Rabu, 04 Desember 2013

She's Dangerous (part 1) [FF-cerbung]


‘KROOK, KRROOOKK....’

Suasana malam yang dingin, hujan yang turun begitu deras. Ia tidak bisa mendengar apa yang gadis itu bicarakan.

“Mwoya?” ia mendekatkan telinganya ke depan mulut gadis itu. “Kau bilang apa barusan?”

“....Sudahlah, aku mau pulang. Aku tidak enak badan.”

Kemudian gadis itu merebut payung milik Hongbin, “Hei tunggu! Aku tidak mau basah sampai dirumah nanti! Tunggu aku!”

Pemuda itu berlari kecil demi mengejar sebuah payung yang di pegang gadis itu.

________________________________

Tittle : She’s Dangerous
Cast : Taekwoon, Hongbin, Wonshik (VIXX) – Jung Ema (OC) – Rae In (OC)
// cameo : Minhyuk, Eunkwang (BTOB) – Hyuna (4minute) //
Genre : Romantic School
Rated : 15+
Theme Song : VIXX (1st Album)
Author : RAVLA

________________________________

Langkahnya begitu terburu, Rae In membawa begitu banyak map dan sebuah desain yang terbuat dari sterofoam. “Ottokhaji...ottokhaji...o..ooh! Dimana Taekwoon? Aku kan sudah memberitahunya harus menunggu di depan gerbang sekolah!”

Rae In begitu terlihat sibuk dan kacau, isi kertas di sebuah map hijau hampir saja jatuh berantakan, jika saja Taekwoon datang satu detik lebih lambat.

“Maafkan aku Rae In, aku bangun kesiangan.” Ucapnya begitu pelan namun jelas. “Sini aku yang bawakan.” Taekwoon mengambilnya begitu saja dan kemudian rambut bagian depannya berantakan tersibak angin.

“Ah~ tolong bawa ini ke kelas ya! Letakkan saja di mejaku, aku harus mencari hasil gambar yang Minhyuk janjikan kepadaku kemarin lusa! Ok?”

Taekwoon hanya mengangguk kemudian orang itu berlalu menuju kelas.

*

“Minhyuk! Huh, mana gambarnya?” tanya Rae In sambil mengatur napasnya dan merapikan baju seragamnya.

“WUHOO! Ada Park Rae In disini...apa kabar cantik?” seru seorang dengan sandwich di tangannya. “Kau mau ini?”

“Aniya~ sudah habiskan saja makananmu, Eunkwang! Jangan ganggu aku!”

Tidak lama kemudian, Minhyuk datang membawa 3 lembar kertas berisi gambar karikatur dari guru-guru mereka. “Hanya ini yang bisa ku buat...layak tampil di majalah sekolah?”

Rae In butuh beberapa menit untuk melihat hasil karya Minhyuk, “Ini bagus! Aku suka! Pasti ini akan menang! Aku jamin!”

“Jika Minhyuk menang, bagaimana jika kau mengajak kami karaoke? Bertiga saja!” ujar Eunkwang dengan sungguh yakin jika karya Minhyuk akan benar-benar menang kali ini.”

Rae In memutar bola matanya, “DEAL! Okelah, jika Minhyuk menang kaulah orang yang pertama kali aku beritahu! Sudah ya!”

Rae In bergegas menuju kelas lain, ia membutuhkan artikel tentang cara-cara menghilangkan jerawat dengan instan, tentu saja, Hyuna ahlinya.

“Hei Rae In, kenapa kau baru datang? Sudah dari tadi aku menunggumu...” protes Hyuna yang ternyata sudah menunggunya dari sejam yang lalu. “Maaf, aku tidak bisa mencetak artikelnya...jadi aku masukkan dalam flashdisk! Tidak masalah kan? Sudah ku carikan dari banyak sumber, sepertinya sih sudah cukup lengkap.”

“Iya kah? Terima kasih kalau begitu, nanti biar aku yang menyusun ulang. Maaf sudah merepotkanmu. Kalau begitu aku kembali ke kelas dulu ya! Lain kali aku akan mengajakmu makan pizza bersama!”

*

Taekwoon bersandar di pintu kelas, menunggu kawannya. Namun sebenarnya perhatiannya tertuju pada dua orang bocah badung yang dari tadi sibuk menjahili orang yang melewati mereka. Kedua orang itu tampak tertawa tidak jelas, dan sesekali berlagak seperti orang mabuk.

Taekwoon kemudian melihat Rae In mendekati mereka, tentu saja kedua orang itu hanya mengamatinya, namun akhirnya Wonshik menarik tali tas Rae In.

“Wuut, tunggu...apa yang kau bawa di dalam kantung itu?” mata Wonshik tertarik dengan sebuah kantung yang terlihat berat tersebut. “Apa kau membawa bekal makanan?” kemudian ia dan temannya tertawa.

“Anak MAMA!” teriak Hongbin tepat di samping telinga kiri Rae In. Gadis itu hanya memandang ke bawah sambil sesekali menghela napas.

“Hei! Kenapa tau tidak menjawab pertanyaanku?!” sahut Wonshik setengah berteriak, “Cepat katakan padaku apa itu.”

Rae In membuka kantung tersebut kemudian mengeluarkan sebuah coklat batangan yang cukup besar. Tentu saja Wonshik merebutnya dan membaginya kepada Hongbin. “Sejak kapan kau memakan ini? Setauku, kau tidak boleh makan ini kan?” tanya Hongbin kepada Rae In, namun gadis itu hanya memandang mereka dalam diam, dan kembali ke kelas. Sialnya, sepasang murid badung itu adalah teman sekelas Rae In, biang kerok.

Taekwoon memandangnya, namun Rae In menjawabnya dengan sebuah kalimat. “Sudahlah! Aku tidak apa-apa, lagi pula aku memang membawa coklat itu untuk seseorang...bukan untuk ku makan sendiri!” gadis itu berlalu ke mejanya dengan biasa saja.

***

Hari ini mereka tidak menerima pelajaran sebagaimana mestinya, maka dari itu kesempatan ini dipakai oleh Rae In dan Taekwoon untuk mengerjakan majalah sekolah edisi Natal. Cuaca yang mulai dingin di luar membuat banyak siswa tertidur di kelas. Sebagian dari mereka menggosip dan sibuk dengan gadgetnya, sedangkan dua orang badung itu duduk di jendela dan tertawa  tidak jelas. Taekwoon sebal dan kesal kepada mereka, namun ia hanya bisa menghela napas.

“Kenapa? Jika kau tidak suka dengan mereka, ceritakan saja padaku!”

Taekwoon menggeleng, “Cepat selesaikan ini, jadi bisa segera di pasang di depan pintu kesenian.” Ia melanjutkan menyapukan kuas berisi cat di atas sterofoam yang sudah di buat oleh Rae In semalam. “Kau membuat ini seorang diri?”

Rae In mengangguk, “Tentu saja, siapa lagi yang mau membantuku? Aku hanya tidur dua jam semalam,....seharusnya jam 12 ini sudah selesai, tapi aku tidak sengaja mematahkannya, jadi aku membuat ulang semuanya...” kemudian ia menguap lebar dan terlihat airmatanya tergenang, ia pasti merasa ngantuk sekali.

“Kau mengantuk sekali...sebaiknya kau pulang saja. Biar aku yang melanjutkan ini.” Taekwoon mencoba membujuk Rae In, karena ia terlihat begitu mengantuk. “Aku antarkan kau pulang, bagaimana?”

Rae In menggeleng, “Sudah, lanjutkan saja ini! Aku tidak apa-apa! Kalau begitu aku ke ruang komputer yah! Aku  ingin menyusun ulang bahan majalah yang sudah di berikan Hyuna tadi....semoga aku tidak ketiduran disana.”

Rae In membawa beberapa map dan juga tidak lupa ia membawa kopi yang sudah ia persiapkan dari rumah.

Taekwoon tidak sadar jika duo badung mengikuti Rae In sampai ruang komputer. Sebenarnya mereka sama sekali tidak ada niat menganggu Rae In, hanya saja tujuan mereka berubah karena Wonshik mengincar kopi yang Rae In bawa.

“Kopinya...!”

Wonshik dan Hongbin mengambilnya ketika Rae In sibuk membuka pintu ruang komputer, “Hei, botolku! Kembalikan!”

“Terima kasih banyak ya kutu buku!” ucap Hongbin sambil mengejek Rae In. “Aku akan mengembalikan botolnya! Hahahahaha!” ucapnya sambil membubuhkan tawa ejek setelahnya.

“......Kopiku.....obat kantukku...” dengan begitu sedih ia tetap harus mengerjakan apa yang harus ia kerjakan.

**

Wonshik dan Hongbin merasa senang bisa mengganggu Rae In hari ini. Bagi mereka hal itu adalah sebuah prestasi.

“Ya~ kenapa kau terlihat senang sekali...apa karena hari ini bisa mengganggu kutu buku itu?” tanya Hongbin kepada sahabatnya.

“Tentu saja! Bukan kah kita tidak pernah mengganggunya? Aku kira selama ini dia begitu lemah ternyata dugaanku salah! Bukankah jika dilihat dari dekat, dia terlihat ... cute?”

Hongbin terbelalak, “YA~ YA~...apa yang barusan kau katakan?! Jika kau berani menyentuhnya...........,maka kau akan segera di hajar Taekwoon!”

Wonshik berdiri dan mendengus kesal, “Jung Taekwoon? Si tuna wicara itu? Bisa apa dia?”

“Bisa mengangguk dan menggeleng saja.”

“...HAHAHAHAHAHAH!” kemudian keduanya tertawa keras bersamaan.

‘BRAAK’ terdengar sebuah pintu toilet perempuan seperti terbuka keras dan mereka mendengarnya.


Wonshik dan Hongbin berpandangan, kemudian mereka memberanikan mengeceknya dan dia—gadis kutu buku itu terjatuh dan berusaha untuk bangkit.

“Sedang apa kalian melihatku seperti itu?!” teriak Rae In seperti marah dan ia tidak sadar jika hidungnya mengeluarkan darah yang cukup banyak.

“HIDUNGMU!” pekik Wonshik kemudian menutup mulutnya sendiri dengan tangannya.

Rae In awalnya tidak mengerti mengapa Wonshik berteriak seperti itu di hadapannya sampai akhirnya Hongbin mencoba merogoh sakunya dan memberikan selembar tisu kepada Rae In, “Hidungmu berdarah.” Ucapnya berusaha tenang.

Rae In kemudian berbalik memunggungi mereka berdua, ia membersihkan darahnya. Namun tidak cukup dengan satu tisu, ia mengelapnya juga dengan baju seragam putihnya.

“Sudah! Aku tidak apa-apa!” ucapnya sedikit kesal sambil mencuci tangannya. Ia sadar, kedua orang itu masih memperhatikannya. “Kenapa? Darahnya sudah berhenti. Tisunya, terima kasih!”

Hongbin masih terlihat memperhatikannya dari bayangan cermin, “Yakin kau sudah tidak apa-apa?”

Rae In menggeleng. “Tidak, aku tidak apa-apa. Kapan kau mau mengembalikan botol minumku? Jika kau menghilangkannya, habis kau!!” ancam Rae In sambil mengepalkan tangan ke arah Wonshik, bukannya ke arah Hongbin.

“Dalam keadaan seperti ini kau masih bisa memikirkan botol minumanmu?” tanya Wonshik terheran-heran.

Rae In melangkah keluar toilet perempuan, kemudian Hongbin menarikm bahunya. “Kau mau berkeliling sekolah dengan baju seperti itu?”

Kemudian Rae In baru sadar jika bajunya penuh dengan bercak darah dimana-mana. “Hhh!” dan ia merasakan sebuah jaket besar yang di sandangkan di bahunya.

“Pakailah....tapi kau janji harus mencuci dan mengembalikannya! Itu jaket kesayanganku!” ujar Hongbin, namun ia tidak berani menatap Rae In.

Rae In memakainya dan merapatkan kedua sisinya. “Kau bisa baik juga ya ternyata...hari Minggu jam 10 malam, di cafe K, aku akan mengembalikan jaketmu. Aku juga mau botol minumku kembali. Kau tidak perlu mencucinya.” Ucapnya kemudian terburu kembali ke ruangan kesenian untuk membantu Taekwoon memasang ornamen.

*

Setelah semua usai, mereka bergegas pulang namun tidak seperti biasanya. Kali ini Rae In pulang di temani oleh Jung Ema, seorang teman dari kelas lain yang juga dekat dengan dirinya. “Tidak biasanya kau mengajakku pulang bersama...padahal tadinya aku ingin sekali Taekwoon pulang bersama kita...tapi kenapa kau memberinya tugas tambahan?” raut kekecewaan terpancar dari wajah Jung Ema.

Rae In menunjukkan sesuatu dari balik jaketnya. “Mengerti?”

“OMO! Kau kenapa! Katakan padaku, kau kenapa!?”

Rae In tidak menjawabnya dan segera mengajak temannya pulang dan membahas hal lain.

*****

Dua hari setelah itu....dan dua hari berturut-turut terjadi perubahan dari Rae In. Murid ini terkenal dengan ketepatan waktu dan sama sekali tidak pernah bermasalah di sekolah. Namun, sudah dua hari ia terlambat ke sekolah dan mendapat hukuman membersihkan 6 bilik toilet.

“Kau kenapa Rae In?” tanya Taekwoon yang menemaninya membersihkan toilet di jam istirahat sekolah. “Tidak biasanya kau seperti ini...”

“Hhhh! Kembalilah ke kelas!” Rae In hanya mendengus dan kemudian melanjutkan pekerjaannya.

Merasa tersisihkan, Taekwoon merebut alat pel yang sedang Rae In genggam. Gadis itu itu sedikit membelalak, dan kemudian terjadi tarik-menarik alat pel sampai Jung Ema datang dan tidak mengerti dengan apa yang terjadi.

“Eung? Apa aku mengganggu kalian?” tanyanya kemudian melahap snack yang di pegang.

Jung Ema melihat Taekwoon begitu kesal, kemudian pemuda itu pergi meninggalkan kedua gadis tersebut.

“YA! Tunggu apa lagi? Kejar dia! Kapan lagi kau bisa berduaan dengannya!?”

Kemudian Jung Ema mengejar orang itu dan menemaninya, Jung Ema menyukai Taekwoon dari semenjak mereka menjalani masa MOS bersama. Tentu saja, Rae In belum sempat memberitahunya perihal perasaan Jung Ema.

Rae In melanjutkan pekerjaannya, kemudian Wonshik datang dengan membawa sebuah kotak. “Annyeong nae chinguya!” teriaknya begitu kencang mengejutkan gadis itu.

“Kenapa kau berteriak!? Aku tidak tuli! Hm? Kau membawa apa?”

Wonshik tersenyum, “Tentu saja! Aku membawakan makan siang untukmu! Kemarilah! Makan ini bersamaku?” ia membuka kotak makannya, benar saja, sushi lezat kesukaan Wonshik. “Tenang saja! Makanan ini tidak beracun!”

Rae In merasa curiga dengan Wonshik, “Ada apa denganmu? Dua hari yang lalu Hongbin, lalu hari ini kau...ada apa tiba-tiba baik kepadaku? Bukankan kalian suka mengerjai anak-anak lemah seperti ku?”

“Sudahlah! Aku tidak ingin berdebat denganmu! Makan saja ini!”

Rae In memandang Wonshik, entahlah, kali ini ia tidak melihat binar kenakalan yang biasanya Wonshik tunjukkan kepada banyak orang. “Baiklah, aku percaya.” Rae In memakan sushi itu dengan perlahan dan seseorang datang dengan membawa minuman susu segar.

“Aloha! Apakah kalian menunggu lama? Mr. Lee membawakan susu sapi segar!”

` Ada apa dengan mereka hari ini?....’

**

Jung Ema hanya menemani orang itu, begitu senyap..tidak ada perbincangan di antara mereka. Begitu sulit rasanya bagi Jung Ema memandang wajah super tampan itu...begitu maskulin dan begitu dingin...namun ia mengenal benar bagaimana Taekwoon. Jung Ema hanya memainkan ekspresi wajahnya ketika ia melihat dari sebelah Taekwoon. Ia bersumpah serapah dalam hatinya, mengatakan ‘kau adalah milikku..kau adalah milikku...` namun bibirnya tetap terkunci rapat. Debaran dadanya sudah tidak terkendali, sesekali ia merapikan kemeja seragamnya dan menelan ludah.

`Sepertinya ia ingin sendirian....ya sudah kalau begitu aku kembali saja....’

Taekwoon menyadari benar kehadiran kawan Rae In, namun ia berusaha menenangkan diri. Begitu jarang ia merasa kesal seperti ini. “Mau kemana?”

Pertanyaan itu membuat langkah Jung Ema tersendat dan ia jatuh tersungkur begitu Taekwoon menengoknya.

“Sedang apa kau?” tanya Taekwoon sekali lagi.

“.......aku menjatuhkan sebelah antingku! Aku sedang mencarinya!!” jawabnya dengan keras kemudian meraba-raba lantai berkeramik kuning tersebut. Ia bangkit dan ia melihat Taekwoon juga ikut mengamati lantai. Jung Ema meraih cuping telinganya dan melepas salah satu anting yang ia kenakan.

“Yakin kau menjatuhkannya disini?” tanya Taekwoon sambil menengadah melihat wajah Jung Ema.

“....Sepertinya begitu..ah sudahlah! Nanti aku membeli sepasang yang baru saja lagi! Sudah~ sudah tidak perlu di cari lagi...”

Taekwoon kembali ke posisi semula dan memandang jauh keluar jendela koridor sekolah. “Mau kemana, disini saja. Temani aku.”

Mendengar sebuah permohonan itu, Jung Ema merasa isi seluruh tubuhnya meletup-letup seperti gunung berapi yang sebentar lagi meletus. Tapi ia berusaha untuk terlihat senormal mungkin.

“Baiklah...hmm...tadi.., maksudku..apa yang terjadi dengan Rae In? Belakangan ini ia terlihat aneh, bukan itu! Maksudku, dua hari yang lalu,...kau tau kenapa alasannya memberimu tugas tambahan untuk majalah sekolah?”

Taekwoon menoleh dan menunggu penjelasan Jung Ema. “Katakan.”

“Ha? Oh, hmm...aku tidak tahu cerita detilnya...begitu aku waktu itu pulang bersamanya, dia memakai jaket biru tua dan ternyata bajunya penuh dengan bercak darah. Dia mengatakan jika ia baru saja mimisan....t...”

Taekwoon menyela kalimat Jung Ema, “Mwo?” Taekwoon mulai terlihat khawatir, “Kenapa kau tidak memberitahuku segera?” pemuda tersebut tampak semakin sebal dan meninggalkan Jung Ema seorang diri.

“Hey tunggu Jung Taekwoon! Rae In melarangku mengatakan hal ini padamu! Dia tidak ingin melihatmu terlalu khawatir kepadanya! Dia tidak suka kau terlalu jauh mencampuri urusan pribadinya, sebenarnya selama ini dia kesal karena menerima sikapmu yang berlebihan itu!”

Taekwoon menghentikan langkahnya, ia terdiam sejenak dan kemudian tetap meninggalkan Jung Ema.

*****

Dua sampai tiga hari setelah Taekwoon menerima pengakuan tersebut, ia mulai berfikir dan mengakui jika ia terlalu jauh melangkah dalam kehidupan pribadi Rae In, namun ia juga tidak suka melihat temannya begitu pesat mengalami perubahan. Rae In perlahan berubah, namun ia tak merasa berubah.

“Jangan diam saja, katakan sesuatu padaku, Taekwoon-a!”

Taekwoon memandang sinis Rae In, “Sesuatu.”

“....Aish! Bukan itu maksudku! Ya~ Taekwoon-a...maaf soal itu, aku tidak mengatakannya langsung kepadamu...Jung Ema menyampaikannya dengan baik kan? Aku bukan pembicara yang baik, kau tahu itu, dan mungkin jika aku yang menyampaikannya padamu, mungkin bisa saja aku yang terlalu emosi...”

Taekwoon memandang kawan baiknya itu, bagaimana pun, gadis itu telah banyak membantunya selama 2 tahun terakhir ini. “Gomawoyo.” Hanya kata itu yang terucap dari seorang Jung Taekwoon.

Rae In tersenyum, “Oh Iya, masalah aku terlambat ke sekolah kemarin itu...hanya ingin mencoba saja bagaimana rasanya di hukum...ternyata...tidak seburuk yang ku kira...”

Taekwoon sebenarnya tercengang mendengar pengakuan Rae In, namun ia hanya bisa menunjukkan ekspresi datar yang itu-itu saja.

`...Baru kali ini aku bertemu teman seaneh dirinya.` batin Taekwoon. Ia menerima apapun keputusan Rae In selama itu tidak menganggu prestasi akademisnya.

*

Di sela-sela pelajaran yang berlangsung hening, terdengar sebuah keributan kecil dari arah Wonshik dan Hongbin. Rae In mengamati mereka, kemudian Hongbin menyapanya dan ia mengirimkan sebuah pesan singkat ke ponsel Rae In.

~Kenapa? Kau merasa bosan dengan pelajaran ini? Perhatikan saja kami, kami akan menghiburmu!~

Setelah membaca pesan itu, Rae In mengamati permainan yang sedang di mainkan oleh 2 pemuda badung tersebut. Entahlah, jika salah satu dari mereka tampak gagal menjawab sebuah pertanyaan, maka mereka akan dengan keras mencubit hidung lawan. Rae In menikmati permainan tersebut, dan hal ini membuat Taekwoon jadi mengamati Rae In.

Rae In tertawa kecil, kemudian ia menelpon Wonshik di tengah-tengah kegiatan belajar mengajar, dan berbisik, “Wonshik-a..bisa kau tolong cubit hidung Hongbin? Aku ingin melihat dia kesakitan...”

Tempat duduk mereka lumayan jauh dan begitu Wonshik menerima permintaan Rae In, ia langsung mencubit hidung Hongbin dengan begitu keras sampai bocah itu sedikit berteriak dan menarik perhatian seisi kelas.

“AAUUWW!~”

Pembimbing yang mengajar mencari sumber suara tersebut namun Rae In kemudian berdiri, “Perutku sakit, ijin ke toilet!” dan perhatian satu kelas menuju ke gadis itu.

“Kau yang berteriak? Suaramu terdengar seperti laki-laki...” tanya pembimbing pengajar.

“AAUUW~” Rae In meniru suara Hongbin dan kemudian ia permisi dan meninggalkan kelas.

Dia bersantai di bilik toilet perempuan dan meraih ponselnya, ”Aku senang melihat wajahmu yang kesakitan! Hahahaha! Aku puas!”  Rae In mengetik sebuah pesan singkat kepada Hongbin.

Dia berdiam diri dan menunggu balasan dari Hongbin, “Ternyata kau gadis jahat! Aku akan membalasmu! Tunggu!”

Rae In kemudian kembali ke kelas dan itu bertepatan dengan bel pulang sekolah. Ia tertawa-tawa saat kembali ke kelas namun Taekwoon mencegahnya dan tampak serius. “Apa yang kau lakukan Park Rae In?”

Rae In merubah raut wajahnya, “Apa yang ku lakukan?? ... aku tidak mengerti.” Rae In melanjutkan langkahnya namun Taekwoon menarik tangannya sampai Rae In hampir terjatuh ke belakang. “Jangan lakukan hal bodoh itu lagi.” Kemudian Taekwoon pergi meninggalkan kelas.

Hongbin dan Wonshik yang melihat hal itu hanya terdiam saja. Mereka melihat Rae In meraih ponselnya dan menghubungi seseorang. “Giliranmu. Ini kesempatan bagus, jangan sampai membuatnya kesal. Ok? Aku percaya kepadamu.”

Kemudian mata itu bertemu, “Ya~ mengapa kau melakukan itu padaku??” Hongbin bangkit dari kursinya kemudian mendekati Rae In dan mencubit hidung gadis itu dengan gemas sampai merah.

“Apa yang kalian lakukan~ hei hei...jangan berbuat mesum di sekolah!” teriak Wonshik membuat Rae In berusaha meraih hidung Hongbin namun ia hanya bisa mencubit dagu orang itu.

Wonshik kemudian menarik Hongbin dan mengajaknya pulang, “Sudah! Hubungan kalian berhenti sampai disini hari ini!”

“Mworago?..Aku tidak punya hubungan apa-apa dengan si kutu buku ini! Aku menyukai gadis yang cantik!”

Rae In melihat dua orang teman barunya itu beranjak pergi. “Seandainya aku mengenal mereka lebih cepat dari pada aku bertemu dengan Taekwoon...”

***

“Aku tidak tahu, tapi semoga ini mengembalikan suasana hatimu...” Jung Ema yang menyusul Taekwoon membelikannya sepotong pizza. “Cobalah, ini lezat sekali! Kau akan menyesal jika melewatkan potongan yang ini!”

Dengan wajah yang letih, Taekwoon menggigit ujung pizza dari tangan Jung Ema. Namun karena terkejut, makanan itu setengah menggantung di mulut Taekwoon.

“Maaf! Maaf! Aku merasa tanganku tergigit sesuatu, jadi aku melepaskan pizzanya!” sangkal Jung Ema, ia melepaskan pizzanya karena tidak ingin terlihat gugup, tangannya bergetar.

Taekwoon meraih tangan Jung Ema, tapi gadis itu malah membasuh tangannya dengan sebotol air mineral. “Sudah tidak apa-apa...tadi hanya semut kecil saja.” Ucapnya sambil tersenyum, namun Taekwoon tetap memperhatikan tangan itu.

“Aku haus...” ucap pemuda tampan tersebut, namun minumannya sudah habis untuk membasuh tangan Jung Ema. “Tunggulah, aku akan mencari minuman.”

Jung Ema tidak bisa berkata-kata, ia hanya mengangguk dan menunggu Taekwoon. Ia melihat orang yang disukainya tersebut dari belakang..., `punggung itu...bahu itu...rambutnya....oh apakah aku sedang bermimpi...kaki jenjangnya...syal hangatnya....hembusan nafasnya....sampai kapan aku bisa menikmatinya...`

Sampai sebuah gelas berisi latte di sodorkan di hadapannya, gadis itu masih belum terbangun dari mimpi indahnya. “Kau mau tidak? Kalau tidak, aku yang menghabiskannya.”

“Eh? Aduh, maaf..maaf...apa ini? Kopi?”

“Latte, latte.” Jawabnya singkat. “Sudah lama aku tidak melihat Rae In meminum Mocha. Kami sering minum kopi bersama. Tapi sepertinya sekarang, dia sudah menemukan teman baru yang jauh lebih mengasyikkan dari aku.” Ucapnya disertai raut wajah yang sedih.

‘PUKPUK’

Jung Ema menepuk pelan pundak Taekwoon. “Seseorang melakukan sebuah tindakan di luar kebiasaannya, pasti ada alasannya. Bagaimana jika kita cari tahu bersama? Mungkin dia malu mengatakan yang sejujurnya padamu..”

Taekwoon menatap Jung Ema, “Aku lupa, dia juga dekat denganmu.”

“Tapi dia tidak pernah menceritakan hal-hal yang pribadi kepadaku...dan bukan maksudku juga menyembunyikan sesuatu darimu...ada saatnya kau tahu semuanya apa yang kami bahas...maaf jika hal ini membuatmu sedikit sedih.”

“Aku tahu kalian pasti membahas sesuatu yang aku tidak tahu, itu wajar. Tapi, aku tidak mengerti mengapa dua orang itu sekarang berkawan dengan Rae In. Aku kurang suka dengan mereka, kau tahu maksudku kan?”

Jung Ema merapikan rambutnya, “Ya..aku tahu siapa yang kau bicarakan...mungkin dia merasa nyaman dengan mereka,...sudahlah! Jangan terlalu di pikirkan! Ayo, aku belikan es krim lagi untukmu~!”

*****

Jam 10 malam, hari Minggu malam.

“Ini jaketmu, terima kasih ya waktu itu...kau datang sendirian? Wonshik mana?”

Hongbin datang dengan mengembalikan botol minuman kesayangan Rae In. Namun ia datang seorang diri, tanpa Wonshik. “Aku mencuci botolmu...kau sudah mencuci jaketku?”

“Aku cuci dengan pengharum nomor 1. Sudah ya, aku pergi dulu.” Begitu saja, Rae In meninggalkan pemuda itu seorang diri di cafe K. Namun Hongbin mengikutinya dari belakang.

“Pulanglah...kenapa kau mengikutiku...” ujar Rae In sambil memainkan botol minumannya. “Sebentar lagi akan hujan...kau akan terkena masalah jika mengikutiku malam ini!”

Terdengar suara tawa itu, “Aku akan pulang setelah mencubit hidungmu! Aku belum puas membalas perbuatanmu yang waktu itu!”

Rae In berbalik, “YA~ pulanglah..hus hus~ sana!” namun gadis itu terdiam disana. Seperti menunggu sesuatu, “Pulanglah~..uh itu... tidak dengar? Petir sudah berbunyi.”

“Aku membawa payung.” Ucap Hongbin. “Aku tidak akan basah. Kemarilah, sekali saja.”

Rae In tertawa geli, “Sekali saja apa maksudmu? Sudah, pulang sana!!” teriak Rae In kemudian. “Jangan membuatku tertawa...tidak ada yang lucu!” namun Rae In mengucapkan kalimat itu dengan sedikit tawa.

“Ayolah, sekali saja.” Bujuk Hongbin. “Malam ini saja.”

“Apa sih? Wajahmu mesum sekali Lee Hongbin!” teriak Rae In yang perlahan menjauh, tidak lama rintik hujan turun begitu deras.

“AH HUJAN! HUJAN!” teriak Hongbin yang sibuk merogoh payung kecil yang ia simpan di saku jaketnya.

Rae In berlari menuju sebuah emperan toko dan meneduh, dan pemuda itu kini berdiri di sampingnya. “Hei, pulanglah! Kau mendengarku kan?”

“Kau gila menyuruhku pulang di tengah hujan deras seperti ini?!”

Sesekali mereka tersentak karena suara petir yang begitu keras. “Kenapa kau tidak segera pulang dan malah mengikutiku? Kau yang gila, bukan aku!”

“Kau menyuruhku pulang di saat seperti ini, apa itu tidak gila?! Sudahlah, biarkan aku disini sejenak!”

“Ya!~ Hongbin-a, aku sudah di dekatmu sekarang, tadi kau menyuruhku mendekat padamu. Apa kau ingin mencubit hidungku?” mereka berbincang dengan berteriak, suara hujan begitu berisik. “Ini cubit saja, sudah dekat kan?” Rae In memajukan wajahnya namun Hongbin terlihat menyimpan tangannya di dalam saku jaket.

“Apa yang kau lakukan?! Kutu buku!”

Rae In terlihat kesal, kemudian ia diam dan melihat binar lampu jalan yang samar menembus derasnya air yang jatuh dari langit. “Lee Hongbin!”

Pemuda itu menoleh, “Mwo?”

to be continued.....

---part 1 end



(click here for read part 2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar