*sorry for bad poster!*
Title : Wasn’t
Me
Cast :
Himchan (B.A.P) – Peniel (BTOB) – Lee Hi – Sulli (fx)
Genre :
Angst / Thriller / Criminal
Rated : 15+
Author :
Ravla
-------
#Flashback
Dengan sombongnya
gadis SMP yang mengenakan rok mini itu menarik murid dari kelas lain dan
membullynya. Hanya karena alasan yang tidak masuk akal, ia menghajar gadis
berambut bob dengan sebuah tongkat baseball di atap sekolah.
“Aku
mohon...aku mohon! Jangan pukul aku lagi! Aku berjanji tidak akan pernah
menemui orang yang kamu sukai lagi!” begitu gadis itu memohon sungguh namun
sepertinya gadis rok mini sudah gelap mata dan memukul punggungnya dengan
tongkat baseball dengan teramat keras.
“Pergilah
ke Neraka!!!” teriaknya memecah keheningan sore.
#Flashback
End
**
“Selamat yah Sulli~ kami yakin kamu
akan masuk Universitas itu! Apalagi dengan bakat yang kamu miliki, orang tuamu
pasti bangga dengan ini! Sekali lagi selamat ya!” begitu banyak ucapan selamat
dari teman-teman Sulli yang sama sekali tidak menyangka jika Sulli akan bisa
masuk sebuah universitas terkenal itu. Sebenarnya, di belakang mereka semua,
Sulli sungguh membenci lembaga pendidikan itu, namun ia hanya semata-mata agar
bisa satu kampus dengan orang yang ia sukai sejak lama, Peniel. The Chicago boy.
Di tengah hingar bingar pesta yang
ia gelar dirumahnya, ia kemudian menemukan sosok senior yang juga sudah lama
mencuri perhatiannya, Kim Himchan.
“Ah, Oppa!” lambaian tangannya di
sambut hangat oleh Himchan yang juga menghampirinya. “Sudah lama sekali kita
tidak bertemu! Kenapa bisa tahu aku mengadakan pesta kelulusan SMU?”
“Hai Sulli! Kamu semakin terlihat
seperti gadis.” Candanya, “ahh aku disini mengantarkan temanku saja, kebetulan
dia satu angkatan denganmu. Tapi aku rasa tidak satu kelas denganmu. Oh iya,
terakhir aku kesini aku rasa rumahmu tidak seluas ini?”
Sulli tersipu malu, “Iya, beberapa
bulan yang lalu aku sengaja membuatnya lebih luas. Ya ada gunanya juga kan? Oh iya,
siapa teman Oppa? Mungkin saja aku kenal?” Sulli tampak repot dengan
bingkisan-bingkisan yang ia terima dari teman-temannya. Lalu ia menjatuhkannya
begitu saja di atas rumput disampingnya. Dan fokus dengan gaun super mahalnya.
“Ah~ namanya Young Jae...yang aku
dengar dia seorang atlet basket di sekolahmu...” dengan tanpa alasan Himchan
mengusap tengkuknya.
Sulli tampak tidak mengenalnya, lalu
ia mengganti topik pembicaraan. “Aku dengar, Oppa masuk di Universitas yang
sama denganku yah?”
“Aku memilih universitas lain,
entahlah, aku kurang suka disana...tapi selamat buat kamu ya bisa lolos ke
sana. Padahal susah lho masuk ke sana...aku dengar banyak orang menggunakan
cara ‘kotor’ supaya bisa masuk ke sana. Aku
dengar dari sekolahmu ada 3 murid yang lolos kesana, termasuk kamu?”
Sulli mengangguk kencang, dia senang
jika bisa membahas Peniel. “Iya! Teman sekelasku, namanya Peniel, lolos kesana
juga. Aku senang bisa ke universitas itu tidak sendirian. Akan terasa
membosankan jika lolos ke sana seorang diri.”
“Hm? Kenapa? Biasanya juga begitu kan,
mau tidak mau harus pisah dengan teman-teman....” seseorang tiba-tiba memanggil
Sulli dan Sulli begitu saja meninggalkan Himchan tanpa pamit terlebih dahulu.
“Sulli!” panggil seseorang yang akan
membuat hatinya berdebar kencang, Peniel. “Kamu sudah mengambil formulir untuk
pendaftaran ulang masuk universitas?”
Sulli menggeleng, namun ia tetap
tersenyum. “Harus yah?” tanya nya kemudian. “Aku...aku tidak tahu harus kemana
untuk mengambilnya.”
Peniel memberikannya kepada Sulli, “Sudah
aku duga, nih. Besok serahkan kembali padaku yah, soalnya besok sore sudah
harus aku kembalikan ke panitia penerimaan mahasiswa baru.”
Sulli fokus memandang Peniel, dan
entahlah, gadis itu mendengarkan suruhan Peniel atau tidak. “Ah iya, kamu suka
dengan pesta yang aku buat?”
Sementara Sulli dan Peniel sedang
sibuk mengobrol, Himchan hanya bisa memperhatikan dari jauh. Ia kebingungan
mencari temannya, lama kelamaan pesta perpisahan ini nampak membosankan baginya.
**
Keesokan harinya, setelah semua
pesta usai di gelar dan juga semua sudut taman sudah bersih, Peniel ternyata
kembali lagi ke rumah Sulli untuk meminta kertas yang ia berikan semalam.
“Sulli, mana?” tagihnya yang
kemudian menyimpan kertas itu rapih ke dalam amplop. “Sudah lengkap kan? Kalau begitu
aku pamit yah? Bye.”
Namun Peniel tampaknya kembali lagi
ke langkah semula, ia melihat tangan kecil itu sudah melingkar di lengannya. “Aku
ikut yah? Aku bosan dirumah.”
Peniel yang sedikit bingung hanya
bisa menggaruk kepalanya kemudian mengangguk. “Tumben, kamu mau pergi di hari
yang terik seperti ini?”
Sulli tidak bisa menyembunyikan
senyumnya, “Terik? Tidak, hanya mentari sore saja... ini tidak akan membakar
kulitku.”
Peniel memandangnya dengan wajah
tanpa ekspresi.
*
#Flashback
Gadis rok
mini itu melemparkan sebuah agenda ke tengah lapangan di hari yang sungguh
terik. Suhu di luar mencapai 33 derajat celcius. Ia berdiri di pinggir balkon
lantai dua tepat di depan kelasnya dan melemparkan agenda dari tempatnya
berdiri.
“Agendaku!”
teriak seorang murid berambut hitam pendek dari lantai tiga. Wajahnya nampak
pucat, dan peluh membasahi seluruh tubuhnya.
Gadis rok
mini itu hanya tersenyum kemudian mengambil ponsel di kantungnya dan mendial
sebuah nomor. Gadis di seberang yang menjawab.
“Jika mau
agendamu kembali, ambil saja di tengah lapangan. Kurang baik apa aku mau
mengembalikan agenda lusuh milikmu?” ucap gadis rok mini itu.
Tak ditunggu
lagi, gadis berambut hitam pendek itu berlari menuruni tangga dan ke tengah
lapangan untuk mengambil agendanya. Tapi apa yang ia dapatkan, agenda cantik
itu setengahnya sudah hancur bahkan ada bagian yang terbakar. Lebih kejamnya
lagi, teman-teman satu genk gadis rok mini itu mengunci semua pintu keluar dari
lapangan yang dibangun di tengah sekolah itu. Dengan panas yang
terik,....entahlah gadis berambut bob itu merasakan apa.
#Flashback
End
**
Himchan yang baru kembali dari
bermain soccer, tidak sengaja melihat tetangga barunya yang baru saja
meninggalkan rumah seorang diri.
“Lee Hi-a!” panggilnya. “Mau kemana?”
Lee Hi berbalik dan melambaikan
tangan, “Aku mau ke supermarket sebentar, kenapa?”
Himchan lalu menghampirinya, “Sendirian?
Biasanya kamu pergi bersama Ibumu? Kalau begitu bagaimana jika aku menemanimu?”
“Boleh Oppa. Habis olah raga ya?”
mereka berbincang sambil berjalan menuju supermarket. “Ah~ sudah lama aku tidak
olah raga...lain kali ajak aku bagaimana?”
Himchan hanya tersenyum malu, “Aku
hanya bermain soccer biasanya, bagaimana jika lain waktu kita bermain basket? Sudah
lama juga aku tidak bermain permainan itu. Aku dengar kamu menjadi atlet tenis
di sekolahan ya?”
Lee Hi tersipu malu, “Ah bukan
begitu, aku hanya pemain cadangan. Kebetulan kemarin pemain inti ada yang
sakit, jadi aku yang menggantikannya. Sudah cukup lama, 5 bulan yang lalu. Oh iya,
kemarin malam aku kerumahmu, tapi Oppa sepertinya sedang pergi. Padahal aku mau
tanya tentang alat musik...”
“Iyakah? Mianhae, Lee Hi-a...semalam
aku mengantarkan temanku ke acara perpisahan tingkat SMU...kenapa kamu tidak
mengirimiku pesan singkat? .... Ah baboya~ aku lupa, aku belum memberikan nomor
ponselku padamu!”
Lee Hi menghentikan langkahnya, “Pergi
ke perpisahan SMU? Tidak biasanya kita mengadakan prom nite?”
“Ah soal itu, bukan acara resmi dari
pihak sekolah...kenalanku yang anak SMU itu orang kaya, jadi mengadakan pesta
sendiri dirumahnya...kenapa?”
“Oppa punya kenalan anak SMU juga ya
selain aku? Hahahha ~ ....” ucap Lee Hi sambil tertawa dan menutupi mulutnya. “Aku
kira teman Oppa hanya Young Jae-ssi saja, habis aku tidak pernah melihat Oppa
jalan dengan orang lain selain dia.”
*
“Peniel-a! Ayo mampir ke supermarket
itu dulu, ada yang harus aku beli!” Sulli menarik Peniel sebelum ia mengatakan
iya atau tidak.
Peniel yang tidak banyak berbicara
itu hanya mengikuti kemana pun Sulli melangkah sampai ia tidak sengaja
menemukan sosok yang ia lihat semalam di pesta Sulli. “Sulli, aku rasa itu
temanmu.”
“Hah? Siapa? Mana-mana?”
Peniel menunjuk ke arah jam 3 dan
Sulli menangkap sosok itu sedang memilih buah-buahan, kemudian ia meninggalkan
keranjang belanjanya dan menghampiri Himchan.
“Himchan Oppa! Sedang apa?” tanya
nya antusias, Peniel hanya bisa memandangi dari jauh. “Bukannya hari ini ada
jadwal bermain soccer?”
Himchan agak sedikit terkejut, “Bagaimana
kamu tahu? Rasanya aku tidak pernah mengatakan hal ini padamu.”
“Oh itu....ah! Oppa sendirian saja?”
Himchan kemudian melihat sekeliling,
ia tidak tahu Lee Hi sudah tidak ada di sekitarnya. “Aku kesini tadi bersama
teman, tapi aku rasa dia sudah bergerak ke bagian supermarket yang
lainnya...wah sepertinya aku harus mencarinya. Sepertinya teman kamu sudah
menunggu disana?” Himchan menegur Peniel dari kejauhan. “Sudah ya aku mencari
temanku dulu...” Himchan langsung pergi begitu saja dan mengabaikan Sulli. Mendadak
Sulli cemberut dan kembali mendorong trolinya dengan kasar.
Lee Hi ternyata sedang fokus memilih
cemilan di lain sisi supermarket, “Oppa suka yang mana? Ini atau ini?” tanya
Lee Hi sambil membawa dua cemilan yang berbeda.
“Lee Hi, aku kira kamu pulang
meninggalkan aku...kenapa kamu cepat sekali menghilang? Kita kan pergi bersama,
jadi jalan juga harus berdua..!”
“Oh? Mianhae Oppa, habis
kelihatannya tadi fokus sekali memilih buah-buahan jadi aku tinggal kesini
sebentar....”
Himchan menggerakkan tangannya
seperti mengusir lalat, “Waktu kamu tidak ada tadi, aku bertemu dengan temanku
yang semalam itu...lama-lama aku risih juga jika harus sering bertemu
dengannya...” keluh Himchan sembari memilih cemilan yang ia sukai dan
memindahkannya ke dalam troli.
“Kenapa? Apa dia bukan orang yang
baik?”
Himchan menggeleng tidak pasti, lalu
mengusap tengkuknya dan berhenti mendorong troli. “Aku tidak tahu pasti, dan
beritanya juga masih kabur. Sudah lama aku mendengar selentingan kabar jika dia
sempat mengalami masalah kejiwaan...ada yang pernah bercerita padaku, waktu dia
masih SMP, dia membully seorang junior di sekolahnya hanya karena juniornya itu
menyukai orang yang sama dengannya,...aku juga tidak tahu benar atau tidak,..ah
sudahlah, mungkin itu hanya gosip!” Himchan menyangkalnya sendiri, karena ia
berfikir ulang jika Sulli dengan pribadi yang ceria tidak mungkin bisa sadis
kepada orang lain.
“Oh Oppa~ kenapa cerita itu begitu
menyeramkan?”
Kemudian Himchan seperti mengingat
sesuatu, “Ah! Young Jae pernah melihat gadis yang dibully itu dirumah sakit
beberapa tahun yang lalu, dia mengatakan jika di punggung gadis itu ada bekas
luka pukulan benda tumpul, dan sepertinya parah karena sampai meninggalkan
bekas luka.”
Lee Hi terdiam dan memandang tidak
percaya ke Himchan, “Begitukah Oppa? Apa Oppa percaya? Soalnya aku tidak akan
percaya jika belum melihatnya langsung..”
**
Di hari-hari menjelang masuk
universitas, Sulli tampak gelisah dan berkali-kali ia mengontak Peniel namun
nomor yang ia hubungi sudah tidak aktif. Suatu siang ia berada di titik
jenuhnya, ia merasa tidak melakukan kesalahan pada 2 malam yang lalu. Sulli menyatakan
perasaannya kepada Peniel saat mereka kembali dari supermarket kala itu. Namun yang
Sulli dapatkan hanya sebuah senyuman dari Peniel dan setelah itu pemuda yang
berasal dari Chicago itu tidak pernah kelihatan lagi.
“Ayo dong angkat telfonnya!”
Sulli kesal dan melempar smartphone
itu dari balkon kamarnya ke arah kolam renang, lalu ia mengambil ponselnya yang
lain dan mendial nomor yang sama. Tapi hanya jawaban operator yang itu itu saja
yang ia dengar semenjak kemarin.
“Sulli, makan malam!” teriak Ibunya
dari balik pintu besar itu, namun Sulli mengacuhkannya, tubuhnya mulai bereaksi
sama seperti itu, seperti hari itu.
#Flashback
Suatu
hari di musim gugur, satu murid absen dan mungkin hari ini tidak akan ada yang
membully gadis berambut bob itu. Ia melangkah masuk kedalam kelas musuhnya itu,
dan menarik satu kursi keluar kelas lantas membakar kursi milik gadis rok mini
itu. Ia melihat foto kepengurusan kelas dan mencopot satu foto dan
melemparkannya ke dalam kobaran api itu, ia tersenyum puas lalu pulang.
Keadaan kacau
balau, semua barang di rumah kecil itu pecah, berantakan, tidak ada yang bisa
menghentikan tingkah gadis kurus itu. Penyakitnya kembali kumat, jiwanya sedang
terganggu hanya karena sang ayah tidak menuruti kemauannya untuk membeli sebuah
ponsel keluaran terbaru.
“Cukup!
Cukup!” wanita itu menutup telinganya erat karena tidak bisa mengendalikan
situasi yang makin rumit ini, sampai akhirnya Dokter datang dan memberikan
suntikan bius pada gadis itu. Kemudian tangis wanita itu pecah.
#Flashback
End
*
Dan kini, wanita itu hanya memadang
kosong ke arah Sulli, “Terakhir kali, sudah 4 tahun yang lalu...” kemudian ia
terisak. “Kenapa ini bisa terjadi lagi....” isakan tangisnya semakin keras.
“Sepertinya ia sedang tertekan,
sepertinya ia mempunyai masalah dengan temannya.” Ucap lelaki yang merupakan
Ayah Sulli. “Kuharap kita bisa melewati semuanya...”
**
Di sore hari yang cerah, Himchan
menghampiri Lee Hi yang sedang asyik menyiram tanaman di kebun depan. Dengan
isengnya, Himchan berniat untuk mengejutkan Lee Hi, namun sebelum ia
melakukannya, sesuatu hal justru membuatnya terkejut.
“Bekas
luka? Di punggung...? Di tengkuk juga?.....tidakkah ini serupa dengan cerita
Young Jae waktu itu?”
Himchan perlahan mengeluarkan
ponselnya dan coba mengambil gambar Lee Hi dari belakang yang sedang memakai
pakaian cukup transparan, namun sebelum ia menekan tombol shoot, Lee Hi
berbalik dan tidak sengaja menyiramnya dengan selang air.
“KYAA! Oppa! Ah, kamu mengejutkanku!
Sedang apa? Apa mau mengejutkan aku?!” ucapnya panik kemudian mematikan kran
air.
Himchan mengelap wajahnya, “Kamu
tahu? Aku baru saja mandi...”
“Mianhae Oppa, lagipula mana aku
tahu ada orang di belakangku! Pulangnya, ganti bajumu! Dan jangan coba
mengejutkan aku lagi!” Lee Hi kembali mengambil selang dan menyiram tanaman
yang belum basah.
Sementara Himchan kembali untuk
mengganti pakaian, seseorang datang ke rumah Lee Hi dan kemudian mengajaknya
berbincang di dalam rumah.
“Maafkan aku terlambat~..” ucap
pemuda itu sambil mengeluarkan sekotak ice cream vanilla dari kantung belanjaan.
“Tidak apa-apa Oppa, apa sudah
membelikan pesananku?”
Pemuda itu kemudian merogoh dalam
kantung belanjaannya, dan mengambil sekantong tisu basah berwarna merah. “Ini
kan?”
“Oppa, kenapa yang warna merah?”
Mereka berbalas pandang, “Salah ya?”
Lee Hi tertawa dan pemuda itu baru
mengerti jika pacarnya sedang mengerjai dirinya. Lalu ia memeluk mesra Lee Hi
sambil mengelus kepalanya. Namun pemuda lain sedang tercengang melihat Lee Hi
berada di pelukan pemuda itu.
“Oh Himchan Oppa? Masuklah, kenapa
berdiri di depan pintu?” Lee Hi menarik Himchan masuk ke dalam rumah, namun
sesuatu sedang terjadi disini.
“Chagiya, kamu mengenal dia?”
Lee Hi tampak bingung, “Tentu saja
Oppa, dia kan tetanggaku! Oh? Kalian...jangan-jangan pernah bertemu sebelumnya?”
“Aku bertemu dengannya dua kali, di
rumah Sulli dan di supermarket, waktu aku mengantarmu berbelanja, aku bertemu
dia, sedang mengantarkan Sulli juga....” ungkap Himchan Oppa.
“Sulli? Apa Himchan Oppa sedang
mengucapkan nama Sulli?” tanya Lee Hi memastikan.
“Wait, wait....something is going
wrong here....” ucap Peniel, kekasih Lee Hi.
**
Rumah mewah itu kini hanya di jaga
oleh sepasang suami istri. Sudah 3 bulan Sulli dan keluarganya pindah, entah
kemana. Banyak rekanan Sulli mendatangi dan bertanya agak memaksa kepada
sepasang suami istri itu, namun mereka tetap bungkam. Mungkin kedua orang tua
Sulli malu, anak semata wayangnya kini benar-benar mengidap kelainan jiwa dan
kerap mengamuk setelah ia tidak bisa mengontak Peniel saat itu.
“Itu bukan salahku, aku juga tidak
tahu jika akan seperti ini...” ucap Peniel dari kejauhan, ia melihat istana
megah itu kini bangunan tak bertuan.
“Sulli mendapat karma dari
perbuatannya. Aku sungguh....sungguh tidak menyangka jika cerita yang aku
dengar selama ini menimpa...Lee Hi. Aku awalnya sama sekali tidak curiga kepada
Sulli, namun sekarang aku mulai percaya. Aku turut berduka atas apa yang menimpa
Lee Hi.” Ucap Himchan sambil menepuk pundak Peniel.
“Mengenai bekas luka di punggung Lee
Hi, aku tidak pernah tahu jika Hyung tidak memberitahuku mengenai hal itu. Yang
aku tahu, Sulli juga punya bekas luka di punggungnya.”
Himchan merasa bingung, “Bekas luka
di punggung? Sulli punya juga?”
Peniel mengangguk, “Aku tidak tahu
bekas luka apa....lukanya hampir mirip seperti milik Lee Hi...tapi aku rasa
berbeda...jika luka dipunggung Sulli lebih terlihat seperti luka bakar, maka
luka Lee Hi lebih mirip seperti luka lebam yang abadi.”
**
Sebulan dari kejadian itu, akhirnya
Sulli menemukan lingkungan baru dan teman baru, dan juga universitas baru yang
benar-benar bisa menerima keadaannya dengan lapang dada. Sulli hijrah ke sebuah
pinggiran kota yang damai dan terasingkan dari hingar bingar perkotaan.
Di suatu malam, seseorang memencet
bel rumah Sulli yang baru. Tidak lama kemudian, Ibunya memanggil Sulli,
mengatakan bahwa ada seorang teman yang ingin menjenguk.
“Siapa Bu?”
“Tidak tahu, dia bilang kawan
lamamu...tetaplah disini, Ibu akan mengantarkannya ke sini.”
Sulli hanya bisa mengangguk,
keadaannya lemas karena baru saja meminum obat. Seharusnya ia tidur sekarang,
bukan malah menerima tamu.
‘DUK, DUK, DUK...’
Terdengar langkah kaki pelan di
tangga menuju kamar Sulli, seseorang memutar knop pintu dan menyapa Sulli.
“Hai Sulli, lama tidak berjumpa.” Ucapnya.
Sulli butuh beberapa saat untuk
mengenali orang itu, sampai ia pun menyerah dan bertanya kepada gadis berambut
coklat terang itu, “Siapa ya? Aku rasa aku tidak mengenalmu...”
Kemudian tamu itu mengeluarkan
sesuatu dari dalam tasnya, “Jika melihat ini, ingat tidak?”
Sulli terbelalak dan seperti orang
yang kehabisan oksigen.
Dia Lee Hi, gadis berambut bob itu
kini berubah menjadi gadis yang anggun dan cantik. Ia mengeluarkan sebuah
agenda yang sudah dirusak oleh Sulli beberapa tahun yang lalu.
Dari balik jaketnya, Lee Hi
mengeluarkan pisau dan .... insiden berdarah pun terjadi saat itu.
**
Beberapa hari setelah hari itu....
Enam pasang mata itu tidak berdaya,
hanya bisa melihat Sulli dari balik kaca
dua arah.
“Aku bersyukur, Lee Hi hanya luka
kecil saja....mungkin jika tidak ada orang tua Sulli malam itu, bisa saja Lee
Hi tidak selamat.” Ucap Peniel yang kemudian merangkul kekasihnya itu.
“Aku juga sangat terkejut dengan apa
yang Sulli lakukan padaku....aku kira ia sudah berubah, ternyata....” kemudian
Lee Hi menangis, ia merasa trauma dengan kejadian beberapa tahun yang lalu,
ketika Sulli membully dirinya semasa SMP.
Peniel mencoba menenangkannya, dan
kemudian keluar sejenak membelikan Lee Hi sebotol air mineral.
“Himchan Oppa, lihat Sulli....apa
dia bisa sembuh?”
Himchan merasa iba melihat Sulli
yang bengong di dalam ruang isolasi itu. Badannya, tangannya di ikat dengan
baju yang biasa digunakan pada pasien sakit jiwa tingkat akut. “Aku harap Sulli
lebih baik di tempatkan disini. Tapi aku masih tidak percaya jika ia sampai
berbuat seperti itu padamu. Kamu sudah memaafkan dia, kan?”
Lee Hi menjawab pertanyaan itu cukup
lama, “Sudah....” jawabnya dengan ekspresi datar. Namun Himchan melirik dan
menemukan sebuah ‘senyum’ di wajah itu disertai tatapan yang tajam ke arah
Sulli.
“Maaf, aku agak lama...” kemudian
Peniel datang dan Himchan seketika itu merasa ada yang ganjil disini. “Perawat
bilang, waktu jenguk kita sudah habis.”
“Kalau begitu ayo kita pulang, ayo Himchan
Oppa....nanti akan aku buatkan makanan enak setiba dirumah...”
Sekali lagi dan untuk yang terakhir
kalinya, Lee Hi menoleh ke arah Sulli dengan senyumnya yang tidak biasa.
Himchan menangkap ekspresi itu dengan jelas.
*
Semenjak kejadian itu, Sulli kerap
mengamuk dengan berteriak, “BUKAN AKU YANG MELAKUKAN ITU!!! BUKAN AKU!!!! BUKAN
AKUUUUU!!!!!!”
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar