Selasa, 17 Mei 2011

FF tengah malam -4-

***
Dae Sung hanya bisa duduk diam menemani Jenny dikamarnya. Tidak ada percakapan atau pun sentuhan fisik di antara mereka. Sedangkan hari ini Young Bae benar-benar baru sekali absen mengajar tari di sanggar. Sesuatu sedang terjadi.
Dae Sung memberanikan bertanya sesuatu kepada adiknya, “apa kamu lapar?” 
Jenny menggeleng pelan, matanya menerawang keluar jendela kamarnya.
Dae Sung mencoba membuat adiknya tertawa, setidaknya tersenyum dengan bernyanyi ala bapak-bapak dengan lagu aliran country.
“Sedang apa? Suaramu saat ini terdengar amat buruk.”
“Astaga! Suara sebagus ini kamu bilang buruk?” Dae Sung memegangi dadanya, “..ahh aku....sakit hati!!!” keluhnya dengan mimik wajah yang lucu dan kemudian meninggalkan Jenny.
Apa yang terjadi?
.........
~ Aku kehilangan separuh nyawaku
Aku kehilangan surgaku
Aku kehilangan  semuanya, bahkan diriku sendiri
Secarik kertas menempel di loker sekolah milik Jenny, sebuah puisi dari kekasihnya—hm bukan, mantan kekasihnya, Kwon Ji Yong.
Banyak murid yang membaca itu lalu mulai di sana dan sini, itulah gosip. Namun sebenarnya itu fakta, mereka sudah putus semenjak 3 hari yang lalu. Mengetahui hal ini saat kembali dari Jepang, Seung Ri benar-benar berada di pihak Jenny.
Kertas itu sudah tertempel disana dan di pemilik loker belum membacanya, Seung Ri sudah mengatakan hal ini kepada Jenny, namun Jenny merasa tidak pernah mendengar apa-apa. Bahkan ponselnya di abaikan begitu saja di kamar mandinya, tidak peduli dengan semuanya untuk sementara waktu ini.
Siang ini sudah kelima kalinya Seung Ri menengok sahabat karibnya, keadaanya tetap sama tidak mau makan hanya menghabiskan banyak air dalam beberapa jam kebelakang.
“Seung Ri, aku bingung dengan Jenny.”
Sebenarnya Seung Ri tidak ingin mengatakan hal yang sebenarnya, karena melihat Young Bae Hyung khawatir seperti itu lantas Seung Ri memberitahukan hal yang sebenarnya. Ketika semua masalah jelas, terlihat raut wajah yang miris.
Aku...kenapa aku tidak bisa berfikir? Apakah otakku masih berfungsi?
Tanpa sepengetahuan Seung Ri dan Young Bae, Jenny meninggalkan rumah melalui pintu belakang. Hanya menggunakan t-shirt lengan panjang dengan celana selutut, padahal cuaca diluar sangat dingin dan entah kebal atau memang dia tidak bisa lagi berfikir jernih.
***
Jenny menghentikan mobilnya di dekat rumah Ji Yong, sengaja agar sedikit lebih surprise. Dia membuka pintu mobil dan membuka payung pelanginya, hujan masih lebat.
Tampak seorang laki-laki setengah baya dan Ji Yong di teras, mereka sedang berbincang. Jenny sempat senang karena paman Ji Yong mengunjungi keponakannya itu. Hubungan mereka kurang baik.
Jenny nyaris membuka pintu pagar mewah itu, namun urung.
Payung bercorak pelangi itu terbalik, mobil putih Jenny menerobos hujan lebat. Jarak pandang hanya sekitar 20 meter saja. Seluruh tubuhnya sekejap basah kuyup, siapa pun tidak akan bisa membedakan yang mana air hujan dan yang mana air mata.
Saat Jenny pulang rumah dalam keadaan kosong, berjalan gontai menuju depan pintu rumahnya. Ia masuk hanya untuk mengembalikan kunci mobil, kemudian keluar lagi hujan-hujanan. Daya tahan tubuhnya terlalu kuat untuk pingsan di luar rumah.
Ji Yong ikut basah, ia mencari Jenny bahkan sampai rumahnya. Waktu itu Dae Sung sedang berada dirumah namun Jenny tidak ada disana. Ketidakjujuran dimulai disini, atau mungkin ini semua salah paham namun rupanya tidak.
Ji Yong memang bertemu dengan sang paman, bahkan Ji Yong akan mengenalkan Jenny padanya. Paman Ji Yong menolak dengan segala alasan dan alasan utamanya adalah Lee Ri Yoon, gadis kenalan pamannya di Amerika dan menurutnya Ri Yoon sangat ideal buat keponakannya. Jenny melihatnya, memilih untuk menghindar karena baginya Kwon Ji Yong tak tergantikan—Kwon Ji Yong tidak bisa membuatnya mengubah rasa cinta dan sayang itu menjadi suatu kebencian.
***
Dua bulan.
Jenny tidak mengerti mengapa Ji Yong tidak lagi mengirimi puisi di lokernya. Menghilang, tidak pernah muncul di depan Jenny. Mawar pelangi itu sudah lama mati, namun entahlah Seung Ri sudah mau membuangnya namun selalu saja Jenny melarangnya dan masih merawat tangkai mawar yang sudah kering itu. Dia percaya suatu saat mawar itu bisa kembali mekar disana, karena ia adalah kuncup yang belum sempat mekar.
Ponselnya berdering, nomor asing memanggil.          
“Hallo?”
Kemudian terdengar suara angin, kencang.

to be continue . . .  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar