‘KROOK,
KRROOOKK....’
Suasana
malam yang dingin, hujan yang turun begitu deras. Ia tidak bisa mendengar apa
yang gadis itu bicarakan.
“Mwoya?”
ia mendekatkan telinganya ke depan mulut gadis itu. “Kau bilang apa barusan?”
“....Sudahlah,
aku mau pulang. Aku tidak enak badan.”
Kemudian
gadis itu merebut payung milik Hongbin, “Hei tunggu! Aku tidak mau basah sampai
dirumah nanti! Tunggu aku!”
Pemuda
itu berlari kecil demi mengejar sebuah payung yang di pegang gadis itu.
________________________________
Tittle : She’s Dangerous
Cast : Taekwoon, Hongbin, Wonshik (VIXX) – Jung
Ema (OC) – Rae In (OC)
// cameo : Minhyuk, Eunkwang (BTOB) – Hyuna (4minute) //
Genre : Romantic School
Rated : 15+
Theme
Song : VIXX (1st Album)
Author : RAVLA
________________________________
Langkahnya begitu terburu, Rae In
membawa begitu banyak map dan sebuah desain yang terbuat dari sterofoam.
“Ottokhaji...ottokhaji...o..ooh! Dimana Taekwoon? Aku kan sudah memberitahunya
harus menunggu di depan gerbang sekolah!”
Rae In begitu terlihat sibuk dan
kacau, isi kertas di sebuah map hijau hampir saja jatuh berantakan, jika saja
Taekwoon datang satu detik lebih lambat.
“Maafkan aku Rae In, aku bangun
kesiangan.” Ucapnya begitu pelan namun jelas. “Sini aku yang bawakan.” Taekwoon
mengambilnya begitu saja dan kemudian rambut bagian depannya berantakan
tersibak angin.
“Ah~ tolong bawa ini ke kelas ya!
Letakkan saja di mejaku, aku harus mencari hasil gambar yang Minhyuk janjikan
kepadaku kemarin lusa! Ok?”
Taekwoon hanya mengangguk kemudian
orang itu berlalu menuju kelas.
*
“Minhyuk! Huh, mana gambarnya?”
tanya Rae In sambil mengatur napasnya dan merapikan baju seragamnya.
“WUHOO! Ada Park Rae In disini...apa
kabar cantik?” seru seorang dengan sandwich di tangannya. “Kau mau ini?”
“Aniya~ sudah habiskan saja
makananmu, Eunkwang! Jangan ganggu aku!”
Tidak lama kemudian, Minhyuk datang
membawa 3 lembar kertas berisi gambar karikatur dari guru-guru mereka. “Hanya
ini yang bisa ku buat...layak tampil di majalah sekolah?”
Rae In butuh beberapa menit untuk
melihat hasil karya Minhyuk, “Ini bagus! Aku suka! Pasti ini akan menang! Aku
jamin!”
“Jika Minhyuk menang, bagaimana jika
kau mengajak kami karaoke? Bertiga saja!” ujar Eunkwang dengan sungguh yakin
jika karya Minhyuk akan benar-benar menang kali ini.”
Rae In memutar bola matanya, “DEAL!
Okelah, jika Minhyuk menang kaulah orang yang pertama kali aku beritahu! Sudah
ya!”
Rae In bergegas menuju kelas lain,
ia membutuhkan artikel tentang cara-cara menghilangkan jerawat dengan instan,
tentu saja, Hyuna ahlinya.
“Hei Rae In, kenapa kau baru datang?
Sudah dari tadi aku menunggumu...” protes Hyuna yang ternyata sudah menunggunya
dari sejam yang lalu. “Maaf, aku tidak bisa mencetak artikelnya...jadi aku
masukkan dalam flashdisk! Tidak masalah kan? Sudah ku carikan dari banyak
sumber, sepertinya sih sudah cukup lengkap.”
“Iya kah? Terima kasih kalau begitu,
nanti biar aku yang menyusun ulang. Maaf sudah merepotkanmu. Kalau begitu aku
kembali ke kelas dulu ya! Lain kali aku akan mengajakmu makan pizza bersama!”
*
Taekwoon bersandar di pintu kelas,
menunggu kawannya. Namun sebenarnya perhatiannya tertuju pada dua orang bocah
badung yang dari tadi sibuk menjahili orang yang melewati mereka. Kedua orang
itu tampak tertawa tidak jelas, dan sesekali berlagak seperti orang mabuk.
Taekwoon kemudian melihat Rae In
mendekati mereka, tentu saja kedua orang itu hanya mengamatinya, namun akhirnya
Wonshik menarik tali tas Rae In.
“Wuut, tunggu...apa yang kau bawa di
dalam kantung itu?” mata Wonshik tertarik dengan sebuah kantung yang terlihat
berat tersebut. “Apa kau membawa bekal makanan?” kemudian ia dan temannya
tertawa.
“Anak MAMA!” teriak Hongbin tepat di
samping telinga kiri Rae In. Gadis itu hanya memandang ke bawah sambil sesekali
menghela napas.
“Hei! Kenapa tau tidak menjawab
pertanyaanku?!” sahut Wonshik setengah berteriak, “Cepat katakan padaku apa
itu.”
Rae In membuka kantung tersebut
kemudian mengeluarkan sebuah coklat batangan yang cukup besar. Tentu saja
Wonshik merebutnya dan membaginya kepada Hongbin. “Sejak kapan kau memakan ini?
Setauku, kau tidak boleh makan ini kan?” tanya Hongbin kepada Rae In, namun
gadis itu hanya memandang mereka dalam diam, dan kembali ke kelas. Sialnya,
sepasang murid badung itu adalah teman sekelas Rae In, biang kerok.
Taekwoon memandangnya, namun Rae In
menjawabnya dengan sebuah kalimat. “Sudahlah! Aku tidak apa-apa, lagi pula aku
memang membawa coklat itu untuk seseorang...bukan untuk ku makan sendiri!”
gadis itu berlalu ke mejanya dengan biasa saja.
***
Hari ini mereka tidak menerima
pelajaran sebagaimana mestinya, maka dari itu kesempatan ini dipakai oleh Rae
In dan Taekwoon untuk mengerjakan majalah sekolah edisi Natal. Cuaca yang mulai
dingin di luar membuat banyak siswa tertidur di kelas. Sebagian dari mereka
menggosip dan sibuk dengan gadgetnya, sedangkan dua orang badung itu duduk di
jendela dan tertawa tidak jelas.
Taekwoon sebal dan kesal kepada mereka, namun ia hanya bisa menghela napas.
“Kenapa? Jika kau tidak suka dengan
mereka, ceritakan saja padaku!”
Taekwoon menggeleng, “Cepat
selesaikan ini, jadi bisa segera di pasang di depan pintu kesenian.” Ia
melanjutkan menyapukan kuas berisi cat di atas sterofoam yang sudah di buat
oleh Rae In semalam. “Kau membuat ini seorang diri?”
Rae In mengangguk, “Tentu saja,
siapa lagi yang mau membantuku? Aku hanya tidur dua jam semalam,....seharusnya
jam 12 ini sudah selesai, tapi aku tidak sengaja mematahkannya, jadi aku
membuat ulang semuanya...” kemudian ia menguap lebar dan terlihat airmatanya
tergenang, ia pasti merasa ngantuk sekali.
“Kau mengantuk sekali...sebaiknya
kau pulang saja. Biar aku yang melanjutkan ini.” Taekwoon mencoba membujuk Rae
In, karena ia terlihat begitu mengantuk. “Aku antarkan kau pulang, bagaimana?”
Rae In menggeleng, “Sudah, lanjutkan
saja ini! Aku tidak apa-apa! Kalau begitu aku ke ruang komputer yah! Aku ingin menyusun ulang bahan majalah yang sudah
di berikan Hyuna tadi....semoga aku tidak ketiduran disana.”
Rae In membawa beberapa map dan juga
tidak lupa ia membawa kopi yang sudah ia persiapkan dari rumah.
Taekwoon tidak sadar jika duo badung
mengikuti Rae In sampai ruang komputer. Sebenarnya mereka sama sekali tidak ada
niat menganggu Rae In, hanya saja tujuan mereka berubah karena Wonshik
mengincar kopi yang Rae In bawa.
“Kopinya...!”
Wonshik dan Hongbin mengambilnya
ketika Rae In sibuk membuka pintu ruang komputer, “Hei, botolku! Kembalikan!”
“Terima kasih banyak ya kutu buku!”
ucap Hongbin sambil mengejek Rae In. “Aku akan mengembalikan botolnya!
Hahahahaha!” ucapnya sambil membubuhkan tawa ejek setelahnya.
“......Kopiku.....obat kantukku...”
dengan begitu sedih ia tetap harus mengerjakan apa yang harus ia kerjakan.
**
Wonshik dan Hongbin merasa senang
bisa mengganggu Rae In hari ini. Bagi mereka hal itu adalah sebuah prestasi.
“Ya~ kenapa kau terlihat senang
sekali...apa karena hari ini bisa mengganggu kutu buku itu?” tanya Hongbin
kepada sahabatnya.
“Tentu saja! Bukan kah kita tidak
pernah mengganggunya? Aku kira selama ini dia begitu lemah ternyata dugaanku
salah! Bukankah jika dilihat dari dekat, dia terlihat ... cute?”
Hongbin terbelalak, “YA~ YA~...apa
yang barusan kau katakan?! Jika kau berani menyentuhnya...........,maka kau akan
segera di hajar Taekwoon!”
Wonshik berdiri dan mendengus kesal,
“Jung Taekwoon? Si tuna wicara itu? Bisa apa dia?”
“Bisa mengangguk dan menggeleng
saja.”
“...HAHAHAHAHAHAH!” kemudian
keduanya tertawa keras bersamaan.
‘BRAAK’ terdengar sebuah pintu
toilet perempuan seperti terbuka keras dan mereka mendengarnya.
Wonshik dan Hongbin berpandangan,
kemudian mereka memberanikan mengeceknya dan dia—gadis kutu buku itu terjatuh
dan berusaha untuk bangkit.
“Sedang apa kalian melihatku seperti
itu?!” teriak Rae In seperti marah dan ia tidak sadar jika hidungnya
mengeluarkan darah yang cukup banyak.
“HIDUNGMU!” pekik Wonshik kemudian
menutup mulutnya sendiri dengan tangannya.
Rae In awalnya tidak mengerti
mengapa Wonshik berteriak seperti itu di hadapannya sampai akhirnya Hongbin
mencoba merogoh sakunya dan memberikan selembar tisu kepada Rae In, “Hidungmu
berdarah.” Ucapnya berusaha tenang.
Rae In kemudian berbalik memunggungi
mereka berdua, ia membersihkan darahnya. Namun tidak cukup dengan satu tisu, ia
mengelapnya juga dengan baju seragam putihnya.
“Sudah! Aku tidak apa-apa!” ucapnya
sedikit kesal sambil mencuci tangannya. Ia sadar, kedua orang itu masih
memperhatikannya. “Kenapa? Darahnya sudah berhenti. Tisunya, terima kasih!”
Hongbin masih terlihat memperhatikannya
dari bayangan cermin, “Yakin kau sudah tidak apa-apa?”
Rae In menggeleng. “Tidak, aku tidak
apa-apa. Kapan kau mau mengembalikan botol minumku? Jika kau menghilangkannya,
habis kau!!” ancam Rae In sambil mengepalkan tangan ke arah Wonshik, bukannya
ke arah Hongbin.
“Dalam keadaan seperti ini kau masih
bisa memikirkan botol minumanmu?” tanya Wonshik terheran-heran.
Rae In melangkah keluar toilet
perempuan, kemudian Hongbin menarikm bahunya. “Kau mau berkeliling sekolah
dengan baju seperti itu?”
Kemudian Rae In baru sadar jika
bajunya penuh dengan bercak darah dimana-mana. “Hhh!” dan ia merasakan sebuah
jaket besar yang di sandangkan di bahunya.
“Pakailah....tapi kau janji harus
mencuci dan mengembalikannya! Itu jaket kesayanganku!” ujar Hongbin, namun ia
tidak berani menatap Rae In.
Rae In memakainya dan merapatkan
kedua sisinya. “Kau bisa baik juga ya ternyata...hari Minggu jam 10 malam, di cafe
K, aku akan mengembalikan jaketmu. Aku juga mau botol minumku kembali. Kau
tidak perlu mencucinya.” Ucapnya kemudian terburu kembali ke ruangan kesenian
untuk membantu Taekwoon memasang ornamen.
*
Setelah semua usai, mereka bergegas
pulang namun tidak seperti biasanya. Kali ini Rae In pulang di temani oleh Jung
Ema, seorang teman dari kelas lain yang juga dekat dengan dirinya. “Tidak
biasanya kau mengajakku pulang bersama...padahal tadinya aku ingin sekali
Taekwoon pulang bersama kita...tapi kenapa kau memberinya tugas tambahan?” raut
kekecewaan terpancar dari wajah Jung Ema.
Rae In menunjukkan sesuatu dari balik
jaketnya. “Mengerti?”
“OMO! Kau kenapa! Katakan padaku,
kau kenapa!?”
Rae In tidak menjawabnya dan segera
mengajak temannya pulang dan membahas hal lain.
*****
Dua hari setelah itu....dan dua hari
berturut-turut terjadi perubahan dari Rae In. Murid ini terkenal dengan
ketepatan waktu dan sama sekali tidak pernah bermasalah di sekolah. Namun,
sudah dua hari ia terlambat ke sekolah dan mendapat hukuman membersihkan 6
bilik toilet.
“Kau kenapa Rae In?” tanya Taekwoon
yang menemaninya membersihkan toilet di jam istirahat sekolah. “Tidak biasanya
kau seperti ini...”
“Hhhh! Kembalilah ke kelas!” Rae In
hanya mendengus dan kemudian melanjutkan pekerjaannya.
Merasa tersisihkan, Taekwoon merebut
alat pel yang sedang Rae In genggam. Gadis itu itu sedikit membelalak, dan
kemudian terjadi tarik-menarik alat pel sampai Jung Ema datang dan tidak
mengerti dengan apa yang terjadi.
“Eung? Apa aku mengganggu kalian?”
tanyanya kemudian melahap snack yang di pegang.
Jung Ema melihat Taekwoon begitu
kesal, kemudian pemuda itu pergi meninggalkan kedua gadis tersebut.
“YA! Tunggu apa lagi? Kejar dia!
Kapan lagi kau bisa berduaan dengannya!?”
Kemudian Jung Ema mengejar orang itu
dan menemaninya, Jung Ema menyukai Taekwoon dari semenjak mereka menjalani masa
MOS bersama. Tentu saja, Rae In belum sempat memberitahunya perihal perasaan
Jung Ema.
Rae In melanjutkan pekerjaannya,
kemudian Wonshik datang dengan membawa sebuah kotak. “Annyeong nae chinguya!”
teriaknya begitu kencang mengejutkan gadis itu.
“Kenapa kau berteriak!? Aku tidak
tuli! Hm? Kau membawa apa?”
Wonshik tersenyum, “Tentu saja! Aku
membawakan makan siang untukmu! Kemarilah! Makan ini bersamaku?” ia membuka
kotak makannya, benar saja, sushi lezat kesukaan Wonshik. “Tenang saja! Makanan
ini tidak beracun!”
Rae In merasa curiga dengan Wonshik,
“Ada apa denganmu? Dua hari yang lalu Hongbin, lalu hari ini kau...ada apa
tiba-tiba baik kepadaku? Bukankan kalian suka mengerjai anak-anak lemah seperti
ku?”
“Sudahlah! Aku tidak ingin berdebat
denganmu! Makan saja ini!”
Rae In memandang Wonshik, entahlah,
kali ini ia tidak melihat binar kenakalan yang biasanya Wonshik tunjukkan
kepada banyak orang. “Baiklah, aku percaya.” Rae In memakan sushi itu dengan
perlahan dan seseorang datang dengan membawa minuman susu segar.
“Aloha! Apakah kalian menunggu lama?
Mr. Lee membawakan susu sapi segar!”
` Ada apa
dengan mereka hari ini?....’
**
Jung Ema hanya menemani orang itu,
begitu senyap..tidak ada perbincangan di antara mereka. Begitu sulit rasanya
bagi Jung Ema memandang wajah super tampan itu...begitu maskulin dan begitu
dingin...namun ia mengenal benar bagaimana Taekwoon. Jung Ema hanya memainkan
ekspresi wajahnya ketika ia melihat dari sebelah Taekwoon. Ia bersumpah serapah
dalam hatinya, mengatakan ‘kau adalah
milikku..kau adalah milikku...` namun bibirnya tetap terkunci rapat.
Debaran dadanya sudah tidak terkendali, sesekali ia merapikan kemeja seragamnya
dan menelan ludah.
`Sepertinya
ia ingin sendirian....ya sudah kalau begitu aku kembali saja....’
Taekwoon menyadari benar kehadiran
kawan Rae In, namun ia berusaha menenangkan diri. Begitu jarang ia merasa kesal
seperti ini. “Mau kemana?”
Pertanyaan itu membuat langkah Jung
Ema tersendat dan ia jatuh tersungkur begitu Taekwoon menengoknya.
“Sedang apa kau?” tanya Taekwoon
sekali lagi.
“.......aku menjatuhkan sebelah
antingku! Aku sedang mencarinya!!” jawabnya dengan keras kemudian meraba-raba
lantai berkeramik kuning tersebut. Ia bangkit dan ia melihat Taekwoon juga ikut
mengamati lantai. Jung Ema meraih cuping telinganya dan melepas salah satu anting
yang ia kenakan.
“Yakin kau menjatuhkannya disini?”
tanya Taekwoon sambil menengadah melihat wajah Jung Ema.
“....Sepertinya begitu..ah sudahlah!
Nanti aku membeli sepasang yang baru saja lagi! Sudah~ sudah tidak perlu di
cari lagi...”
Taekwoon kembali ke posisi semula
dan memandang jauh keluar jendela koridor sekolah. “Mau kemana, disini saja.
Temani aku.”
Mendengar sebuah permohonan itu,
Jung Ema merasa isi seluruh tubuhnya meletup-letup seperti gunung berapi yang
sebentar lagi meletus. Tapi ia berusaha untuk terlihat senormal mungkin.
“Baiklah...hmm...tadi..,
maksudku..apa yang terjadi dengan Rae In? Belakangan ini ia terlihat aneh,
bukan itu! Maksudku, dua hari yang lalu,...kau tau kenapa alasannya memberimu
tugas tambahan untuk majalah sekolah?”
Taekwoon menoleh dan menunggu
penjelasan Jung Ema. “Katakan.”
“Ha? Oh, hmm...aku tidak tahu cerita
detilnya...begitu aku waktu itu pulang bersamanya, dia memakai jaket biru tua
dan ternyata bajunya penuh dengan bercak darah. Dia mengatakan jika ia baru
saja mimisan....t...”
Taekwoon menyela kalimat Jung Ema, “Mwo?”
Taekwoon mulai terlihat khawatir, “Kenapa kau tidak memberitahuku segera?”
pemuda tersebut tampak semakin sebal dan meninggalkan Jung Ema seorang diri.
“Hey tunggu Jung Taekwoon! Rae In
melarangku mengatakan hal ini padamu! Dia tidak ingin melihatmu terlalu
khawatir kepadanya! Dia tidak suka kau terlalu jauh mencampuri urusan
pribadinya, sebenarnya selama ini dia kesal karena menerima sikapmu yang
berlebihan itu!”
Taekwoon menghentikan langkahnya, ia
terdiam sejenak dan kemudian tetap meninggalkan Jung Ema.
*****
Dua sampai tiga hari setelah
Taekwoon menerima pengakuan tersebut, ia mulai berfikir dan mengakui jika ia
terlalu jauh melangkah dalam kehidupan pribadi Rae In, namun ia juga tidak suka
melihat temannya begitu pesat mengalami perubahan. Rae In perlahan berubah,
namun ia tak merasa berubah.
“Jangan diam saja, katakan sesuatu
padaku, Taekwoon-a!”
Taekwoon memandang sinis Rae In,
“Sesuatu.”
“....Aish! Bukan itu maksudku! Ya~
Taekwoon-a...maaf soal itu, aku tidak mengatakannya langsung kepadamu...Jung
Ema menyampaikannya dengan baik kan? Aku bukan pembicara yang baik, kau tahu
itu, dan mungkin jika aku yang menyampaikannya padamu, mungkin bisa saja aku
yang terlalu emosi...”
Taekwoon memandang kawan baiknya
itu, bagaimana pun, gadis itu telah banyak membantunya selama 2 tahun terakhir
ini. “Gomawoyo.” Hanya kata itu yang terucap dari seorang Jung Taekwoon.
Rae In tersenyum, “Oh Iya, masalah
aku terlambat ke sekolah kemarin itu...hanya ingin mencoba saja bagaimana
rasanya di hukum...ternyata...tidak seburuk yang ku kira...”
Taekwoon sebenarnya tercengang
mendengar pengakuan Rae In, namun ia hanya bisa menunjukkan ekspresi datar yang
itu-itu saja.
`...Baru
kali ini aku bertemu teman seaneh dirinya.` batin Taekwoon.
Ia menerima apapun keputusan Rae In selama itu tidak menganggu prestasi
akademisnya.
*
Di sela-sela pelajaran yang
berlangsung hening, terdengar sebuah keributan kecil dari arah Wonshik dan
Hongbin. Rae In mengamati mereka, kemudian Hongbin menyapanya dan ia
mengirimkan sebuah pesan singkat ke ponsel Rae In.
~Kenapa?
Kau merasa bosan dengan pelajaran ini? Perhatikan saja kami, kami akan menghiburmu!~
Setelah membaca pesan itu, Rae In
mengamati permainan yang sedang di mainkan oleh 2 pemuda badung tersebut.
Entahlah, jika salah satu dari mereka tampak gagal menjawab sebuah pertanyaan,
maka mereka akan dengan keras mencubit hidung lawan. Rae In menikmati permainan
tersebut, dan hal ini membuat Taekwoon jadi mengamati Rae In.
Rae In tertawa kecil, kemudian ia
menelpon Wonshik di tengah-tengah kegiatan belajar mengajar, dan berbisik,
“Wonshik-a..bisa kau tolong cubit hidung Hongbin? Aku ingin melihat dia
kesakitan...”
Tempat duduk mereka lumayan jauh dan
begitu Wonshik menerima permintaan Rae In, ia langsung mencubit hidung Hongbin
dengan begitu keras sampai bocah itu sedikit berteriak dan menarik perhatian
seisi kelas.
“AAUUWW!~”
Pembimbing yang mengajar mencari
sumber suara tersebut namun Rae In kemudian berdiri, “Perutku sakit, ijin ke
toilet!” dan perhatian satu kelas menuju ke gadis itu.
“Kau yang berteriak? Suaramu
terdengar seperti laki-laki...” tanya pembimbing pengajar.
“AAUUW~” Rae In meniru suara Hongbin
dan kemudian ia permisi dan meninggalkan kelas.
Dia bersantai di bilik toilet
perempuan dan meraih ponselnya, ”Aku
senang melihat wajahmu yang kesakitan! Hahahaha! Aku puas!” Rae In mengetik sebuah pesan singkat kepada
Hongbin.
Dia berdiam diri dan menunggu
balasan dari Hongbin, “Ternyata kau gadis
jahat! Aku akan membalasmu! Tunggu!”
Rae In kemudian kembali ke kelas dan
itu bertepatan dengan bel pulang sekolah. Ia tertawa-tawa saat kembali ke kelas
namun Taekwoon mencegahnya dan tampak serius. “Apa yang kau lakukan Park Rae
In?”
Rae In merubah raut wajahnya, “Apa yang
ku lakukan?? ... aku tidak mengerti.” Rae In melanjutkan langkahnya namun
Taekwoon menarik tangannya sampai Rae In hampir terjatuh ke belakang. “Jangan
lakukan hal bodoh itu lagi.” Kemudian Taekwoon pergi meninggalkan kelas.
Hongbin dan Wonshik yang melihat hal
itu hanya terdiam saja. Mereka melihat Rae In meraih ponselnya dan menghubungi
seseorang. “Giliranmu. Ini kesempatan bagus, jangan sampai membuatnya kesal.
Ok? Aku percaya kepadamu.”
Kemudian mata itu bertemu, “Ya~
mengapa kau melakukan itu padaku??” Hongbin bangkit dari kursinya kemudian
mendekati Rae In dan mencubit hidung gadis itu dengan gemas sampai merah.
“Apa yang kalian lakukan~ hei
hei...jangan berbuat mesum di sekolah!” teriak Wonshik membuat Rae In berusaha
meraih hidung Hongbin namun ia hanya bisa mencubit dagu orang itu.
Wonshik kemudian menarik Hongbin dan
mengajaknya pulang, “Sudah! Hubungan kalian berhenti sampai disini hari ini!”
“Mworago?..Aku tidak punya hubungan apa-apa
dengan si kutu buku ini! Aku menyukai gadis yang cantik!”
Rae In melihat dua orang teman
barunya itu beranjak pergi. “Seandainya aku mengenal mereka lebih cepat dari
pada aku bertemu dengan Taekwoon...”
***
“Aku tidak tahu, tapi semoga ini
mengembalikan suasana hatimu...” Jung Ema yang menyusul Taekwoon membelikannya
sepotong pizza. “Cobalah, ini lezat sekali! Kau akan menyesal jika melewatkan
potongan yang ini!”
Dengan wajah yang letih, Taekwoon
menggigit ujung pizza dari tangan Jung Ema. Namun karena terkejut, makanan itu
setengah menggantung di mulut Taekwoon.
“Maaf! Maaf! Aku merasa tanganku
tergigit sesuatu, jadi aku melepaskan pizzanya!” sangkal Jung Ema, ia
melepaskan pizzanya karena tidak ingin terlihat gugup, tangannya bergetar.
Taekwoon meraih tangan Jung Ema,
tapi gadis itu malah membasuh tangannya dengan sebotol air mineral. “Sudah
tidak apa-apa...tadi hanya semut kecil saja.” Ucapnya sambil tersenyum, namun
Taekwoon tetap memperhatikan tangan itu.
“Aku haus...” ucap pemuda tampan
tersebut, namun minumannya sudah habis untuk membasuh tangan Jung Ema.
“Tunggulah, aku akan mencari minuman.”
Jung Ema tidak bisa berkata-kata, ia
hanya mengangguk dan menunggu Taekwoon. Ia melihat orang yang disukainya
tersebut dari belakang..., `punggung
itu...bahu itu...rambutnya....oh apakah aku sedang bermimpi...kaki
jenjangnya...syal hangatnya....hembusan nafasnya....sampai kapan aku bisa
menikmatinya...`
Sampai sebuah gelas berisi latte di
sodorkan di hadapannya, gadis itu masih belum terbangun dari mimpi indahnya.
“Kau mau tidak? Kalau tidak, aku yang menghabiskannya.”
“Eh? Aduh, maaf..maaf...apa ini?
Kopi?”
“Latte, latte.” Jawabnya singkat.
“Sudah lama aku tidak melihat Rae In meminum Mocha. Kami sering minum kopi
bersama. Tapi sepertinya sekarang, dia sudah menemukan teman baru yang jauh
lebih mengasyikkan dari aku.” Ucapnya disertai raut wajah yang sedih.
‘PUKPUK’
Jung Ema menepuk pelan pundak
Taekwoon. “Seseorang melakukan sebuah tindakan di luar kebiasaannya, pasti ada
alasannya. Bagaimana jika kita cari tahu bersama? Mungkin dia malu mengatakan
yang sejujurnya padamu..”
Taekwoon menatap Jung Ema, “Aku
lupa, dia juga dekat denganmu.”
“Tapi dia tidak pernah menceritakan
hal-hal yang pribadi kepadaku...dan bukan maksudku juga menyembunyikan sesuatu
darimu...ada saatnya kau tahu semuanya apa yang kami bahas...maaf jika hal ini
membuatmu sedikit sedih.”
“Aku tahu kalian pasti membahas
sesuatu yang aku tidak tahu, itu wajar. Tapi, aku tidak mengerti mengapa dua
orang itu sekarang berkawan dengan Rae In. Aku kurang suka dengan mereka, kau
tahu maksudku kan?”
Jung Ema merapikan rambutnya,
“Ya..aku tahu siapa yang kau bicarakan...mungkin dia merasa nyaman dengan
mereka,...sudahlah! Jangan terlalu di pikirkan! Ayo, aku belikan es krim lagi
untukmu~!”
*****
Jam 10 malam, hari Minggu malam.
“Ini jaketmu, terima kasih ya waktu
itu...kau datang sendirian? Wonshik mana?”
Hongbin datang dengan mengembalikan
botol minuman kesayangan Rae In. Namun ia datang seorang diri, tanpa Wonshik.
“Aku mencuci botolmu...kau sudah mencuci jaketku?”
“Aku cuci dengan pengharum nomor 1.
Sudah ya, aku pergi dulu.” Begitu saja, Rae In meninggalkan pemuda itu seorang
diri di cafe K. Namun Hongbin mengikutinya dari belakang.
“Pulanglah...kenapa kau
mengikutiku...” ujar Rae In sambil memainkan botol minumannya. “Sebentar lagi
akan hujan...kau akan terkena masalah jika mengikutiku malam ini!”
Terdengar suara tawa itu, “Aku akan
pulang setelah mencubit hidungmu! Aku belum puas membalas perbuatanmu yang
waktu itu!”
Rae In berbalik, “YA~ pulanglah..hus
hus~ sana!” namun gadis itu terdiam disana. Seperti menunggu sesuatu,
“Pulanglah~..uh itu... tidak dengar? Petir sudah berbunyi.”
“Aku membawa payung.” Ucap Hongbin.
“Aku tidak akan basah. Kemarilah, sekali saja.”
Rae In tertawa geli, “Sekali saja
apa maksudmu? Sudah, pulang sana!!” teriak Rae In kemudian. “Jangan membuatku
tertawa...tidak ada yang lucu!” namun Rae In mengucapkan kalimat itu dengan
sedikit tawa.
“Ayolah, sekali saja.” Bujuk
Hongbin. “Malam ini saja.”
“Apa sih? Wajahmu mesum sekali Lee
Hongbin!” teriak Rae In yang perlahan menjauh, tidak lama rintik hujan turun
begitu deras.
“AH HUJAN! HUJAN!” teriak Hongbin
yang sibuk merogoh payung kecil yang ia simpan di saku jaketnya.
Rae In berlari menuju sebuah emperan
toko dan meneduh, dan pemuda itu kini berdiri di sampingnya. “Hei, pulanglah!
Kau mendengarku kan?”
“Kau gila menyuruhku pulang di
tengah hujan deras seperti ini?!”
Sesekali mereka tersentak karena
suara petir yang begitu keras. “Kenapa kau tidak segera pulang dan malah
mengikutiku? Kau yang gila, bukan aku!”
“Kau menyuruhku pulang di saat
seperti ini, apa itu tidak gila?! Sudahlah, biarkan aku disini sejenak!”
“Ya!~ Hongbin-a, aku sudah di
dekatmu sekarang, tadi kau menyuruhku mendekat padamu. Apa kau ingin mencubit
hidungku?” mereka berbincang dengan berteriak, suara hujan begitu berisik. “Ini
cubit saja, sudah dekat kan?” Rae In memajukan wajahnya namun Hongbin terlihat
menyimpan tangannya di dalam saku jaket.
“Apa yang kau lakukan?! Kutu buku!”
Rae In terlihat kesal, kemudian ia
diam dan melihat binar lampu jalan yang samar menembus derasnya air yang jatuh
dari langit. “Lee Hongbin!”
Pemuda itu menoleh, “Mwo?”
to be continued.....
---part 1
end
(click here for read part 2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar