buat cerita ini sambil ngebayangin versi komiknya ~
ada yang suka rela mau gambarin komiknya mungkin?
i love anime
so this one not a FF like always
im just kinda bored with FF
Titte :
Goddess
Cast :
Tomoya Haite – Namiya – Wonryu – Jun – Hiruka [all OC]
Genre :
Fantasy / Light Romance / Light Fantasy
Rated :
All ages
Theme
Song : anysongs you want hear
Author :
Ravla
-----------------------------------------
2009. Festival Bunga Sakura.
“Aku pasti bermimpi....”
Dia berbalik
dan tersenyum, trus menarik tanganku dan mengajakku melewati jalanan yang penuh
dengan bunga sakura yang berguguran.
“Bagus ya bunganya... ~” ucap
bidadari yang menggunakan dress bermotif bunga merah. Dia tertawa, juga tersipu
malu.
“Kamu ini apa..? Setan? Iblis?
Malaikat..?” tanyaku. Aku sudah masuk dimensi
lain...ini bukan tempatku berasal...semuanya terasa hangat...padahal aku tahu,
bunga sakura nggak bisa mekar di musim dingin...
Dia berhenti,
menunduk, aku nggak ngerti....
“Terima kasih....” ucapnya, dengan
masih menunduk ia terdengar sedikit gemetar. Mungkin menangis namun menahannya.
“Ku harap kita bisa ketemu lagi,...di lain waktu.”
“Uungg~ ngomong apa sih? Aku nggak ngerti..”
Aku nggak
sempat melihat dia berbalik, begitu cepat, ia menyentuhku di bahu dan kemudian
mendorongku dengan keras. Begitu silau, aku ngga bisa melihat wajahnya....cuma
air mata itu yang ku lihat menetes sampai dagunya....
GODDESS
2012. Awal tahun yang kacau.
Tomoya Haite. Mahasiswa tingkat
akhir yang selalu mengeluh dan pusing dengan skripsinya yang belum selesai
juga. Motto hidupnya adalah “Aku tidak hidup untuk waktu yang lampau”. Tapi
mungkin tidak seperti itu kenyataannya.
“Mungkin besok aku mati nih....”
ucap Haite kepada dirinya sendiri setelah selesai menjawab soal ujian.
“Hei Tomoya! Gimana kalau kita makan
pizza?” ajak Wonryu, temannya yang bermata segaris. “Aku lapar.”
Haite meliriknya malas, “Aku enggak.........”
Wonryu mendengus kesal, “Ah iya,....ah
sudahlah, kamu pasti nolak ajakanku...ngajak yang lain aja ah!”
“Bilang sampai selesai!” Haite
berbalik dan meremas kerah baju Wonryu. “Kalo nggak pengen bilang, lebih baik
jangan di omongin..”
“Eih! Minggu depan aku mau kemping
dengan Jun sama Hiruka! Kalo kamu mau ikut...”
Haite melepas cengkramannya, “Ah~
aku tahu, tempatnya pasti itu itu aja...bosan ah!” dengan santainya Haite
menaruh tangannya di belakang kepala.
“Jepang!” teriak Jun, “Jepang lho,
JEPANG!”
Aku nggak
menahan diriku kalo denger ada orang bilang nama negara itu.
Haite tampak melongo, ia
mendengarkan rencana Jun juga Wonryu. “Ke Jepang, minggu depan hari Selasa.
Tapi disana luas banget,...aku nggak kenal daerah sana...” Jun tampak melirik
ke arah Hiruka.
“Aku...ikut.” jawab Haite membuat
keduanya saling melempar pandang tidak percaya. “Kabarin aja aku nanti, kalian
tahu kan harus nyari aku dimana?” Haite kemudian berlalu meninggalkan kelas.
Seperti hari biasanya, ia tidak pernah absen dari rumah kaca tempat mengembang
biakkan segala jenis tanaman langka.
***
‘SRET, SRET.’
‘I DON’T
LI........’ “Gimana aku bisa punya motto kayak ini kalo sampai
sekarang aku nggak bisa lupa kejadian itu?”
Haite meletakkan penanya dan mulai
menatap lampu kecil yang terletak di atas meja belajarnya. Ia mengingat kembali
peristiwa yang membuatnya bingung setengah mati sampai detik ini.
“Mungkin dia mengira aku orang
Jepang, makanya mengajakku ke tempat itu...tapi kenapa aku? Kenapa nggak Hiruka
saja? Hiruka kan.....asalnya dari Nagoya...”
‘PLETAK!’ terdengar bunyi kerikil
yang di lemparkan ke arah jendela kamar Haite. Mulanya ia mengacuhkan, namun
karena bunyinya semakin berisik, Haite mencoba menegur orang yang iseng pada
larut malam seperti ini.
“Siapa sih?!”
Haite melihat sekeliling dari
kamarnya di lantai dua dan suasana tampak sepi, tidak ada kerikil yang terdapat
di dekat jendela kamarnya, pot bunga yang ada disana pun tampak tak rusak
ataupun lecet.
“Orang iseng!”
Haite menutup jendela kamar dan
menarik napas panjang sebelum ia berbalik, “Padahal lagi asyik flashback
tadi...”
“Lagi mikirin aku yah?”
Haite begitu terkejut ketika
berbalik ia menemukan seorang gadis tengah melayang sambil tersenyum kearahnya.
Tubuhnya bercahaya.
Haite berdiri mematung, ia tidak
tahu harus merespon seperti apa. Dahinya berkeringat, ia tidak tahu mengapa
semua hal aneh terjadi pada dirinya.
“S-ss-ssi--....siapa??!!” Haite
meraih tongkat baseball dan memukul gadis itu, namun tongkat baseball itu
menembus badan gadis itu.
“Kenapa kamu memukulku? Aku salah
apa?”
“Kamu..ini apa?! Apakah Jun dan
Hiruka sedang mengerjaiku? Aku nggak takut!”
Gadis itu kemudian menghilangkan
anti gravitasinya dan ia menapak di lantai kayu tanpa alas kaki. “Aku Namiya,
kamu....Tomoya kan?”
Haite terdiam dan masih tidak tahu
harus merespon apa, kini gadis itu berkeliling kamar pemuda 21 tahun itu.
Menyentuh semua benda yang ingin ia sentuh.
“Tadi...kenapa kamu mikirin aku
sampai begitu? Aku kan jadi datang kesini...” ucap gadis itu.
“Kamu ini siapa sih?”
Gadis itu mendekati Haite dan
setengah berteriak. “Aku kan tadi sudah bilang, aku Namiya! Kamu ngga tuli
kan?”
Gadis itu membuat Haite kesal. Ia
mengangkat tongkat baseball itu dan kembali memukul leher belakang gadis itu.
‘BUKK!’
“EH?!”
Haite melihat gadis itu terhuyung ke
lantai, kemudian tergeletak pingsan.
***
Err....semoga
gadis itu tidak membuat kamarku berantakan...!
“Hei Haite! Tunggu, tunggu, jangan
pulang dulu!” teriak Hiruka, gadis tomboy yang penampilannya benar-benar
seperti anak lelaki.
“Ada apa?”
“Ke Jepangnya batal...maaf ya! Nggak
bisa...minggu depan Jun dan Wonryu harus pulang ke Busan...kamu tahu kan mereka
sepupu, neneknya meninggal. Aku juga akan ikut kesana, kamu gimana?”
“Hng? Enggak ah, aku nggak kenal
sama keluarga mereka. Jadi...beneran batal yah?”
“Maaf ya Haite! Mungkin lain waktu!”
*
“Kenapa kamu pulangnya lama sekali
sih!? Aku kan belum makan dari kemarin!”
“Bagaimana bisa.....?! Errr~ HEI! Siapa yang menyuruhmu ke sini?! Dan
bagaimana kamu tahu kampusku? Naik apa kamu ke sini?”
Gadis yang semalam pingsan
mendatangi Haite ke kampus, dengan dress putihnya dan tanpa alas kaki.
“Aku dan kamu kan punya antena, jadi
aku tahu dimana pun kamu berada!”
Orang ini
ngomong apaan sih..malu-maluin aja...
*
Haite kembali membawa pulang gadis
antah berantah itu, dan meminjamkannya sepasang sepatu.
“Jangan pernah keluar mencariku jika
tidak begitu penting! Kamu kan tidak tahu aku begitu sibuk! Kamu mengganggu!
Kembalilah ke tempat asalmu!” teriak Haite sambil menempelkan kertas mantra
kuning ke dahi Namiya.
“Kamu tidak akan bisa mengusirku,
Tomoya! Lagian, ngapain juga semalem kamu mikirin aku sampai bengong begitu?”
Haite mengingatnya lagi, iya.
Semalam ia memikirkan gadis yang mendorongnya dan menangis sambil mengucapkan
terima kasih 3 tahun yang lalu. “Aku tidak percaya gadis yang aku temui dulu
begitu cantik dan lembut, tidak sepertimu!”
“Memangnya aku kenapa? Aku aja udah lupa
sama kejadian itu, kenapa kamu masih ingat?”
Haite mendekati wajah Namiya, “Kamu
ini apa? Setan ya?”
“Aku bidadari pohon sakura. Aku lihat
kamu terpesona dengan bunga sakura, kamu menatapku lama sekali, jadi, aku
membawamu ke duniaku, tapi ternyata kamu sudah menyadarinya kalo itu bukan
duniamu, iya kan?”
Haite tersentak, ia mundur
tersungkur karena Namiya mendorongnya sama seperti waktu itu. Ia masih belum
mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
“Kapan aku kayak gitu!? Iya sih kamu
mirip bidadari, tapi mungkin kamu salah orang. Aku nggak pernah melihat bunga
sakura sampai kayak itu!” ucap Haite sambil melipat tangannya dan membuang
pandangan keluar jendela.
“Bidadari seperti aku tidak akan
mungkin salah orang. Kamu cuma malu aja kan mengakuinya kalo semalam kamu
memang mikirin aku dan pengen ketemu aku lagi?” ucap Namiya sambil memandang
tajam Haite.
Uh...makhluk
ini......
“Sudah ah! Terserah apa katamu saja!
Aku harus kembali ke rumah kaca! Jangan cari aku lagi! Aku pulang jam 7 malam!”
Haite meninggalkan Namiya seorang
diri di kamar dan ia berlari menuju rumah kaca.
***
5 jam Namiya menunggu Haite di kamar
itu, namun sosok tinggi berambut coklat itu tidak muncul juga, waktu sudah
menunjukkan pukul 7.49 menit.
“Tomoya kemana sih? Antenanya ga
bisa nangkap sinyalnya nih...” Namiya mengangkat kelingkingnya dan berusaha
menemukan posisi Haite. Namun sepertinya Haite pergi terlalu jauh dari
jangkauannya.
“Ngapain sih? Aku ngga perlu di
cari, aku bisa pulang sendiri.” Ucap Haite yang tiba-tiba muncul dari belakang
Namiya.
“Darimana aja sih? Lama banget
pulangnya! Aku laper nih! Aku mau makan!”
Haite merogoh ranselnya dan
mengeluarkan sebotol soda dan juga memberikan seporsi sushi untuk Namiya. “Jangan
kira aku kasian sama kamu yah! Aku juga lapar tahu!”
Namiya membuka kaleng sodanya dan
mengunyah sushi yang tampak begitu lezat. “Kamu tanggung jawab dong Tomoya...”
ujar Namiya dengan mulut yang penuh dengan makanan.
“Tanggung jawab??”
“Aku ga bisa pulang nih, aku mau
pulang. Aku ngga suka kamarmu, gelap.”
Haite menyalakan lampu kamarnya,
dengan jelas ia melihat bidadari itu makan sushi dengan lahap. “Sekarang terang
kan?”
“Aku mau pulang.” Ujar Namiya.
“Ya udah bagus deh kalo kamu pengen
balik pulang, aku jadi nggak kerepotan disini.” Tahu gitu kemarin aku nggak flashback ya...kalo tahu bidadarinya
ternyata ngeselin begini...
Namiya terlihat terlalu fokus dengan
sushi yang ia habiskan sendirian, dan Haite terlihat kebingungan dengan tingkah
bidadari aneh tersebut.
“Aku nggak tahu gimana caranya
pulang, mungkin dengan kamu ngingat kejadian yang waktu itu, aku bisa pulang.
Coba dong Tomoya!”
“Kenapa aku harus nurutin
perintahmu? Iya kalo kamu langsung ngilang pas aku mikirin hal itu, kalo kamu
nggak ilang-ilang gimana?”
Namiya memandang kosong ke wajah
Haite. Dia mengangguk, membenarkan perkataan Haite.
“Ya gimana, pokoknya aku mau
pulang!!” teriak bising bidadari aneh itu.
“Asal kamu dari mana aja aku ngga
tahu, gimana bisa mulangin kamu. Kalo kamu dateng dari ingatanku, mungkin aku
harus ketiban batu dulu biar bisa amnesia, lupa sama kamu, habis itu kamu ilang
deh.”
Namiya duduk di samping Haite dan
memandangnya, “Iya kalo kamu amnesia, kalo kamu langsung mati gimana?”
Demi.....oh..hidup
di kehidupan macam apa aku ini?!
***
Satu bulan, dua bulan, tiga bulan
hidup dengan seseorang bidadari yang aneh membuat hidup Haite menjadi lebih
meriah. Setidaknya itu hal positif yang ia rasakan, namun tidak semulus itu.
Namiya mulai di kenal oleh teman-teman Haite dan mereka menyebutnya Haite’s
woman. Semua orang yang mengenal Namiya menganggap ia adalah kekasih Haite.
“Besok kita ketemu lagi ya
Nami...Nami-chan~.....” teriak Hiruka yang kini lebih sering bermain ke rumah
Haite karena kehadiran Namiya membuat dirinya berubah menjadi sedikit lebih
feminin.
Sudah
hampir 4 bulan....aku harus gimana? Aku ngga bisa gini terus dengan makhluk
itu...kalau Ibu datang ke sini aku harus bilang apa?
“Tomoya!” bidadari itu menepuk
pundak Haite. “Kapan nih aku bisa pulang? Bosen juga lama-lama disini...tapi
temen kamu asyik semua orangnya..apalagi si Ryu! Orangnya lucu deh...”
“Kamu suka sama Wonryu yah?” tunggu dulu, pertanyaan bodoh macam apa ini?
“HEH? Kok kamu bisa narik kesimpulan
begitu? Emangnya aku keliatan suka sama Ryu yah? Hm....Ryu manis juga kok kalo
di liat-liat....jadi aku boleh ngga suka dia?”
Haite menyembunyikan wajahnya di
balik tudung jaketnya dan berusaha memikirkan satu cara bagaimana bisa agar
Namiya pergi dari kehidupannya.
“AH, AKU TAHU! Gimana kalo mulai
besok tinggal dirumah Ryu aja? Jadi, aku bisa bebas! Kamu kan suka Ryu, jadi
Ryu pasti ngga nolak kamu dirumahnya, iya kan?! Ideku brilian kan?”
Namiya melepaskan diri dari
cengkraman Haite yang begitu keras, “Kamu mau lempar tanggung jawab ya? Bilang aja
kamu ngga bisa mulangin aku....ya kan? Ngaku aja.”
Aku lupa
dia bisa baca pikiran.
“Ketauan yah? Terus kamu mau sampe
kapan disini? Aku bosen liat kamu setiap hari makan sushi.”
“Kalo gitu besok aku makan roti aja
yah. Gimana, jadi ngga bosen lagi kan liatnya?”
Tiba-tiba ekspresi Haite terlihat
begitu serius, “Aku mohon banget sama kamu, pulang deh. Aku bosen tiap hari
kamu gangguin. Aku nggak merasa manggil kamu waktu itu, memangnya aku salah
kalo inget dan penasaran sama kejadian yang aku alami waktu itu? Kamu aja mungkin
yang sengaja dateng dan bikin rusuh disini. Kamu senang karena kamu berhasil
kan? Kamu belum puas juga bikin aku pusing tiap hari? Kamu deketin semua
temenku dan bikin koneksi sama mereka. Biar pas kamu ngilang, mereka semua
nyalahin aku, gitu kan? Kamu benci sama aku kan? Iya kan?!!!”
“Tomoya....kenapa kamu nuduh aku
kayak gitu? Kalo memang aku benci sama kamu, aku ngga akan nunjukin diri waktu
itu...harus berapa kali aku bilang, kalo aku juga pengen pulang...bidadari yang
lain juga pasti khawatir tentang aku...kenapa kamu ngga bisa bersikap hangat
sekali saja sama aku?”
Aku...kenapa?
Kenapa aku berteriak begitu keras kepada Namiya? Ada yang salah dengan diriku?
Kenapa?
***
Satu
bulan kembali ke kehidupan normal namun ada yang berbeda.
Hiruka merubah tampilannya.
Belakangan ini dia memakai heels dan juga dress seperti Namiya, namun sayang
sekali Namiya tidak bisa melihat perubahan itu.
“Aku kangen sama Nami-chan deh.
Kenapa dia pulang cepat?”
“Haite, ayolah kasi nomor teleponnya
Namiya ke aku...kangen deh pengen denger suara ketawanya.” Ujar Wonryu yang
membuat Haite terdiam. Ia terdiam karena tidak bisa menjelaskan kepada
teman-temannya siapa sebenarnya Namiya.
Kenapa sih
kamu masih ninggalin sesuatu setelah
kamu pergi?
“Haite! Gimana kalo kita nyusulin
Namiya ke Jepang? Dia asalnya dari sana kan? Hiruka mungkin bisa jadi tour
guide kita.” Usul Jun.
“Aku setuju aja, tapi Namiya nggak
pernah cerita dia dari Jepang sebelah mana...ah gimana dong...lagian kenapa
Namiya pergi ga pamit yah? Padahal aku sudah janji mau ngajak dia piknik lho!”
Hiruka menyampaikan kekecewaannya yang disambung dengan cerita dari yang
lainnya. Hal ini membuat Haite semakin tertekan.
*
Hanya berkisar satu bulan semenjak
Haite berteriak kencang kepada Namiya, keesokan harinya gadis itu benar-benar
menghilang. Tanpa meninggalkan apapun, bahkan ia seperti tidak pernah hadir di
rumah itu. Hanya meninggalkan begitu banyak kenangan.
Dan rutinitas Haite pun kembali
seperti semula, ia menghabiskan waktu untuk skripsinya dengan meneliti sebuah
tanaman di dalam rumah kaca bersama 5 orang lainnya. Namun batinnya lama
kelamaan mulai terusik. Kenangan yang sudah ia lalui dengan Namiya mulai
mengganggunya, semua tulisan yang ia baca terbaca seperti nama Namiya. Semua
orang yang ia lihat berwujud seperti Namiya.
“Nggak...aku bisa gila kalo begini
terus....”
Kepalaku
seperti sedang me-rewind semua yang sudah berlalu 5 bulan yang lalu. Bahkan
Namiya muncul di dalam mimpiku, setiap aku melangkah aku seperti mendengar
suaranya memanggilku, ‘Tomoya...Tomoya...’ ia berteriak...
“Haite, kenapa sih...belakangan ini
aku liat kamu jadi kayak orang kurang konsentrasi begitu....kamu sakit?” tanya
Hiruka sambil menepuk-nepuk punggung Haite.
“Aku nggak apa-apa...kurang makan
mungkin....atau kelamaan di rumah kaca bikin aku halusinasi berlebihan.”
“Halusinasi? Oh...hahaha....,”
Hiruka tertawa seperti mengerti keadaan Haite, “halusinasiin Nami-chan ya?”
Haite tampak terkejut Hiruka
mengatakan hal itu, “Ah ngaco deh kamu!”
“Gimana aku bisa kamu bilang ngaco,
liat deh buku kamu ini. Dari minggu lalu kamu cuman nulisin nama Namiya disini.
Kamu kangen kali sama Nami-chan, dia kan anaknya rame banget. Gada dia dirumah
kamu kan jadinya sepi banget.”
Haite tidak merasa menuliskan nama
Namiya di bukunya, namun begitu ia melihatnya, buku itu penuh dengan coretan
nama NAMIYA. “Aku nggak merasa melakukan hal ini....aku pasti lagi mimpi
panjang ini...Hiruka, tampar dong, tampar yang keras biar aku bangun.”
“Eh? Kamu ini,...siapa bilang kamu
lagi mimpi?”
“Udah tampar aja apa susahnya sih?!”
‘PLAK!’
“ADUH HIRUKA, SAKIT TAHU!”
“Aku kan sudah bilang kamu lagi ngga
mimpi! Udah deh, kamu itu cuman ngga mau jujur ama diri sendiri kalo kamu itu
memang udah lama suka sama Namiya! Makanya jangan di rumah kaca melulu!” Hiruka
meninggalkan Haite dengan sejuta nasehat.
Aku? Suka
sama bidadari aneh itu? Ah masa iya? Aku benci banget sama Nami!......benci
sih, tapi ga benci segitunya juga.....ah! Aku benci Nami! TITIK!
Haite mencoba melawan nasehat
Hiruka. Ia berdiam diri meneliti tanaman sampai tengah malam di rumah kaca. Ia
tidak menghiraukan suara berisik penjaga yang sedang bermain catur dengan salah
satu petugas keamanan pabrik sebelah. Ia mencoba berkonsentrasi dengan
penelitiannya.
“Ah bermain catur? Aku suka...tapi
aku tidak bisa...Om mau ngajarin aku ngga?”
“Bisa kok, sebelumnya sudah tahu
tentang benteng, raja, dan kuda belum?”
Terdengar dari luar suara
orang-orang itu makin mengusik Haite yang membutuhkan waktu dan konsentrasi
yang tinggi.
Orang-orang
itu kenapa berisik sekali sih....main catur boleh aja tapi ngga berisik juga!
Haite menuju keluar untuk
menegurnya, namun ia terkejut setengah mati. Halusinasi itu muncul lagi.
“Oh hai Tomoya!” sapa Namiya sambil
melambaikan tangan dan tersenyum sumringah.
“Halusinasi lagi!” ucap Haite kepada
dirinya sendiri kemudian masuk ke dalam rumah kaca tanpa menutup pintunya lagi.
“Ah, anak itu kenapa?” tanya salah
satu petugas keamanan yang terheran-heran dengan sikap mahasiswa tingkat akhir
itu.
“Hahaha...mungkin dia lagi stress
aja Om. Kan mau skripsi. Aku susulin dulu ya Om, temen aku tuh butuh ditenangin
dulu!” Namiya dengan santainya menuju ke arah Haite yang sibuk membasuh
wajahnya dengan air dingin.
“Pasti
mimpi...mimpi...mimpi....bangun..bangun...bangun!!!” ucapnya sambil
membenturkan kepalanya ke dinding.
“Tomoya...ngapain sih? Kamu nggak
akan mati kalo nggak keras jedukin kepalanya ke tembok!”
“Ini mimpi...mimpi...bangun
Haite...bangun....bangun Haite...”
Keadaan menjadi hening seketika.
Haite masih menundukkan kepalanya, ia memandang ujung sepatunya.
....dia
pergi ya?
Perlahan Haite memberanikan
mengangkat kepalanya dan melihat sekeliling. Ia tidak melihat sosok gadis
berambut panjang itu lagi, dia fikir dia sudah terbangun dari mimpinya.
“Namiya?” panggilnya dan kemudian
menutup mulutnya dengan tangannya sendiri. Bodoh,
kenapa aku sebut namanya? Padahal aku udah bersusah payah ngusir dia!
“Kamu ngapain sih kayak anak kecil
aja...udah malem nih, mendingan pulang trus makan....” namun Namiya masih
disana dan tidak menghilang seperti harapan Haite.
“Ngapain kamu dateng lagi? Aku kan
udah seneng kamu ngilang!”
Namiya tersenyum, “Masa? Kamu seneng
gitu aku kemarin ini ngilang?”
“Iyalah! Suka banget, aku kan jadi
bebas! Ngga ada yang ngikutin ke mana-mana. Temen aku juga jadi bisa maen
bareng aku lagi.”
Aku tahu
kok, aku lagi bohong.
Namiya menatap Haite, “Kalo gitu,
aku boleh kan yah sama Ryu aja? Kayaknya dia bisa bikin aku tiap hari
ketawa....nggak kayak kamu tiap hari marah-marah nggak jelas....”
“Ya udah sana cari Wonryu
aja...lagian apa hubungannya sama aku...mau kamu suka sama siapapun bukan
urusanku!”
Jangan...jangan
lakukan itu.
“Kamu serius Tomoya? Aku boleh
menyatakan perasaanku ke Ryu?”
Haite merasa tercekik, ia tidak bisa
mengatakan hal omong kosong lebih banyak lagi. Ia merasa ingin membiarkan
semuanya, namun ia ingin segera menarik Namiya menuju kerumahnya.
“Tomoya, kok diem sih? Jawab aku
dong, aku boleh kan bilang suka ke Ryu? Kalo emang gitu, kamu bisa telfon Ryu
untukku kan?”
Haite tampak berdiri mematung
disana. Ia sudah tidak tahu lagi bagaimana ekspresinya saat ini. Mungkin ia
benar-benar tampak bodoh di hadapan Namiya.
Haite meraih ponsel di sakunya dan
menatap layar. Ia perlahan mencari kontak Ryu dan mendialnya. Namiya begitu
saja merebut ponsel itu dan mulai berbicara dengan Ryu diseberang sana.
“Ryu! Ryu ini aku, Nami-chan!!! Oh apa
kabar aku kangen sama cerita-cerita lucu kamu! Lagi apa kok jam segini belum
tidur? Ah apa? Aku? Oh aku kemarin mendadak ada urusan jadi tidak sempat pamit,
begini Ryu...aku meminjam ponsel Tomoya...hmm aku hanya ingin bilang kalo
aku.....”
Haite merebut ponsel itu dan
mencabut baterainya kemudian menarik Namiya berlari menuju rumahnya. Namiya begitu
terkejut dan tidak menyangka Haite akan melakukan hal itu padanya.
“Kamu ini kenapa sih? Aku kan belum
selesai ngomong sama Ryu! Ngga sopan kamu...”
Haite mendorong Namiya merapat ke
dinding, “Apa maksudmu bilang terima kasih waktu itu? Jelaskan...”
“Hng? Waktu itu? Kenapa tiba-tiba
kamu jadi penasaran? Kan kamu bilang kamu mau amnesia aja daripada aku ikutin
terus-menerus?”
“Kenapa waktu itu kamu menarikku ke
duniamu? Kenapa kamu memilihku, kenapa kamu tidak memilih Hiruka atau yang
lainnya?”
“Hei Tomoya, kamu ini kenapa sih? Kalo
kamu emang penasaran kenapa kamu pengen banget aku ngilang? Ujung-ujungnya kamu
nyariin aku lagi kan, demi rasa penasaranmu itu!”
“Jawab saja.....”
Haite memandang Namiya dalam dan
serius, Namiya merasa terintimidasi. “Kalo aku ngga mau jawab kamu mau apa? Ah tahu
begini aku tadi nggak usah dateng lagi yah! Aku nyesel kamu nggak berubah juga,
masih sama aja galaknya!”
‘GREB.’
Jangan pergi.
“Lepasin deh, aku mau kerumah Ryu
aja! Benar apa yang kamu bilang, aku salah pilih orang..seharusnya waktu itu
aku pilih Ryu aja!”
“Kenapa kamu milih aku?” Haite
menanyakan hal itu berulang kali sambil memeluk Namiya dari belakang.
“Soalnya kamu mandangin aku begitu
dalam pada saat itu. Jadi aku milih kamu, aku kan sudah bilang di awal
pertemuan kita! Aku tidak punya alasan lain lagi Tomoya! Dan aku ngga ngerti
kenapa kamu pengen banget aku pergi dari sini. Pas aku udah pergi, kenapa kamu
nyariin aku lagi sih!? Bikin repot aja tahu ga sih kamu itu!”
Aku tidak
tahu kenapa aku senyum sekarang. Aku Cuma ngerasain perasaan senang yang
meluap-luap ...
“Kalo gitu aku minta maaf ya...Namiya.”
Namiya tampak tenang dan tidak
memberontak lagi, “Dan alasanku bilang terima kasih waktu itu.....karena aku
tahu kamu bakal minta maaf sama aku...bidadari nggak pernah salah, Tomoya.”
Aku
lega...
Haite memeluk Namiya lebih erat
lagi, ia mendapat respon dengan tangan Namiya yang menyentuh tangannya.
“....dan alasanku nangis waktu itu,
karena aku tahu kamu ngga akan bisa bener-bener ngusir aku dari hidup kamu..”
“Makasi Namiya....”
Aku nggak
tahu selama ini jika kehilangan seseorang itu begitu berat...aku nggak akan
melepaskan Namiya untuk yang kedua kalinya.
“...dan alasanku mendorong kamu
waktu itu, supaya kamu bisa ketemu aku lagi. Kalo aku nggak ngelakuin itu,
temen kamu bakal sedih kehilangan kamu.”
“Terima kasih Namiya, aku ngerti
sekarang kenapa kamu ngelakuin ini semua buat aku....jangan pergi lagi....aku
butuh kamu di hidupku.”
*
Menurutku,
Namiya itu...bidadari kehidupan.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar