Selasa, 16 April 2013

Wasn't Me


*sorry for bad poster!*




Title : Wasn’t Me
Cast : Himchan (B.A.P) – Peniel (BTOB) – Lee Hi – Sulli (fx)
Genre : Angst / Thriller / Criminal
Rated : 15+
Author : Ravla



-------



#Flashback
Dengan sombongnya gadis SMP yang mengenakan rok mini itu menarik murid dari kelas lain dan membullynya. Hanya karena alasan yang tidak masuk akal, ia menghajar gadis berambut bob dengan sebuah tongkat baseball di atap sekolah.

“Aku mohon...aku mohon! Jangan pukul aku lagi! Aku berjanji tidak akan pernah menemui orang yang kamu sukai lagi!” begitu gadis itu memohon sungguh namun sepertinya gadis rok mini sudah gelap mata dan memukul punggungnya dengan tongkat baseball dengan teramat keras.

“Pergilah ke Neraka!!!” teriaknya memecah keheningan sore.
#Flashback End

**

“Selamat yah Sulli~ kami yakin kamu akan masuk Universitas itu! Apalagi dengan bakat yang kamu miliki, orang tuamu pasti bangga dengan ini! Sekali lagi selamat ya!” begitu banyak ucapan selamat dari teman-teman Sulli yang sama sekali tidak menyangka jika Sulli akan bisa masuk sebuah universitas terkenal itu. Sebenarnya, di belakang mereka semua, Sulli sungguh membenci lembaga pendidikan itu, namun ia hanya semata-mata agar bisa satu kampus dengan orang yang ia sukai sejak lama, Peniel. The Chicago boy.

Di tengah hingar bingar pesta yang ia gelar dirumahnya, ia kemudian menemukan sosok senior yang juga sudah lama mencuri perhatiannya, Kim Himchan.

“Ah, Oppa!” lambaian tangannya di sambut hangat oleh Himchan yang juga menghampirinya. “Sudah lama sekali kita tidak bertemu! Kenapa bisa tahu aku mengadakan pesta kelulusan SMU?”

“Hai Sulli! Kamu semakin terlihat seperti gadis.” Candanya, “ahh aku disini mengantarkan temanku saja, kebetulan dia satu angkatan denganmu. Tapi aku rasa tidak satu kelas denganmu. Oh iya, terakhir aku kesini aku rasa rumahmu tidak seluas ini?”

Sulli tersipu malu, “Iya, beberapa bulan yang lalu aku sengaja membuatnya lebih luas. Ya ada gunanya juga kan? Oh iya, siapa teman Oppa? Mungkin saja aku kenal?” Sulli tampak repot dengan bingkisan-bingkisan yang ia terima dari teman-temannya. Lalu ia menjatuhkannya begitu saja di atas rumput disampingnya. Dan fokus dengan gaun super mahalnya.

“Ah~ namanya Young Jae...yang aku dengar dia seorang atlet basket di sekolahmu...” dengan tanpa alasan Himchan mengusap tengkuknya.

Sulli tampak tidak mengenalnya, lalu ia mengganti topik pembicaraan. “Aku dengar, Oppa masuk di Universitas yang sama denganku yah?”

“Aku memilih universitas lain, entahlah, aku kurang suka disana...tapi selamat buat kamu ya bisa lolos ke sana. Padahal susah lho masuk ke sana...aku dengar banyak orang menggunakan cara ‘kotor’ supaya bisa  masuk ke sana. Aku dengar dari sekolahmu ada 3 murid yang lolos kesana, termasuk kamu?”

Sulli mengangguk kencang, dia senang jika bisa membahas Peniel. “Iya! Teman sekelasku, namanya Peniel, lolos kesana juga. Aku senang bisa ke universitas itu tidak sendirian. Akan terasa membosankan jika lolos ke sana seorang diri.”

“Hm? Kenapa? Biasanya juga begitu kan, mau tidak mau harus pisah dengan teman-teman....” seseorang tiba-tiba memanggil Sulli dan Sulli begitu saja meninggalkan Himchan tanpa pamit terlebih dahulu.

“Sulli!” panggil seseorang yang akan membuat hatinya berdebar kencang, Peniel. “Kamu sudah mengambil formulir untuk pendaftaran ulang masuk universitas?”

Sulli menggeleng, namun ia tetap tersenyum. “Harus yah?” tanya nya kemudian. “Aku...aku tidak tahu harus kemana untuk mengambilnya.”

Peniel memberikannya kepada Sulli, “Sudah aku duga, nih. Besok serahkan kembali padaku yah, soalnya besok sore sudah harus aku kembalikan ke panitia penerimaan mahasiswa baru.”

Sulli fokus memandang Peniel, dan entahlah, gadis itu mendengarkan suruhan Peniel atau tidak. “Ah iya, kamu suka dengan pesta yang aku buat?”

Sementara Sulli dan Peniel sedang sibuk mengobrol, Himchan hanya bisa memperhatikan dari jauh. Ia kebingungan mencari temannya, lama kelamaan pesta perpisahan ini nampak membosankan baginya.

**

Keesokan harinya, setelah semua pesta usai di gelar dan juga semua sudut taman sudah bersih, Peniel ternyata kembali lagi ke rumah Sulli untuk meminta kertas yang ia berikan semalam.

“Sulli, mana?” tagihnya yang kemudian menyimpan kertas itu rapih ke dalam amplop. “Sudah lengkap kan? Kalau begitu aku pamit yah? Bye.”

Namun Peniel tampaknya kembali lagi ke langkah semula, ia melihat tangan kecil itu sudah melingkar di lengannya. “Aku ikut yah? Aku bosan dirumah.”

Peniel yang sedikit bingung hanya bisa menggaruk kepalanya kemudian mengangguk. “Tumben, kamu mau pergi di hari yang terik seperti ini?”

Sulli tidak bisa menyembunyikan senyumnya, “Terik? Tidak, hanya mentari sore saja... ini tidak akan membakar kulitku.”

Peniel memandangnya dengan wajah tanpa ekspresi.

*


#Flashback
Gadis rok mini itu melemparkan sebuah agenda ke tengah lapangan di hari yang sungguh terik. Suhu di luar mencapai 33 derajat celcius. Ia berdiri di pinggir balkon lantai dua tepat di depan kelasnya dan melemparkan agenda dari tempatnya berdiri.

“Agendaku!” teriak seorang murid berambut hitam pendek dari lantai tiga. Wajahnya nampak pucat, dan peluh membasahi seluruh tubuhnya.

Gadis rok mini itu hanya tersenyum kemudian mengambil ponsel di kantungnya dan mendial sebuah nomor. Gadis di seberang yang menjawab.

“Jika mau agendamu kembali, ambil saja di tengah lapangan. Kurang baik apa aku mau mengembalikan agenda lusuh milikmu?” ucap gadis rok mini itu.

Tak ditunggu lagi, gadis berambut hitam pendek itu berlari menuruni tangga dan ke tengah lapangan untuk mengambil agendanya. Tapi apa yang ia dapatkan, agenda cantik itu setengahnya sudah hancur bahkan ada bagian yang terbakar. Lebih kejamnya lagi, teman-teman satu genk gadis rok mini itu mengunci semua pintu keluar dari lapangan yang dibangun di tengah sekolah itu. Dengan panas yang terik,....entahlah gadis berambut bob itu merasakan apa.
#Flashback End

**

Himchan yang baru kembali dari bermain soccer, tidak sengaja melihat tetangga barunya yang baru saja meninggalkan rumah seorang diri.

“Lee Hi-a!” panggilnya. “Mau kemana?”

Lee Hi berbalik dan melambaikan tangan, “Aku mau ke supermarket sebentar, kenapa?”

Himchan lalu menghampirinya, “Sendirian? Biasanya kamu pergi bersama Ibumu? Kalau begitu bagaimana jika aku menemanimu?”

“Boleh Oppa. Habis olah raga ya?” mereka berbincang sambil berjalan menuju supermarket. “Ah~ sudah lama aku tidak olah raga...lain kali ajak aku bagaimana?”

Himchan hanya tersenyum malu, “Aku hanya bermain soccer biasanya, bagaimana jika lain waktu kita bermain basket? Sudah lama juga aku tidak bermain permainan itu. Aku dengar kamu menjadi atlet tenis di sekolahan ya?”

Lee Hi tersipu malu, “Ah bukan begitu, aku hanya pemain cadangan. Kebetulan kemarin pemain inti ada yang sakit, jadi aku yang menggantikannya. Sudah cukup lama, 5 bulan yang lalu. Oh iya, kemarin malam aku kerumahmu, tapi Oppa sepertinya sedang pergi. Padahal aku mau tanya tentang alat musik...”

“Iyakah? Mianhae, Lee Hi-a...semalam aku mengantarkan temanku ke acara perpisahan tingkat SMU...kenapa kamu tidak mengirimiku pesan singkat? .... Ah baboya~ aku lupa, aku belum memberikan nomor ponselku padamu!”

Lee Hi menghentikan langkahnya, “Pergi ke perpisahan SMU? Tidak biasanya kita mengadakan prom nite?”

“Ah soal itu, bukan acara resmi dari pihak sekolah...kenalanku yang anak SMU itu orang kaya, jadi mengadakan pesta sendiri dirumahnya...kenapa?”

“Oppa punya kenalan anak SMU juga ya selain aku? Hahahha ~ ....” ucap Lee Hi sambil tertawa dan menutupi mulutnya. “Aku kira teman Oppa hanya Young Jae-ssi saja, habis aku tidak pernah melihat Oppa jalan dengan orang lain selain dia.”

*

“Peniel-a! Ayo mampir ke supermarket itu dulu, ada yang harus aku beli!” Sulli menarik Peniel sebelum ia mengatakan iya atau tidak.

Peniel yang tidak banyak berbicara itu hanya mengikuti kemana pun Sulli melangkah sampai ia tidak sengaja menemukan sosok yang ia lihat semalam di pesta Sulli. “Sulli, aku rasa itu temanmu.”

“Hah? Siapa? Mana-mana?”

Peniel menunjuk ke arah jam 3 dan Sulli menangkap sosok itu sedang memilih buah-buahan, kemudian ia meninggalkan keranjang belanjanya dan menghampiri Himchan.

“Himchan Oppa! Sedang apa?” tanya nya antusias, Peniel hanya bisa memandangi dari jauh. “Bukannya hari ini ada jadwal bermain soccer?”

Himchan agak sedikit terkejut, “Bagaimana kamu tahu? Rasanya aku tidak pernah mengatakan hal ini padamu.”

“Oh itu....ah! Oppa sendirian saja?”

Himchan kemudian melihat sekeliling, ia tidak tahu Lee Hi sudah tidak ada di sekitarnya. “Aku kesini tadi bersama teman, tapi aku rasa dia sudah bergerak ke bagian supermarket yang lainnya...wah sepertinya aku harus mencarinya. Sepertinya teman kamu sudah menunggu disana?” Himchan menegur Peniel dari kejauhan. “Sudah ya aku mencari temanku dulu...” Himchan langsung pergi begitu saja dan mengabaikan Sulli. Mendadak Sulli cemberut dan kembali mendorong trolinya dengan kasar.

Lee Hi ternyata sedang fokus memilih cemilan di lain sisi supermarket, “Oppa suka yang mana? Ini atau ini?” tanya Lee Hi sambil membawa dua cemilan yang berbeda.

“Lee Hi, aku kira kamu pulang meninggalkan aku...kenapa kamu cepat sekali menghilang? Kita kan pergi bersama, jadi jalan juga harus berdua..!”

“Oh? Mianhae Oppa, habis kelihatannya tadi fokus sekali memilih buah-buahan jadi aku tinggal kesini sebentar....”

Himchan menggerakkan tangannya seperti mengusir lalat, “Waktu kamu tidak ada tadi, aku bertemu dengan temanku yang semalam itu...lama-lama aku risih juga jika harus sering bertemu dengannya...” keluh Himchan sembari memilih cemilan yang ia sukai dan memindahkannya ke dalam troli.

“Kenapa? Apa dia bukan orang yang baik?”

Himchan menggeleng tidak pasti, lalu mengusap tengkuknya dan berhenti mendorong troli. “Aku tidak tahu pasti, dan beritanya juga masih kabur. Sudah lama aku mendengar selentingan kabar jika dia sempat mengalami masalah kejiwaan...ada yang pernah bercerita padaku, waktu dia masih SMP, dia membully seorang junior di sekolahnya hanya karena juniornya itu menyukai orang yang sama dengannya,...aku juga tidak tahu benar atau tidak,..ah sudahlah, mungkin itu hanya gosip!” Himchan menyangkalnya sendiri, karena ia berfikir ulang jika Sulli dengan pribadi yang ceria tidak mungkin bisa sadis kepada orang lain.

“Oh Oppa~ kenapa cerita itu begitu menyeramkan?”

Kemudian Himchan seperti mengingat sesuatu, “Ah! Young Jae pernah melihat gadis yang dibully itu dirumah sakit beberapa tahun yang lalu, dia mengatakan jika di punggung gadis itu ada bekas luka pukulan benda tumpul, dan sepertinya parah karena sampai meninggalkan bekas luka.”

Lee Hi terdiam dan memandang tidak percaya ke Himchan, “Begitukah Oppa? Apa Oppa percaya? Soalnya aku tidak akan percaya jika belum melihatnya langsung..”

**

Di hari-hari menjelang masuk universitas, Sulli tampak gelisah dan berkali-kali ia mengontak Peniel namun nomor yang ia hubungi sudah tidak aktif. Suatu siang ia berada di titik jenuhnya, ia merasa tidak melakukan kesalahan pada 2 malam yang lalu. Sulli menyatakan perasaannya kepada Peniel saat mereka kembali dari supermarket kala itu. Namun yang Sulli dapatkan hanya sebuah senyuman dari Peniel dan setelah itu pemuda yang berasal dari Chicago itu tidak pernah kelihatan lagi.

“Ayo dong angkat telfonnya!”

Sulli kesal dan melempar smartphone itu dari balkon kamarnya ke arah kolam renang, lalu ia mengambil ponselnya yang lain dan mendial nomor yang sama. Tapi hanya jawaban operator yang itu itu saja yang ia dengar semenjak kemarin.

“Sulli, makan malam!” teriak Ibunya dari balik pintu besar itu, namun Sulli mengacuhkannya, tubuhnya mulai bereaksi sama seperti itu, seperti hari itu.

#Flashback
Suatu hari di musim gugur, satu murid absen dan mungkin hari ini tidak akan ada yang membully gadis berambut bob itu. Ia melangkah masuk kedalam kelas musuhnya itu, dan menarik satu kursi keluar kelas lantas membakar kursi milik gadis rok mini itu. Ia melihat foto kepengurusan kelas dan mencopot satu foto dan melemparkannya ke dalam kobaran api itu, ia tersenyum puas lalu pulang.

Keadaan kacau balau, semua barang di rumah kecil itu pecah, berantakan, tidak ada yang bisa menghentikan tingkah gadis kurus itu. Penyakitnya kembali kumat, jiwanya sedang terganggu hanya karena sang ayah tidak menuruti kemauannya untuk membeli sebuah ponsel keluaran terbaru.

“Cukup! Cukup!” wanita itu menutup telinganya erat karena tidak bisa mengendalikan situasi yang makin rumit ini, sampai akhirnya Dokter datang dan memberikan suntikan bius pada gadis itu. Kemudian tangis wanita itu pecah.
#Flashback End

*

Dan kini, wanita itu hanya memadang kosong ke arah Sulli, “Terakhir kali, sudah 4 tahun yang lalu...” kemudian ia terisak. “Kenapa ini bisa terjadi lagi....” isakan tangisnya semakin keras.

“Sepertinya ia sedang tertekan, sepertinya ia mempunyai masalah dengan temannya.” Ucap lelaki yang merupakan Ayah Sulli. “Kuharap kita bisa melewati semuanya...”

**

Di sore hari yang cerah, Himchan menghampiri Lee Hi yang sedang asyik menyiram tanaman di kebun depan. Dengan isengnya, Himchan berniat untuk mengejutkan Lee Hi, namun sebelum ia melakukannya, sesuatu hal justru membuatnya terkejut.

“Bekas luka? Di punggung...? Di tengkuk juga?.....tidakkah ini serupa dengan cerita Young Jae waktu itu?”

Himchan perlahan mengeluarkan ponselnya dan coba mengambil gambar Lee Hi dari belakang yang sedang memakai pakaian cukup transparan, namun sebelum ia menekan tombol shoot, Lee Hi berbalik dan tidak sengaja menyiramnya dengan selang air.

“KYAA! Oppa! Ah, kamu mengejutkanku! Sedang apa? Apa mau mengejutkan aku?!” ucapnya panik kemudian mematikan kran air.

Himchan mengelap wajahnya, “Kamu tahu? Aku baru saja mandi...”

“Mianhae Oppa, lagipula mana aku tahu ada orang di belakangku! Pulangnya, ganti bajumu! Dan jangan coba mengejutkan aku lagi!” Lee Hi kembali mengambil selang dan menyiram tanaman yang belum basah.

Sementara Himchan kembali untuk mengganti pakaian, seseorang datang ke rumah Lee Hi dan kemudian mengajaknya berbincang di dalam rumah.

“Maafkan aku terlambat~..” ucap pemuda itu sambil mengeluarkan sekotak ice cream vanilla dari kantung  belanjaan.

“Tidak apa-apa Oppa, apa sudah membelikan pesananku?”

Pemuda itu kemudian merogoh dalam kantung belanjaannya, dan mengambil sekantong tisu basah berwarna merah. “Ini kan?”

“Oppa, kenapa yang warna merah?”

Mereka berbalas pandang, “Salah ya?”

Lee Hi tertawa dan pemuda itu baru mengerti jika pacarnya sedang mengerjai dirinya. Lalu ia memeluk mesra Lee Hi sambil mengelus kepalanya. Namun pemuda lain sedang tercengang melihat Lee Hi berada di pelukan pemuda itu.

“Oh Himchan Oppa? Masuklah, kenapa berdiri di depan pintu?” Lee Hi menarik Himchan masuk ke dalam rumah, namun sesuatu sedang terjadi disini.

“Chagiya, kamu mengenal dia?”

Lee Hi tampak bingung, “Tentu saja Oppa, dia kan tetanggaku! Oh? Kalian...jangan-jangan pernah bertemu sebelumnya?”

“Aku bertemu dengannya dua kali, di rumah Sulli dan di supermarket, waktu aku mengantarmu berbelanja, aku bertemu dia, sedang mengantarkan Sulli juga....” ungkap Himchan Oppa.

“Sulli? Apa Himchan Oppa sedang mengucapkan nama Sulli?” tanya Lee Hi memastikan.

“Wait, wait....something is going wrong here....” ucap Peniel, kekasih Lee Hi.

**

Rumah mewah itu kini hanya di jaga oleh sepasang suami istri. Sudah 3 bulan Sulli dan keluarganya pindah, entah kemana. Banyak rekanan Sulli mendatangi dan bertanya agak memaksa kepada sepasang suami istri itu, namun mereka tetap bungkam. Mungkin kedua orang tua Sulli malu, anak semata wayangnya kini benar-benar mengidap kelainan jiwa dan kerap mengamuk setelah ia tidak bisa mengontak Peniel saat itu.

“Itu bukan salahku, aku juga tidak tahu jika akan seperti ini...” ucap Peniel dari kejauhan, ia melihat istana megah itu kini bangunan tak bertuan.

“Sulli mendapat karma dari perbuatannya. Aku sungguh....sungguh tidak menyangka jika cerita yang aku dengar selama ini menimpa...Lee Hi. Aku awalnya sama sekali tidak curiga kepada Sulli, namun sekarang aku mulai percaya. Aku turut berduka atas apa yang menimpa Lee Hi.” Ucap Himchan sambil menepuk pundak Peniel.

“Mengenai bekas luka di punggung Lee Hi, aku tidak pernah tahu jika Hyung tidak memberitahuku mengenai hal itu. Yang aku tahu, Sulli juga punya bekas luka di punggungnya.”

Himchan merasa bingung, “Bekas luka di punggung? Sulli punya juga?”

Peniel mengangguk, “Aku tidak tahu bekas luka apa....lukanya hampir mirip seperti milik Lee Hi...tapi aku rasa berbeda...jika luka dipunggung Sulli lebih terlihat seperti luka bakar, maka luka Lee Hi lebih mirip seperti luka lebam yang abadi.”

**

Sebulan dari kejadian itu, akhirnya Sulli menemukan lingkungan baru dan teman baru, dan juga universitas baru yang benar-benar bisa menerima keadaannya dengan lapang dada. Sulli hijrah ke sebuah pinggiran kota yang damai dan terasingkan dari hingar bingar perkotaan.

Di suatu malam, seseorang memencet bel rumah Sulli yang baru. Tidak lama kemudian, Ibunya memanggil Sulli, mengatakan bahwa ada seorang teman yang ingin menjenguk.

“Siapa Bu?”

“Tidak tahu, dia bilang kawan lamamu...tetaplah disini, Ibu akan mengantarkannya ke sini.”

Sulli hanya bisa mengangguk, keadaannya lemas karena baru saja meminum obat. Seharusnya ia tidur sekarang, bukan malah menerima tamu.

‘DUK, DUK, DUK...’

Terdengar langkah kaki pelan di tangga menuju kamar Sulli, seseorang memutar knop pintu dan menyapa Sulli.

“Hai Sulli, lama tidak berjumpa.” Ucapnya.

Sulli butuh beberapa saat untuk mengenali orang itu, sampai ia pun menyerah dan bertanya kepada gadis berambut coklat terang itu, “Siapa ya? Aku rasa aku tidak mengenalmu...”

Kemudian tamu itu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, “Jika melihat ini, ingat tidak?”

Sulli terbelalak dan seperti orang yang kehabisan oksigen.

Dia Lee Hi, gadis berambut bob itu kini berubah menjadi gadis yang anggun dan cantik. Ia mengeluarkan sebuah agenda yang sudah dirusak oleh Sulli beberapa tahun yang lalu.

Dari balik jaketnya, Lee Hi mengeluarkan pisau dan .... insiden berdarah pun terjadi saat itu.

**
Beberapa hari setelah hari itu....

Enam pasang mata itu tidak berdaya, hanya bisa melihat Sulli dari balik  kaca dua arah.

“Aku bersyukur, Lee Hi hanya luka kecil saja....mungkin jika tidak ada orang tua Sulli malam itu, bisa saja Lee Hi tidak selamat.” Ucap Peniel yang kemudian merangkul kekasihnya itu.

“Aku juga sangat terkejut dengan apa yang Sulli lakukan padaku....aku kira ia sudah berubah, ternyata....” kemudian Lee Hi menangis, ia merasa trauma dengan kejadian beberapa tahun yang lalu, ketika Sulli membully dirinya semasa SMP.

Peniel mencoba menenangkannya, dan kemudian keluar sejenak membelikan Lee Hi sebotol air mineral.

“Himchan Oppa, lihat Sulli....apa dia bisa sembuh?”

Himchan merasa iba melihat Sulli yang bengong di dalam ruang isolasi itu. Badannya, tangannya di ikat dengan baju yang biasa digunakan pada pasien sakit jiwa tingkat akut. “Aku harap Sulli lebih baik di tempatkan disini. Tapi aku masih tidak percaya jika ia sampai berbuat seperti itu padamu. Kamu sudah memaafkan dia, kan?”

Lee Hi menjawab pertanyaan itu cukup lama, “Sudah....” jawabnya dengan ekspresi datar. Namun Himchan melirik dan menemukan sebuah ‘senyum’ di wajah itu disertai tatapan yang tajam ke arah Sulli.

“Maaf, aku agak lama...” kemudian Peniel datang dan Himchan seketika itu merasa ada yang ganjil disini. “Perawat bilang, waktu jenguk kita sudah habis.”

“Kalau begitu ayo kita pulang, ayo Himchan Oppa....nanti akan aku buatkan makanan enak setiba dirumah...”

Sekali lagi dan untuk yang terakhir kalinya, Lee Hi menoleh ke arah Sulli dengan senyumnya yang tidak biasa. Himchan menangkap ekspresi itu dengan jelas.

*

Semenjak kejadian itu, Sulli kerap mengamuk dengan berteriak, “BUKAN AKU YANG MELAKUKAN ITU!!! BUKAN AKU!!!! BUKAN AKUUUUU!!!!!!”


TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar