernah membayangkan hal itu! Tapi, apakah itu benar-benar cocok padaku? Hahahaha....,” Naeun tertawa sambil menutupi mulutnya dengan tangannya, “Aku hanya di foto dengan baju-baju kasual saja....terkadang gaun malam....apakah kau mau melihat foto-fotoku? Dan bagaimana kau tahu aku seorang model catwalk?”

Moni terdiam sejenak, kemudian ia merasa tertarik juga. “Jadi, benarkah kau seorang model? Wah! Kenapa Ravi tidak pernah bercerita padaku? Aku tahu hal itu ketika tadi melihat kakimu....Ah! Akan menyenangkan jika Ravi berada disini dengan kita sekarang! Naeun-ssi!”

“Ah....iya...ku harap juga seperti itu....”

***

Seperti hari-hari biasa, si badut menghibur pengunjung taman dan ia terlihat begitu ceria terutama jika ada anak kecil yang melihat atraksinya.

Sementara ia sedang sibuk menghibur dengan media sebuah gelembung sabun, ia melihatnya ; gadis semalam yang tidak sengaja menabraknya.

“Naeun-ssi! Lihat ini! Apakah kau fikir Ravi akan menyukainya?” tanyanya kepada Naeun dengan mengambil sebuah topi  bermotif seperti zebra. “Tapi, aku tidak tahu ini seleranya atau bukan....jadi menurutmu aku harus bagaimana?”

“Moni-ssi.....itu topi yang bagus! Aku yakin Ravi pasti akan menyukainya! Oh, oh lihat! Yang ini juga bagus! Ah..aku tidak tahu mengapa seleraku dengan Ravi sama...aku juga menyukai ini!” Naeun meraih sebuah topi hangat yang bertekstur kasar, ia mencoba perlahan lalu mengembalikannya lagi dan mereka kemudian berbaur dengan pengunjung yang sedang menyaksikan banyak badut beraksi.

`Itu gadis yang semalam....dia bersama temannya.....` batin si badut dan kemudian terpana dengan keduanya. Mereka menghampirinya dan memperhatikannya.

“Kenapa kau melihat kami seperti itu...? Ya~ apa yang kau tunggu...anak kecil itu sedang mengamatimu!” tegur Naeun kepada badut itu, kemudian badut itu melanjutkan aksinya. Namun pandangannya tidak lepas dari Naeun dan Moni.

“Kau suka melihat badut? Bahkan aku baru melihatnya secara langsung kali ini. Tidakkah mereka membosankan? Oh iya! Semalam, aku juga bertemu dengan badut...”

Kim Naeun kemudian menanggapi ucapan Moni, lalu mereka berlalu menuju tempat pameran seni di gedung utama.

*

Mereka berkeliling, melihat pameran lukisan, memainkan beberapa alat musik, dan juga tidak lupa berfoto di dalam foto box yang disediakan secara gratis disana.

“Kurasa jalan denganmu asik juga, Naeun-ssi! Bahkan aku seperti sudah lama mengenalmu, padahal baru hari ini kita bertemu!” ujar Moni sambil memberikan sekotak teh dan mengajaknya duduk di bawah sebuah pohon. “Aku suka senja ini, cerah sekali.”

Naeun memandangi wajah itu, wajah Moni seperti tanpa beban. “Aku juga senang bisa mengenal teman baik Ravi. Kau tahu, selama ini aku hanya berdiam di dalam istana utama. Aku jarang sekali keluar untuk bermain, ya itu sungguh membosankan!”

“Benarkah? Apakah teman-temanmu tidak pernah mengajakmu bermain? Atau Ravi? Namun ini sedikit aneh, Ravi tidak pernah sekalipun menyinggung tentang dirimu....atau aku yang melewatkan sesuatu?”

Naeun kemudian tersedak, “UHUK!” Moni menepuk-nepuk punggungnya untuk membantu melancarkannya, “Sudah...sudah aku tidak apa-apa....”

“Kau kenapa Naeun-ssi? Apakah teh ini tidak enak?” Moni menusukkan pipet ke atas kotak kemudian Naeun merebutnya dan membuangnya jauh sampai lemparannya mengenai seseorang. 

‘PUK’

“Astaga, kau mengenai badut itu Naeun-ssi!” ucap Moni terkejut kemudian menghampiri badut yang terlihat mendorong sepedanya. “Tuan Badut!!! Kau baik-baik saja? Apakah kau terluka?” tanya Moni begitu panik, kemudian ia mengambil kotak teh tersebut dan mengecek ujungnya, “Ini tajam, apakah wajahmu tergores? Beritahu aku!”

Naeun terlihat dengan ekspresi tidak bersalah dan kemudian menghampiri, “Sudahlah Moni...dia tidak apa-apa....” ujarnya dengan sedikit mengabaikan.

Badut itu mengangguk, ia mengatakan ‘OK’ dengan tangannya. Kemudian memandangi kedua perempuan yang ada di hadapannya.

“Eum? Badut ini bukannya yang kita lihat tadi yah?” tanya Naeun sambil mengamati wajah di balik riasan itu. “Mengapa kau jadi badut? Kurasa kau memiliki wajah yang tampan...? Moni-ssi, coba kau perhatikan mata dan bibirnya...tidak kah ia memiliki wajah yang tidak buruk?”

Moni mengikuti apa di katakan Naeun, “Benar juga....hei...bukankah...kau orang yang ku tabrak semalam? Benar kan? Hanya kau badut yang menjual balon gas?!” Moni menyadarinya juga.

Naeun menjadi bingung, ia juga tidak menyangka jika cerita yang ia dengar ternyata adalah badut yang ia lihat di awal kedatangannya di pameran seni ini.

Kemudian dengan alasan yang tidak pasti, badut itu setengah berlari untuk menghindari kedua perempuan yang terlihat begitu akrab tersebut.

“Hei, Hei mau kemana? YA~” teriakan Naeun membuat badut itu semakin menjauh.

Moni memukul lengan Naeun, “Kau perempuan, kenapa berteriak seperti itu! Huh, kenapa kau begitu mirip dengan Ravi? Ingat, kau putri istana, kau harus menjaga sikapmu ketika berada di luar istana!”

“Uh? Cwesongi....Moni-ssi...”

Moni memandangnya, “Sudahlah, panggilan itu terlalu formal, panggil aku Moni saja... lagi pula kita lahir di tahun yang sama..jangan lakukan itu lagi! Ravi bisa sedih jika tahu adik perempuannya suka berteriak seperti itu!” dengan gemasnya Moni kembali memukul lengan itu, “Kau rajin mengunjungi gym yah? Lenganmu, seperti Ravi...”

**

“Mereka mengatakan aku tampan......” dia bercermin, mengusap-usap wajahnya yang baru saja bersih dari riasan badut itu. Ia tersenyum senang dan menggelengkan kepalanya, “Aku masih tidak percaya ada yang mengatakan hal seperti itu padaku....”

Kemudian tak lama setelah itu, ponselnya berdering. Seseorang yang sudah lama tak ia beri kabar, akhirnya menghubunginya.

“Yook Sungjae...kau mengangkat teleponku? Omo, Sungjae-ya! Bagaimana kabarmu? Mengapa kau lari dari rumah?”

“Nuna......” ucapnya setengah berbisik.

“Sungjae-ya...kembalilah kerumah....kami semua mengkhawatirkanmu! Tidak kah kau merindukan aku juga? Yook Sungjae...”

Pria di balik kostum badut itu adalah Yook Sungjae, pemuda berusia 18 tahun. Ia tak bisa menahan air matanya setelah sekian lama tidak mendengar suara lembut itu lagi. Dan kini suara itu tampak menyembunyikan sesuatu...tentunya suara itu mencerminkan kekhawatiran yang begitu mendalam, bagaimanapun, Sungjae telah salah paham dengan mereka, keluarganya.

“Sungjae-ya, kau masih disana? Sungjae, jawab aku! Tidak kah kau ingat janjimu padaku? Kau bilang kau akan melindungiku bagaimana pun situasinya kan? Apakah kau melupakannya? Aku menagihnya Sungjae!”

“Mianhaeyo Nuna.” Sungjae kemudian mencabut baterai ponselnya. Ia tidak bisa mendengar suara itu lebih lama lagi. Sesungguhnya, semenjak ia tahu jika Rae In bukanlah kakak kandungnya, ia mulai memendam perasaan kepada perempuan itu. Namun ia memikirkannya berulang kali, ia mendoktrin dirinya sendiri agar perasan ini tidak boleh meluas.

*****

14 hari berlalu, Moni mulai risau. Sesuatu menganggu hati dan juga pikirannya.

“Kenapa Moni-ya?” tanya Ravi yang mengambilkan kursi untuk temannya tersebut. “Belakangan ini kau terlihat seperti itu..ada masalah dengan panti?”

Moni terlihat mengambil napas panjang, “Aku diam-diam melihat badut yang aku dan Naeun temui 2 minggu yang lalu....dan kini aku bingung...karena aku tidak bisa mendekati badut itu lagi karena Naeun.”

Ravi terlihat membenarkan topinya, “Hm...sayang waktu itu aku tidak pergi bersama kalian...tapi Naeun sudah menceritakan semuanya padaku...aku jadi tidak enak padamu,...hmm karena sikap Naeun yang seperti itu.”

“Hhh,.....sudahlah...sudah terjadi pula. Kau tahu kemana Naeun pergi? Dia hilang seperti di telan bumi...bahkan aku tidak tahu nomor ponselnya. Kurasa dia lebih menyenangkan di bandingkan dengan dirimu!”

Moni memandang tajam ke arah Ravi, “Mengapa melihatku seperti itu? Aku tidak tahu dimana ia berada...aku juga jarang bertemu dengannya, selain karena rumah kami yang berbeda...”

Namun sebuah kalimat dari Moni mengejutkan Ravi, “Kurasa aku menyukai badut itu...ahhh...eotteokhae? Ravi-ya...bagaimana ini....aku terus memikirkan badut itu....ah ada yang salah denganku!”

Ravi hanya memandang gadis itu, ia tampak memegangi kedua pipinya dan terus menunduk dan memainkan kakinya. “Moni-ya, astaga aku baru ingat, jika sore ini aku ada penerbangan ke Singapura....bagaimana ini...aku belum menyiapkan barang! Kalau begitu aku pulang sekarang ya! Maaf tidak bisa menemanimu lagi! Annyeong!”

Sesaat kemudian Moni baru menyadari jika pemuda itu sudah menghilang dari hadapannya. “Lho? Kim Ravi, kemana?” gadis itu melihat sekeliling namun tak lama ia kembali risau memikirkan bagaimana cara agar ia bisa berbicara dengan badut itu.

**

Jam 8 malam disebuah mall...
Seusai membersihkan riasannya, Sungjae membasuh wajahnya di toilet umum karena ia hendak membeli sesuatu di sebuah pusat perbelanjaan, namun ia terganggu dengan seseorang yang memuntahkan sesuatu di wastafel sebelahnya.

Sungjae melirik orang itu dengan jijik, sepertinya orang itu terlalu banyak menenggak minuman keras.

“Ugh....” Sungjae segera meninggalkan toilet dan mengunjungi sebuah toko yang menjual pernak pernik mainan. Ia membeli beberapa dan berencana untuk merangkainya menjadi sesuatu yang bernilai seni tinggi. Ia kemudian meninggalkan lokasi itu.

**

Keesokan paginya, Ravi tersadar dan mengingat kejadian kemarin ; ia membohongi Moni dan kemudian pergi untuk melepas stress dengan menenggak minuman keras, kemudian ia memuntahkannya semua dan tergolek lemas di parkiran, “Apa yang sudah ku lakukan..?”

***

4 hari kemudian...
`Jadi...ini rumah badut itu? Orangnya ada di dalam tidak yah..?`

Dengan begitu nekad, Moni ternyata mengikuti orang itu dari kemarin seusai orang itu menghibur di tempat biasa sampai pagi ini. Lampu di dalam rumah itu menyala semenjak semalam.

‘GREEEKK’

Terdengar suara pintu yang tergeser dari dalam, dan kemudian sosok dengan piyama merah itu merentangkan tangan dan melakukan beberapa gerakan streching.

Moni yang sibuk mengamati badut tanpa riasan itu tidak sengaja terjerembab ke sebuah lubang yang di penuhi oleh kardus bekas. “ADUH! SAKIT!” teriaknya sampai menyita perhatian Sungjae.

“Kau tidak apa-apa?” tanya Sungjae sambil menarik gadis itu, “Apa yang sedang kau lakukan disana?”

Moni tidak menjawab dan hanya menunduk, kemudian ia pergi begitu saja. Jalannya pincang, kakinya terkilir ketika jatuh ke dalam lubang tersebut.

“Sedang apa orang itu disini? Apa pencari kardus bekas?” Sungjae kemudian kembali ke dalam rumah dan melanjutkan kegiatan merangkai mainan yang tertunda semalam.

**

‘TOK TOK TOK’

Moni membuka pintu rumahnya dan terkejut menemui Kim Naeun sudah rapih dengan setelah hoodie juga jeans dan sepatu cats. “Hallo Moni-ya!” ucapnya riang.

“Omo! Kau mengejutkanku! Tunggu, bagaimana kau tahu alamat rumahku? Apakah kau bertanya ke Ravi?”

Naeun mengangguk, kemudian ia menerobos masuk ke dalam rumah dengan sembarangan melepas sepatunya. “Wah rumahmu sejuk sekali...oh iya, maaf aku mendadak ke sini sore ini...aku menyampaikan permintaan maaf dari Ravi karena meninggalkanmu secara mendadak beberapa hari yang lalu.”

‘PLAK!’ Moni kemudian memukul lengan Naeun cukup keras, “Kau kemana saja? Kenapa tidak memberiku kabar?! Waktu aku tanya Ravi, dia juga tidak tahu...sebenarnya kalian akur tidak sih? Aku tidak pernah melihat kalian bersama!”

Naeun hanya tersenyum kemudian meminta segelas air dingin, ia  begitu nampak kehausan. Padahal cuaca tidak begitu panas. “Sore ini kau tidak ada acara kan? Aku  ingin mengajakmu ke suatu tempat...”

“Sepertinya penting sekali? Baiklah, tunggu aku bersiap dulu yah...” namun sebelum sempat Moni mengambil tasnya, Naeun sudah menariknya dan mengajaknya berlari. “HEY, kau ini kenapa sih, kenapa kita berlari?”

Naeun hanya menengok dengan tersenyum, kemudian ia mengajak ke pelataran taman kota, tempat dimana ia biasa melihat badut tersebut.

“Lho? Kau ingin melihat badut itu? Ini kan masih terlalu siang...lihat, aku tidak melihat ada satu badut pun disini...ada apa Naeun?”

“Chagiya!!” teriak Naeun sambil melambaikan tangan ke arah stand makanan, kemudian seseorang datang menghampiri mereka.

“Jadi, kau ingin memperkenalkan kekasih barumu padaku? Astaga...aku kira kau ingin mengajakku melihat badut itu!”

Seseorang itu semakin mendekat, namun raut wajah Moni mulai berubah.

“Chagiya, ini teman yang aku ceritakan tadi...” ucap Naeun kemudian menggandeng mesra lengan pemuda itu.

“Yook Sungjae.” Ucap pemuda itu dengan ekspresi tidak percaya.

Moni dengan ragu menyambut tangan itu, “Shin Moni.” Ucapnya begitu pelan. Kemudian ia tersenyum, sebuah senyum yang pahit. “Senang melihatmu berdua.” Ucapnya kemudian menjaga jarak dengan Sungjae.

“Bagaimana menurutmu, Moni-ya? Tidakkah ia tampan?” tanya Naeun sambil mencubit pipi Sungjae dengan gemas.

Moni hanya tersenyum kemudian ia mencari alasan untuk pergi dari tempat itu.

***

2 hari kemudian, gadis itu hanya berbaring di tempat tidur. Ia masih tidak percaya jika pemuda yang selama ini ia sukai akhirnya menjalin hubungan dengan Kim Naeun, teman barunya. “Apakah itu alasan ia menghilang beberapa hari kemarin? Tapi selama aku melihat pertunjukkan Sungjae...aku tidak melihatnya disana...apakah mereka bertemu di tempat lain? Kenapa ini menjadi seperti ini....?”

Ravi yang melihat temannya tidak bersemangat seperti itu, ia juga menjadi merasa tidak enak, “Sudahlah Moni-ya...masih banyak yang seperti Sungjae...tidak perlu jauh-jauh mencarinya....”

“Apa maksudmu Ravi-ya...kau menawarkan dirimu padaku, begitu kan? Huh, kau itu temanku...mana mungkin aku menjalin hubungan spesial denganmu! Tidak lucu kan jika kau dan Naeun menikah kelak, maka Sungjae akan menjadi saudara iparku......”

Ravi memainkan boneka beruang yang ada di ruang tengah, ia menggunakan tangan  boneka untuk mengelus-elus pipinya. “Jadi, kau menolakku, Moni-ya?” Ravi merasa patah hati, bahkan ia sudah menyiapkan mentalnya jauh-jauh hari.

“Ah....! Yook Sungjae....kenapa bisa ia bersama adikmu, Kim Ravi!!? Aku masih belum bisa terima,...aku seperti..seperti di tusuk dari belakang!” kemudian gadis itu berteriak kencang dengan menutup wajahnya menggunakan bantal.

*****

“Sungjae...pulanglah....jika tidak, Ibu tidak akan sembuh...ku mohon, mengertilah....kali ini, aku berjanji akan mewujudkan apa yang kau inginkan selama ini...”

“Nuna....”

Kim Naeun melihat seorang perempuan menggenggam erat tangan Sungjae, kemudian memeluknya sambil terisak. Namun Sungjae tidak meresponnya.

“Pulanglah Nuna, Ibu pasti sedang mencarimu saat ini. Aku....aku pasti akan kembali. Tapi tidak untuk saat ini.” Tatapan Sungjae begitu kuat, di balik tatapan itu tersimpan penyesalan.

“Kau menunggu Ibu meninggal baru kembali, begitu?” tanya perempuan itu kemudian pergi dan tidak sengaja menabrak Kim Naeun. Perempuan itu pergi dengan tangisan.

“Naeun...? Sedang apa kau disana?” tanya Sungjae kemudian. “Bukankah, aku berjanji akan menjemputmu satu jam lagi?”

“Sungjae-ya, aku bosan dirumah...makanya aku kesini....tidak masalah kan? Atau sebaiknya aku kembali pulang saja?”

Sungjae terlihat menyibak poninya, “Masuklah, aku akan membuatkanmu ramen.”

**

“Hmm? Kemana kipas elektrikku? Aku yakin tidak pernah mengeluarkannya dari tasku....”

Moni mencari kipas elektrik yang biasa ia bawa, namun sepertinya Ravi sudah meminjamnya tanpa sepengetahuannya.

Moni yang tengah berada seorang diri di rumah Ravi, mencoba mencarinya di semua sudut, sampai akhirnya tidak sengaja ia menemukan ponsel milik Ravi terjatuh di samping  tempat tidur di kamar Ravi, dan tidak sengaja pula layar ponsel milik Ravi tersentuh olehnya.

“Hmm? Pesan singkat? Hanmi?”

Karena pesan itu sudah terbuka, maka Moni membacanya.

-Ravi-ya, scraft milikmu tertinggal di rumahku. Kapan kau akan mengambilnya? Karena besok dan beberapa hari mendatang aku akan pergi berlibur dengan Cha Hakyeon. Jadi kuharap malam ini kau bisa mengambilnya. Bagaimana kabar kau dengan Moni? Apakah semuanya berjalan lancar? Ku harap kita segera menghentikan permainan ini. Karena apa, kau tahu? Hakyeon Oppa bertanya tentang wig yang ada dirumahku, padahal aku sudah katakan jika itu milik saudaraku, tapi ia tidak percaya. Jadi kumohon, jangan letakkan wig itu ditempatku lagi!-

Butuh beberapa saat untuk Moni mencerna semua isi pesan itu. “Wig? Ada apa antara Ravi dan wig...aku  tidak pernah mengerti dengan permainan yang mereka mainkan...”

Kemudian Moni kembali ke ruang tengah dan menonton TV dengan asik, sampai akhirnya Kim Naeun pulang dan ia terlihat sedikit mabuk.

“Eung? Kau mabuk, Kim Naeun? Apakah kau baru saja pergi bersama Sungjae?”

Kim Naeun tidak menjawabnya, ia segera menuju ke kamar Ravi dan terdengar mendengkur kemudian.

“Kim Naeun, tidur mendengkur seperti itu?” Moni kemudian melihat keadaan Naeun. Dia masih tidak percaya seorang princess mendengkur seperti itu. Moni mengambilkan selimut dan menyelimuti tubuh Naeun, tapi ponsel yang sedang ia pegang tidak sengaja mendial nomor ponsel Ravi, sehingga ponsel itu berdering keras dan membuat Naeun menggeliat kemudian ia meraih ponsel tersebut.

“Yeoboseyo...nugu.....ngghhhh~.......ya~ Hanmi-ya...wae?”

Moni terbelalak, suara itu, bukan suara Naeun.

“Kim Ravi...?” ucapnya berbisik kemudian.

“Wae...nugu? Nuguseyo...?”

Moni memutus hubungan telepon itu dan menutup mulutnya dengan tanganya. Ternyata selama ini yang merebut Sungjae darinya adalah Ravi, bukan Naeun. Dan Kim Naeun tidak pernah ada....

“Jadi...mereka melakukan permainan macam ini...? Jeongmal....”

Masih di liputi perasaan tidak percaya, Moni meninggalkan rumah ‘putri’ tersebut dan menuju ke sebuah tempat.

***

‘DOK, DOK, DOK’

Pukulan itu begitu keras, suaranya menggema, seseorang menggedor pintu rumah Sungjae.

“Nugu?” sapa Sungjae begitu mengetahui jika yang datang adalah teman Naeun. “Oh, Kau...ada apa? Apakah terjadi sesuatu pada Naeun?”

Moni menggeleng, “Sebaikanya kau jauhi dia. Dia tidak seperti yang kau lihat.”

Sungjae bingung, “Apa yang sedang kau bicarakan?”

Moni tersenyum pahit, “Besok jam 11, temui aku di restoran Jepang dekat taman kota. Aku ingin memberimu sebuah kejutan.” Ucapnya, kemudian ia pergi.

***

Sungjae yang masih tidak paham dengan kejadian semalam, mencoba datang sesuai dengan permintaan Moni.

“Oh, kami sudah menunggumu, Sungjae-ssi.” Ucap Moni yang sudah duduk manis bersama temannya, Kim Naeun.

Sungjae bergabung namun Kim Naeun terlihat tidak nyaman, “Naeun, kau kenapa?”

“Aku harus ke kamar kecil, maukah kalian menungguku?” kemudian Naeun berlari menuju toilet.

Suasana menghening, kemudian salah seorang dari mereka membuka percakapan. “Kejutan apa yang akan kau berikan padaku? Aku tidak melihat bingkisan apapun disini...?” tanya Sungjae sambil mencoba melihat sekeliling.

Moni perlahan mendekatinya, “Aku tidak perlu membungkusnya dengan cantik,.....karena kau akan segera melihatnya.” Ucap Moni kemudian ia mengecup bibir Sungjae secara tiba-tiba dengan sedikit paksaan, namun sepertinya mereka cukup menikmati ciuman itu.

“Moni-ya!! Apa yang kau lakukan?!” tegur Naeun begitu kembali dari toilet.

Kemudian Sungjae sedikit mendorong tubuh Moni dan menyadari sesuatu, “Ada apa dengan suaramu Naeun?” Sungjae berdiri dan menatap Kim Naeun.

Moni menyeka bibirnya dengan punggung tangan, “Semalam, Hanmi mengirimu pesan singkat tentang wig...ada apa antara kau dan wig, Kim Naeun?” tanyanya licik.

Kim Naeun terlihat salah tingkah. Namun Sungjae kemudian menarik rambut perempuan itu dan terlepas. “Ini yang kau maksud dengan wig?” tanya Sungjae menatap Moni, kemudian ia kembali memandang Naeun “Siapa kau, apa yang kau lakukan kepadaku?”

Moni melirik Ravi licik, namun tak lama kemudian raut itu menjadi seperti orang yang ingin menangis, matanya mulai memerah.

Suasana menjadi memanas, Sungjae terlihat begitu marah dan tidak bisa berkata-kata. Sementara itu Moni terlihat begitu kecewa lantaran selama ini Ravi membohonginya dan menggunakan permainan kotor untuk membuat seolah hanya Ravi yang bisa memiliki Moni. Kecewa dan sakit hati, semua Ravi yang membuatnya.

Tidak ada kata-kata yang terucap, Sungjae mengajak Moni pergi dari tempat itu.

“Tunggu, ini tidak seperti apa yang kalian bayangkan! Moni, SHIN MONI!” tidak ada yang mempedulikan teriakan Ravi.

***

“Aku minta maaf, hanya dengan cara ini bisa membuatnya sadar. Aku juga minta maaf, karena kau ikut terlibat dalam semua ini. Aku tidak tahu....”

Sungjae melempar batu-batu kecil yang ada di sekitarnya, mereka ternyata pergi jauh dari jangkauan Ravi atau Naeun. “Sudahlah, tidak seharusnya aku menerimanya tanpa mengenalnya terlebih dahulu...ini juga kesalahanku...aku bahkan tidak menyadari jika ia seorang...laki-laki.”

Moni tidak meresponnya, tangannya sibuk dengan pasir ia masih tidak percaya dengan semua ini. Jika saja kemarin ia tidak memegang ponsel dan secara tidak sengaja mendial nomor ponsel Ravi, mungkin entah semuanya akan terungkap kapan. “Aku hanya bisa minta maaf. Hari ini kau jadi tidak bisa menghibur anak-anak lagi..”

Sungjae menatapnya tajam, “Bagaimana kau tahu itu aku?”

“Yah...aku pernah mengikutimu sampai pagi, kau menolongku saat aku terjatuh di dekat rumahmu...maaf juga ya untuk soal yang itu.”

Sungjae merasa impas, “Aku juga pernah mengikutimu...aku rasa kita impas.”

Moni memandangi lelaki tampan itu, “Kapan?”

Sungjae tampak tersenyum malu, “Waktu malam itu kau menerbangkan semua balonku. Lalu begitu saja aku mengikutimu, sampai aku menemukan benda ini terjatuh dari tasmu.” Sungjae mengeluarkan sebuah benda kesayangan Moni.

“Kipas elektrikku! Jadi selama ini, kau menyimpannya??” dengan tidak percaya ia mengambil kipas itu dari genggaman Sungjae. “Aku kira Ravi yang mengambilnya dariku....ternyata ini terjatuh...terima kasih ya.”

Sungjae mengatamati gadis itu dengan benda kesayangannya, “Lalu, aku ingin bertanya sesuatu...mengapa kau melakukan hal itu kepadaku tadi?”

Moni terlihat sedikit mengingat, kemudian ia membekap mulutnya, “Hmm, yang itu yah?”

Kemudian Sungjae mengangguk, “Iya, yang kau lakukan padaku di restoran tadi,...aku tidak mengira kan akan melakukan hal itu...”

“Maaf, masalah yang itu...aku, aku....juga tidak tahu...hanya ingin melakukannya saja...mungkin sebagian dari aksi untuk menyadarkanmu...?”

Sungjae terlihat tertawa senang dan melirik Moni dengan sedikit tatapan nakal, “Setelah ini apa rencanamu?”

“Hmm? Apa? Tentang kejadian tadi sore maksudmu?” Moni melihat Sungjae menggangguk, “Aku mungkin tidak akan menemui orang itu untuk beberapa saat...aku mungkin akan mengambil liburan...atau kesibukan,....aku juga tidak tahu. Bagaimana dengan kau, Sungjae?”

“Aku akan menemui keluargaku. Dan, aku ingin menyatakan perasaanku padamu, Shin Moni.”

“Mworago?”

Sungjae mengajak Moni berdiri lalu mengulangi kalimatnya. “Aku ingin menyatakan perasaanku padamu. Paham?”

Moni mengangguk, namun ia menggeleng kemudian, “Lalu apa yang kau rasakan?”

“Aku...aku....benar-benar menyukaimu...”

Moni terdiam untuk sesaat, “Menyukai..ku?” ia meraih tangan itu, Sungjae menggengggamnya erat. “Lalu,.....apa?” tanya Moni merespon pernyataan Sungjae.

Sungjae membalasnya dengan sebuah ciuman, mereka menikmatinya dan benar-benar melupakan kejadian mengenai Ravi dan Naeun.

***

T A M A T


“Ku harap kau bisa mengambil pelajaran dari semua apa yang sudah terjadi. Aku tetap menjadi temanmu, Kim Ravi.” Moni menyita semua perlengkapan penyamaran itu dan membakarnya. Moni juga membakar kostum badut milik Sungjae semenjak hubungannya dengan keluarganya membaik.

Ia berharap semoga tidak ada lagi yang tertipu dan tidak ada lagi pihak yang di kecewakan setelah ini.

“Jeongmal gamsahae...Shin Moni.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar