Jumat, 23 Maret 2012

The House of Doll -5-




Denting jam terkesan menakutkan, cuaca tak lagi cerah seperti beberapa jam yang lalu. Semuanya hampir gelap padahal ini bukanlah fenomena gerhana matahari. Dua tubuh gadis berambut panjang itu bersiap menghadap lemari pemakan manusia itu. Entahlah, mereka harus siap kapan saja.

Lemari itu terlihat normal dan biasa sekali, hanya beberapa lapis kayu jelek yang dipaku sana sini dengan mata paku yang menyerupai payung. Suasana hening, detik jarum jam seakan berteriak ingin mengembalikan waktu kala itu ; sebelum semua orang di kota ini mati karena wabah antah berantah itu. Namun sepertinya Tuhan tidak mengizinkannya.

Sera dan Mary ; dua gadis dengan wajah serupa itu saling berpegangan tangan dan kemudian memejamkan mata. Lalu, keduanya terjatuh bersamaan ke lantai di depan lemari itu, dengan posisi kepala yang saling menempel.

---

‘SREK, SREK, SREK..’

Mary membuka matanya, dia melihat Sera yang masih tertidur di sampingnya. Bagaimanapun, sekeras apapun ia kembali ke dunianya, ia tak akan bisa keluar dari ruangan itu.

“Sera, Sera!” Mary mengguncang lengan Sera, beberapa saat kemudian ia tersadar, namun di sudut matanya membasah.

“Mary?” Sera melihat sekeliling, “kita diruanganmu? Bagaimana cara keluar dari sini? Sebentar, bunyi apa itu?”

Mereka bangkit ke arah jendela, kota benar-benar mati. Rumah-rumah itu rata dengan tanah, dan disana sini banyak batu nisan.

“Apa mereka semua sudah mati? Siapa yang menguburkan mereka?” tanya Sera kepada Mary.

Sabtu, 17 Maret 2012

The House of Doll -4-



Tom dan Sera mematung dan saling bertatapan, mereka merasakan sebuah aura yang tidak enak hinggap di tengkuk.

Tom menoleh ke belakang, dia juga mendengar suara pintu kayu yang usang tadi. Namun apa hubungannya dengan suara ketukan yang mereka dengar?

Sera menelan ludah, Tom beranjak dari ruangan itu untuk mencari asal suara dari engsel yang usang itu. Sementara Sera menempelkan telinganya pada dinding demi mencari tahu lebih jelas apa yang ada di balik dinding ini.

"AAAAKKKKKK!!!!!" teriak Tom mengejutkan Sera dalam keadaan diam itu.

"Tom!!!" Sera langsung berlari menjadi posisi Tom.

'TOK, TOK, TOK, TOK, TOK!'

*

Sera bersimpuh di depan lemari pakaiannya, yang tersisa hanya sepatu dan baju Tom. Sedangkan, Tom menghilang entah kemana.

"Apa....apa semua ini?"


#Flashback
Pintu kamar Sera menutup dan ia melihat sesuatu dari dalam lemari pakaiannya.


Sesuatu yang indah, namun seakan penuh dengan misteri. Seperti portal menuju dunia lain yang tenang dan nyaman, bahkan lemari itu mengeluarkan wewangian yang cukup menyengat. Sera yang melihatnya hanya  bisa diam, mulutnya seperti terkunci, seperti ada yang membekapnya dengan sebuah kain. Nafasnya tersengal, ia tidak bisa bergerak.

"Setelah sekian lama......aku sungguh senang....." suara aneh itu bergaung lagi, Sera mendengarnya samar datang dari arah lemari ajaib itu.

'Siapa? Siapa yang berbicara?' batin Sera dalam hatinya.

"Tidak lama lagi kita akan bertemu, Sayang..."

Kemudian pemandangan indah itu berubah menjadi sebuah lubang hitam yang seakan-akan menyedot semua keberanian yang Sera miliki selama ini.

Bahkan indera keenam Sera yang biasa peka dengan hal-hal seperti ini sama sekali tidak berfungsi.
#Flashback End

Jumat, 16 Maret 2012

The House of Doll -3-



Pemandangan indah tadi berubah menyeramkan, orang-orang bergaun indah itu pun berubah menjadi seperti zombie namun mereka masih terlihat seperti manusia, hanya saja kulit putih mereka berubah menjadi biru keunguan seperti menderita luka lebam.

Sera terkejut, ia spontan menutupi mulutnya dan mundur sampai mendorong meja yang ada di belakangnya.

“Apa itu? Zombie?”

Laki-laki itu menggeleng pelan, “Bukan, mereka masih manusia namun mereka sudah tidak sehat.”

“Sakit? Mereka itu zombie!” Sera memperteguh keyakinannya dengan mengatakan jika semua orang dibawah sana adalah zombie.

“Bukan! Mereka manusia! Kota ini sekarang sedang terserang wabah mematikan. Begitu mereka saling menyentuh sama lain, akan menular.”

Sera yang masih belum mengerti dengan ini semua kin semakin di buat bingung oleh lelaki berwajah oriental ini.

“Tunggu,....kamu siapa? Aku ada dimana sekarang?”

Ia mengambil sebuah bola kaca kecil dan menimangnya dari tangan kiri ke kanan, begitu seterusnya. “Ini rumahmu. Tepatnya saat 200 tahun yang lalu.”

Sera kemudian mengerti, sepertinya ia sedang melewati dimensi ruang dan waktu. “Ini...rumah baruku? Tapi sepertinya aku tidak pernah berada diruangan ini...aku baru tiba hari ini...lalu, kamu?”

“Aku sama sepertimu, aku masuk melalui lantai kayu itu di waktu yang pertama...kita datang dari dunia yang sama.”

“Lalu? Bagaimana cara kita kembali, Mama dan Papaku pasti sedang mencariku sekarang...”

“Jangan khawatir! Mereka tidak akan khawatir sama sekali, karena pada saat kamu berada disini, disana kamu sedang tertidur.”

Sera kemudian memandang perempuan yang masih bersimpuh di depan pintu kayu, “Dia...kenapa wajahnya sama seperti aku?”.

---

‘KLONTANG, KLONTANG.’

Perlahan sepasang mata besar itu terbuka, di gosoknya dengan jemari kecil, pagi sudah menyapa. Sera tidur amat nyenyak sepertinya sampai ia ketinggalan sarapan 2 jam yang lalu.

“Nggghhh....~ jam berapa ini?” Sera meraih ponselnya, melihat jam digital di layar LCDnya. “Jam 10? Ah...kenapa aku bangun begitu siang?” Sera bangkit dari tidurnya, ia meregangkan badannya, namun “Ouch~!” Sera mengusap-usap pinggul bagian belakang, terasa sakit.

“Apa mungkin....ah tidak tidak! Itu pasti mimpi! Tapi kenapa ini sakit sekali? Seingatku aku....”

‘KLONTANG!’

Rabu, 14 Maret 2012

The House of Doll -2-




***

‘SRENG, SRENG.’

Mama sedang sibuk dengan masakan yang ia buat semenjak sore tadi. Sera hanya menunggu tenang sambil mengiris wortel sebagai bahan sayuran. Sedangkan Papa sedang membetulkan pintu belakang yang engselnya karatan dimakan usia.

“Hhhh~” begitu panjang Sera menghela nafas, membuat Mamanya menoleh, menghentikan aktivitas memasaknya.

“Kenapa Sera? Kamu tidak suka dengan rumah baru kita?”

Sera menggeleng, ia menatap potongan-potongan wortel itu sambil serius memotong. “Bukan Mam, aku nyaman dengan rumah barunya...tapi sepertinya tetangga baru kita tidak memiliki anak seusiaku..aku tidak bisa berdiam diri dirumah seperti ini. Aku juga tidak tahu dimana sekolahan..jika jauh kasian Pap yang mengantar.”

“Kalau begitu berkelilinglah diluar, siapa tahu kamu menemukan remaja seusiamu.”

Sera melirik keluar jendela, “Sudah gelap Ma, besok pagi saja.”

Tapi Mama merebut pisau dan mengusir Sera, “Setidaknya cari udara segar di luar, cuaca disini bagus tidak seperti di kota.”

Melihat Mamanya yang keras kepala seperti itu, Sera kembali menghelas nafas dan menerima saran. Ia menengok Papa sebentar lalu ia duduk di teras depan, kemudian berjalan ke halaman rumah yang cukup luas itu dan memandangi rumah besar berwarna Peach itu.

`Rumah ini sangat besar...kamarku yang mana ya? Ah, sepertinya aku salah memilih kamar...aku jadi tidak bisa melihat halaman ini...`

Sera mengelilingi halaman dengan lebar 17 meter dan panjang 6 meter. Ia berencana akan menyapu halaman ini esok pagi.

Rumah itu mirip seperti rumah boneka, dari tekstur dindingnya, gaya atapnya, pintu, bisa dikatakan ini adalah replika dari House Doll.

‘KLOTAK!’

Sera segera mencari sumber bunyi itu, ia mempertajam indera pendengarannya dan menemukan sebuah titik tidak jauh dari tempat ia berdiri. Ia menemukan sebuah lantai kayu namun hanya berukuran 60x60 cm yang terdapat di antara lantai keramik coklat. Sera merabanya, ia menemukan sebuah benjolan kecil. Awalnya ia berfikir itu pintu rahasia, namun sepertinya itu hanya sebuah variasi pada lantai.

‘PETT!’

Selasa, 13 Maret 2012

The House of Doll -1-






Rumah besar bergaya barat itu sudah lama kosong. Dahulu satu keluarga tinggal disana sampai akhirnya wabah menyerang kota terpencil ini dan semuanya tewas epidemi mematikan itu....

---

Gadis mirip boneka itu duduk di dekat jendela, menyegarkan matanya yang lelah akibat terlalu lama menatap LCD 9 inch selama perjalanannya menuju rumah baru.

`Aku harap rumah baruku nanti tidak seperti yang kemarin-kemarin....aku tidak mau lagi di ganggu oleh 'makhluk-makhluk' yang tidak bertanggung jawab seperti itu.`

"Mam, apakah masih jauh? Aku mengantuk..." tanya Sera kepada sang Mama yang terlihat tidak berhenti mengemil di kursi depan.

'KRAUK, KRAUK.'

"Mam?!"

"Tidurlah dulu, Mam akan membangunkan jika sudah sampai nanti."

*

M-Flo ft. 2NE1 - She's So (Outta Control) [lirik]







She’s so outta control, you gotta love the way she uh-uh-uh-uh-uh-uh
She’s so outta control, you gotta love the way she uh-uh-uh-uh-uh-uh
She’s so outta control, you gotta love the way she uh-uh-uh-uh-uh-uh
She’s so outta control, you gotta love the way she uh-uh-uh-uh-uh-uh
She’s so outta control, you gotta love the way she uh-uh-uh-uh-uh-uh
She’s so outta control, you gotta love the way she uh-uh-uh-uh-uh-uh

Cuz there’s nothing wrong nuh-uh there’s nothing wrong
There’s nothing wrong nuh-uh there’s nothing wrong, no!
There’s nothing wrong, there’s nothing wrong, there’s nothing wrong

1, 2, 3!

I wanna dance my dance and sing this song
Deforuto saretai no all night long
Tell me, baby, where we’re going
Kimochi ga inside out
I wanna dance your dance and sing that song
Kako no memorii shoukyo all night long
Doushite baby, going crazy
Sekai ga upside down 


What’s that noise? What’s that noise?
See the people (people) jumping (jumping)
Music (music) bumpin` (bumpin`)
What’s that noise? (She said) what’s that noise?
Feel the denpa (denpa) Danger (danger)
Can I (can I) kick it 

O-O-Outta control, yeah, she’s so
Bass is horny, me so
Mechakucha odotte sawagou sawagou
She said get your freak on
Abunasou, demo rigou
She’s a yoru no amiigo
Undercover lover wanna dance
So minna shuugou

I wanna dance my dance and sing this song
Deforuto saretai no all night long
Tell me, baby, where we’re going
Kimochi ga inside out
I wanna dance your dance and sing that song
Kako no memorii shoukyo all night long
Doushite baby, going crazy
Sekai ga upside down 


I’m hotter than a vol-vol-vol-vol-vol-vol-vol-cano
And I’m about to blow up-up-up-up
Cuz it’s none of your business nuh-uh-uh-uh (nope), nuh-uh-uh-uh (nope), nuh-uh-uh-uh (nope)

Datte watashi no kattedakara-uh
Iya nara kono mama get out-out-out-out of my way (my way)
Mirai e (mirai e) susumu shika nai babe (nai babe)
Kaisei (yup) Kaishi (yup) We out (check) Okaikei!

All is there, everything
Uso darake dakara
World is mine
Me no mae subete ga bright 


Dive into the night
Feel the electricity
Dive into the night
Into the night


1, 2, 3!

I wanna dance my dance and sing this song
Deforuto saretai no all night long
Tell me, baby, where we’re going
Kimochi ga inside out
I wanna dance your dance and sing that song
Kako no memorii shoukyo all night long
Doushite baby, going crazy
Sekai ga upside down 


She’s so outta control, you gotta love the way she uh-uh-uh-uh-uh-uh
She’s so outta control, you gotta love the way she uh-uh-uh-uh-uh-uh

2NE1 - Scream [lirik]







(Rock the bass, Rock-Rock the bass)
Scream, AA-AA-AA-A A-A-AAH!~
Scream, AA-AA-AA-A A-A-AAH!~
Scream, AA-AA-AA-A A-A-AAH!~
Scream Scream Scream Scream (Rock the bass, Rock-Rock the bass)

I'm 'bout to paint this town red 
Koto gatta senbiki 
Se-se- set nothing apart 
Isshi kita no ni kimi 
I-I give it my all 
Cho ka dasu no wa mō īkagen'ni shite 
I'm in control -trol -trol 

I just wanna keep dancin' 
I got us messin' 
Yuttari to yoi deru keredo 
yoha kōe ize 
Akireta saitei 
itsumademo made 
Irareru wakenai deshou 
Katte iwanaide 

Bring it on 
Awanai shinario bakari 
Turn it up 
Awanai hazu nante nai 
Datte hontō wa 
I want it all 
Kakusenai tomadoi oh ~

Itsumo no situation 
Imi nai 
Koto nai
Gotta get away 
Mata kono situation 
Gotta fly away 
Come on let' s get away

(Rock the bass, Rock-Rock the bass)
Scream, AA-AA-AA-A A-A-AAH!
Scream, AA-AA-AA-A A-A-AAH!
Scream, AA-AA-AA-A A-A-AAH!
Scream Scream Scream Scream (Rock the bass, Rock-Rock the bass)

Everybody kaketa doa komiau cheeky 
Mina raitai rakumai I'm a ????? 
Kyapikyapi the young girls 
Just wanna have fun 
Itsumade deshou 
Kono wa Do you know? 
Mwah mwah mwah

Shitsumon no nami 
Mitai shite kami 
Kami na kuni yomite 
Watashi no egochāji 
Otoite maji 
I wanna be jumping 
Hey dj 
Meruhen na song tomete 
pump it 

Bring it on 
Kawarunai yo nara bai 
Turn it up 
Kawaru nara kikitai 
Datte hontō wa 
I want it all 
Tomaranai dokidoki oh ~

Mata kono situation 
Kimi to no omoide wa 
Get away 
Wake up 
Kono situation 
Imma fly away 
Come on lets get away

I fell in love 
Nasake inai 
"Tsugi wa ki o tsuke yo"-tte 
nando mo 
Nando mo chikatta na noni 

I fell in love with a man 
Kigai-ai
"Tsugi wa mō nai deshou"-tte 
nando mo 
Jibun ni chikatta noni

Itsumo no situation 
Imi nai 
Koto nai
Gotta get away 
Mata kono situtation 
Gotta fly away 
Come on let' s get away

(Rock the bass, Rock-Rock the bass)
Scream, AA-AA-AA-A A-A-AAH!
Scream, AA-AA-AA-A A-A-AAH!
Scream, AA-AA-AA-A A-A-AAH!
Scream Scream Scream Scream (Rock the bass, Rock-Rock the bass)

Minggu, 11 Maret 2012

Just You n I



Tak lebih dari ide yang muncul tiba-tiba dan hanya ingin menuangkannya.
Selamat membaca.

cast : Tina Jitaleela (taken from a film Yes or No) as Yoo Jung Dae
Sera [OC]
Kim Jong Kook from Running Man [numpang dialog dikit]

---




`Tersiksa, aku tidak menginginkan ini. Aku tidak pernah memilih ini, dan tidak mau ini terjadi. Namun apa dayaku, aku tidak cukup kuat untuk melawan ini semua.`

Sera meneteskan air mata kesedihannya disaat semuanya bersuka cita di sekelilingnya. Sera akan menikah hari ini namun ini sama sekali bukan keinginannya, melainkan keinginan keluarganya.

Yang ia fikirkan hanya satu nama; Yoo Jung Dae, orang yang sudah membuatnya hidup selama setahun belakangan ini. Iya...sebelum semuanya menjadi sebuah aib.

***

#Flashback#

'PLAKK~' wanita 47 tahun itu berwajah datar namun ia menyimpan sebuah api membara di dalamnya. Ia menampar seseorang berpenampilan mirip anak laki-laki berusia 23 tahun; Yoo Jung Dae.

Jung hanya diam, ia tidak bisa berbuat seperti apa yang ia lakukan selama ini. Mungkin semuanya harus berakhir disini.

"Jangan pernah temui Sera lagi." ucapnya kemudian berlalu sambil mencengkram kuat lengan seorang gadis berambut panjang, Sera, anak perempuan semata wayangnya.

Sera hanya bisa menutup bibirnya dan menangis melihat sosok tinggi itu untuk yang terakhir kalinya. Sedangkan Jung mematung, masih mencoba untuk bernapas dan bangkit di saat yang bersamaan.

"Hari yang sudah lama ku tunggu, akhirnya tiba juga..."

Jung Dae kemudian masuk ke dalam kamar kecil itu, dan mengemasi barang-barangnya. 

#Flashback End#

***

"Atas nama Bapa, Putera dan Roh Kudus..." Bapa Pastur mengucapkan kalimat pertama dalam bait doanya yang diikuti oleh semua umat.

Sera berdiri dalam balutan gaun putih seperti awan, disamping kirinya berdiri seorang laki-laki gagah dengan muscle yang lumayan berisi, tersenyum senang menatap mempelai wanita, ialah Kim Jong Kook.

`Tidak bisa, aku tidak bisa seperti ini.` batin Sera.

Ia melihat belakang, samping kiri dan kanan. Tidak tampak bodyguard Ibunya hari ini, tapi ia tidak tahu bagaimana keadaan diluar gereja.

"Kim Jong Kook,..." Bapa Pastur sudah akan memulainya. Sera makin resah.

Sera berbalik cepat dan berlari sangat kencang menuju pintu gereja. Jong Kook yang menyadari hal itu ikut berlari mengejarnya namun Sera sudah menghilang begitu cepat.

"Cepat cari dia!" bentak Kim Jong Kook pada beberapa bodyguard yang juga tidak bisa menangkap Sera.


Di suatu tempat, seseorang sibuk mengangkat kantungan beras. Membanting tulang mencari uang. Tampak tidak mengeluh, dan hanya fokus dengan semua kantung beras itu.

"Jung Dae!" panggil seseorang yang membuat mata tertuju padanya.

"Sera?" Jung amat sangat terkejut melihat Sera bisa menemukannya.

Sera menghampirinya dan memeluknya, tidak ada waktu untuk menitihkan air mata sekarang, fikirnya.

"Apa yang kamu lakukan...."

"Cepat! Bawa aku ke tempat yang aman jika kamu tidak ingin Jong Kook memukulimu habis-habisan!"

Jung Dae langsung meninggalkan pekerjaannya setelah menagih ongkos hari ini. Ia membawa Sera ke tempat yang benar-benar aman, tidak seorang pun kini dapat menemukan mereka.

Adalah sebuah rumah kecil yang terletak dibawah, banyak rumah setipe yang dibangun disekitarnya. Tidak kumuh, namun hanyalah nampak seperti rumah para kurcaci di negeri dongeng. Hanya ada satu pintu dan jendela, namun isinya normal seperti rumah kebanyakan. Cerobong asap mini, cukup untuk memasak seporsi sup ayam.

Sera takjub melihat rumah yang Jung Dae yang aneh seperti ini.

"Sejak kapan ada rumah seperti ini? Aku tidak pernah melihat ini di belahan dunia manapun.

Jung Dae meraih tangan Sera, "Kamu kabur?"

"Tentu saja! Mana bisa aku diam begitu saja di tindas oleh mereka? Aku sudah katakan dari awal, yang ku mau hanya dirimu! Aku tidak peduli apapun yang terjadi!"

Jung menatapnya sebentar lalu memeluknya. "Kamu tidak tahu sebuah kebenaran yang selama ini aku sembunyikan..."

Sera memberontak, tandanya ia harus mengetahui apa yang dimaksud Jung Dae.

"Hhhh...." Jung mengambil kursi lalu duduk lemas sambil menopang keningnya. "Sungguh sebuah berkat aku bisa bertemu denganmu."

Sera bergantian meraih tangan Jung, "Ada apa? Kenapa tampak berat bagimu? Aku ini bukan orang lain lagi sekarang...tatap aku Jung, aku kekasihmu..."

Jung Dae tersenyum lirih, ia tidak mau lagi menyusahkan Sera, karena selama ini adalah Sera yang membantunya mendapatkan kehidupan yang layak.

"Aku datang bukan dari duniamu."

Yang tampak adalah sedikit keterkejutan dari Sera, selama ini memang ia sudah merasa ada yang lain dari Jung Dae.

"Lalu, apa kamu bukan manusia? Kamu hantu?"

Jung menggeleng, "Aku datang dari sebuah dunia yang bahkan aku sendiri tidak mengerti bagaimana, namun semua yang ada di dalamnya adalah 'apa yang telah hilang'."

"Apa yang telah hilang apanya?"

"Jika semasa kecil keluargamu kehilangan seorang anak laki-laki, dan sampai detik ini tidak bisa lagi menemukannya, berarti ia ada di duniaku saat ini."

Sera nampak terkejut, "Bagaimana kamu tahu kakak laki-laki hilang dan tak pernah kembali?"

Jung Dae tersenyum, "Karena aku datang dari dunia itu, aku tahu semuanya. Suatu hari aku pergi dari rumah, dan menemukan sebuah portal.."

Sera mendengarkan dengan seksama, baginya tidak peduli Jung datang dari dunia apa, ia sudah memutuskan akan bersama gadis tomboy itu selama yang ia bisa.

"Portal berbentuk segi empat dengan mutiara berkilau di masing-masing sudutnya, menarik perhatianku. Ia tak berpintu, namun akan muncul dengan sendirinya jika kita memikirkan sebuah masa depan atau menginginkan harapan yang positif."

Sera tiba-tiba teringat sesuatu.

"Namun ia hanya bisa muncul satu kali dalam hidupmu, dan ketika ia muncul pertanda harapanmu yang telah lama terpendam akan terwujud. Portal itu bernama Pearly Square, warnanya tergantung bagaimana hatimu, waktu itu...portalku berwarna biru muda. Namun, entahlah, aku melewati portal itu sebanyak dua kali..."

"Jung, sepertinya tadi aku melewati Pearly Square saat kabur dari gereja..."

Jung Dae tersenyum, namun entahlah bermakna apa di baliknya.

Jung Dae melanjutkan kalimatnya, "Apa yang kamu fikirkan saat berlari mencariku tadi?" Jung menuangkan susu coklat ke cangkir Sera.

"Tentu saja dirimu!! Tapi, entahlah aku tidak ingat dengan benar...ah tidak, tidak, aku memikirkanmu, hanya kamu! Aku berlari menuju stasiun bawah tanah, namun pada saat menuruni tangga, suasananya berbeda, sepi....tapi aku tidak berbalik lagi untuk mengechek apakah aku salah jalan atau tidak."

Jung Dae mengusap lembut wajah Sera, "Kamu melewati portalnya, ingatkah warna apa itu?"

Sera memutar bola matanya, sesekali menunduk. "Kalau aku tidak salah, warnanya seperti merah muda tapi bukan, seperti jingga tapi bukan. Aku tidak tahu pasti, warnanya lembut..."

Jung Dae mengambil sebuah benda yang di sematkan di saku celananya, "Apakah seperti ini?" ia mengambil sebuah potongan buah peach.

"Ini!" Sera segera merebutnya! "Ini seperti ini warnanya! Bukankah ini buah Peach? Jadi seperti itu warna peach? Lalu, apakah dia bermakna?"

Jung Dae mengangkat bahunya, "Yang jelas, kita sudah bersama sekarang. Di sini, di duniaku. Tapi kita tidak akan bisa kembali ke sana,.."

"Aku tidak peduli! Yang ku mau hanya bersamamu! Menghabiskan waktu bersamamu!" Ungkap Sera disertai dengan pelukan erat ke tubuh Jung Dae. "Tapi, bisakah aku bertemu dengan kakakku disini?"

Jung tersenyum, "Kita akan mencarinya bersama."

Sera tersenyum, senang tentunya bisa kembali bersama  Yoo Jung Dae , orang yang ia sayangi.

Kecupan kecil Jung berikan di kening Sera, inilah dunia fantasi.

---

Begitu ajaibnya kata Cinta, bisa merubah pendirian seseorang dan bisa membuat seseorang rela berkorban.
Bahkan cinta bisa kau temukan di ujung sudut yang terpencil.
Dan terkadang ia datang dalam kondisi apa pun, bahkan disaat kamu tidak bisa bersahabat dengan keadaan juga waktu.

--

TAMAT

Selasa, 06 Maret 2012

Now, It's Always You by @ShiraeMizuka







Title                : Now, It’s Always You
Author            : @ShiraeMizuka
Genre              : Angst, Romance
Length            : Ficlet (1384 words)
Rating             : PG+15
Cast                  : Park Rae In (OC), Kim Sang Bum / Kim Bum (Actor and Model), Kwon Jiyong (Bigbang), Jang Geun Seuk (Singer, Actor, Model)
Disclaimer     : I own the plots but no the casts. No plagiat, No Re-Post without confirm me!!!
….
To Ravla… the true terorist… this for you… telat ya?! I know… but… what can i say… just so sorry…
….
Tak perlu bersuara jika hanya untuk mengatakan kau cinta…
Author POV
September penghujung. Angin bertiup lancang. Tidak cukup untuk membekukan, namun sejuk. Cukuplah untuk membuat seorang gadis segera merapatkan sweater kelabunya. Desahan panjangnya ricuh dikalahkan desau bayu.
Rae In─gadis itu─ menoleh pada sosok lelaki disampingnya, “Mulai dingin disini, kita pulang?” tanyanya.
Hening. Hening yang menyanyikan hembusan angin. Dan suara goresan kuas yang terdengar terlalu lamat untuk ditangkap saraf auditori. Sudah terlalu biasa bagi Rae In jika kebisuanlah yang menyahutinya. Ketidak pedulian yang menyambutnya. Bahkan, kini lelaki itu menoleh pun tidak.
“Sang Bum-ah…” desahnya. Putus asa. Ia tahu, ia tidak akan memenangkan perhatian lelaki itu jika ia tidak memelas seperti itu. Sejak beberapa jam lalu ia memang telah kalah. Kalah telak oleh daun-daun maple dengan warna membara yang kini telah berpindah ke kanvas yang ada dihadapan lelaki itu.
Bahkan, ternyata ketika ia telah memelas meminta dikasihani seperti itu sekalipun ia tidak juga memperoleh apa yang ia minta dari lelaki itu; perhatian.
“Baiklah… Lima belas menit lagi. Setelah itu kita pulang.” Gadis itu memutuskan. Namun perhatian lelaki itu tidak juga ia dapatkan.
………..
Rae In POV
Senyumku yang tertahan masih bertahan hingga aku mencapai pintu apartemenku. Betapa gelinya aku jika mengingat betapa buruk rupa lelaki itu ketika aku benar-benar membawa─memaksa sebenarnya─untuk pulang. Bibirnya berkomat-kamit tak suka, total menjelaskan  bahwa mood-nya sedang berada jauh dari ambang kata ‘baik’. Untung saja  komat-kamit itu dilakukannya tanpa suara, jika tidak, maka habislah aku. Aku ingat, dulu… dulu sekali, Kim Sang Bum adalah seorang lelaki yang benar-benar cerewet. Ucapannya manis penuh percaya diri kala jiwa ke-playboy-annya tengah meronta minta dibebaskan. Tapi kadang kala ucapannya juga tajam menusuk kala penyakit introvertakutnya kambuh. Menjadi sahabatnya, bersamanya nyaris sepanjang usia, membuatku memahami apa yang orang lain alpakan pada dirinya.
Dan tidak ada yang lebih baik selain seorang Kim Sang Bum dalam hal menyanyikan kidung natal. Seperti yang selalu dinyanyikannya seusai perayaan misa di gereja. Meski setengah minder dengan vokalnya, aku bahkan pernah membuat janji suatu saat kami akan berduet menyanyikan Christmas Eve, kidung favorit kami sepanjang masa. Meski aku tahu persis, aku tidak akan pernah menyanyi sebaik dia… Tidak. Kidung yang ia nyanyikan pada natal tiap tahunnya adalah kidung terbaik yang bahkan akan selalu mengiang hingga ia menyanyikan kidung lain pada natal tahun berikutnya.
Natal tahun lalu adalah tahun penuh keemasan. Namun sayang, itu adalah natal terakhir aku mendengar Kim Sang Bum melantunkan kidungnya. Dan aku tidak akan pernah berduet dengannya. Karena setelah itu ia bisu. Tepat di hari setelah ia menggelenjang kaku, lalu tumbang dan berakhir dengan opname selama berhari-hari.
Dokter ahli syaraf yang merawatnya mendadak mengucapkan kata-kata yang membuat tubuhku limbung dan kepalaku terasa berputar. Beberapa kata yang bisa kupunguti dari penjelasan dokter yang panjang lebar hanya tiga; demielinisasi, gangguan otak, dan kebisuan.
Maka aku rasa aku tidak butuh penjelasan apapun lagi karena setelahnya sahabatku itu tidak pernah lagi berbicara. Bukan karena ia tidak mau, tapi tidak bisa. Semua itu cukup membuatku mengerti, bahwa selamanya ia tidak akan pernah lagi bersuara.
Aku mendesah. Senyum yang tadi kukulum telah lenyap tak bersisa. Dan tanpa kusadari entah sudah berapa lama aku tegak berdiri disini, di depan pintu apartemenku. Tidak beranjak barang sesentipun entah sejak berapa belas menit yang lalu saat masa lalu itu datang kembali mencekam.
“Sampai kapan kau mau melamun disana?”
………..
Author POV
“Sampai kapan kau mau melamun disana?”
Suara berupa sergahan itu jelas mengagetkan Rae In. Ia mendapati seorang lelaki kurus yang tengah bersandar di dinding apartemennya dengan lengan terlipat di depan dada. Matanya menyorot tak senang kepada Rae In.
“Jiyong…” bisik gadis itu. Sesaat tampak terkejut namun ia secepat mungkin menukarnya dengan ekspresi sedatar apapun yang dia bisa.
Lelaki itu mendekat, “Bersamanya tidak akan menjanjikan apapun. Kembalilah padaku.” pintanya yakin.
Rae In bertahan dengan datar di wajahnya. Ada baiknya seperti itu, karena ia benar-benar tidak ingin kedatangan Jiyong untuk kesekian kalinya berakhir dengan perdebatan mereka seperti yang sudah-sudah.
“Kenapa kau mau bertahan dengan lelaki penyakitan itu dengan perasaanmu yang hanya sepihak?” tanya Jiyong lagi. Kali ini suaranya terdengar begitu gusar.
“Lelaki itu… Kim Sang Bum… atau siapapun namanya, tidak akan pernah membalas perasaanmu. Kalaupun suatu saat perasaanmu bersambut, ia hanya akan memendamnya bersama kebisuannya.” Persuasif. Suara lelaki kurus terdengar demikian di telinga Rae In.
“Kau hanya bermimpi berharap ia membalas perasaanmu.” Racau Jiyong setengah membentak.
Dan Rae In membisu. Tak punya alasan ia untuk membantah. Ia menemukan kebenaran pada ucapan Jiyong. Bahkan pada setiap kata-katanya.
Kim Sang Bum tidak akan pernah membalas perasaannya. Tidak akan pernah.
………
Author POV
Jiwa mereka berdua menari-nari dalam suara hujan. Mereka duduk berhadap-hadapan namun begitu enggan untuk saling menatap. Masing-masing pandangan mata terlempar jauh keluar. Menembus kaca lounge yang berembun akibat derai hujan yang terlalu deras. Pikiran mereka telah melayang jauh. Menyeberang dan melintas pada jalur masing-masing.
Rae In dengan benda mungil berbentuk lingkaran yang diam-diam digenggamnya. Benda itu diberikan Jiyong semalam tepat di depan apartemennya. Bersama benda itu Jiyong menawarkan ikatan dan janji nyata. Bukan angan, bukan harapan dan juga bukan perasaan sepihak. Bersamanya Jiyong juga menawarkan tenggat waktu bagi Rae In untuk berpikir dan menimbang-nimbang.
Maka kini Rae In berpikir. Berpikir tentang perasaannya yang kini sedang ditawar. Jiyong baru saja menawarnya dengan harga tinggi, sementara Sang Bum, si pembeli yang didamba justru terlihat tanpa animo, enggan bahkan sekedar untuk menawar.
Setidaknya itu yang kini Rae In pikirkan. Ia tak mencoba menebak apa yang ada di dalam benak lelaki di hadapannya kini. Mengapa Kim Sang Bum terus menerus memainkan cangkir dengan gelisah? Mengapa ia begitu resah?
“Aku melihat Rae In bersama mantan kekasihnya semalam.”
Hanya satu rentetan kalimat yang diucapkan Geun Seuk─sahabatnya─sesaat sebelum ia berangkat kesini, ke lounge tempat ia dulu seringkali berbagi tawa bersama sahabat perempuannya. Dan hanya dengan satu kalimat itu cukup untuk membuat Sang Bum berpikir bahwa tsunami baru saja memporak-porandakan hatinya. Ia takut apa yang menjadi ketakutannya segera menjadi nyata.
Rae In akan meninggalkannya. Rae In akan meninggalkannya bersama cinta yang selama ini telah dibungkam kebisuan dan ketakutannya sendiri. Takut Rae In tak membalas perasaannya. Takut ia tidak pantas untuk Rae In. Takut Rae In tak akan bahagia bersamanya. Takut penyakit sialan itu membuatnya tak berumur panjang dan harus meninggalkan Rae In.
Terlalu banyak ketakutan yang bertimpa-timpa bersamaan dan membuat dadanya kian sesak.
Namun diantara semua ketakutannya, yang paling ia takutkan adalah Rae In tidak pernah mengetahui perasaannya. Hanya karena ia bisu.
“Kau akan menyesal jika tak mengutarakan perasaanmu padanya, Sang Bum.”
Benar kata Geun Seuk. Sang Bum akan menyesal. Menyesal di setiap detik yang akan dijalaninya setelah ini jika ia tidak melakukan apapun untuk membuat gadis ini tetap bersamanya.
Selalu ada alasan untuk apapun yang akan terjadi. Selalu ada konsekuensi untuk setiap tindakan. Namun jika ia diberi pilihan antara mengatakannya atau tidak, antara bertindak atau tidak, diam jelas bukanlah pilihan. Terlalu lama sudah ia bungkam. Apapun yang akan terjadi, apapun konsekuensinya. Ia akan mengatakannya.
Pelan, Sang Bum menyentuh jemari Rae In yang terulur di permukaan meja. Ia tersenyum sekilas meminta Rae In untuk memperhatikan apa yang akan dilakukannya.
Jari telunjuknya bergerak-gerak perlahan menyusuri dinding kaca lounge yang berembun untuk menuliskan hanya satu suku kata yang selama ini tertahan dalam hati dan benaknya.
-Saranghae-
Dan kini Sang Bum tercekat. Melihat senyuman lebar Park Rae In kini justru datang penyesalan lain yang menggerogoti hatinya.
Seharusnya ini ia lakukan dari awal. Seharusnya kebisuan tak menahan perasaannya hingga begini lama. Seharusnya ia tahu kebisuan tak akan pernah membuat cinta berhenti bersuara.
Jemari mereka saling menggenggam. Kini sepasang insan itu tak lagi enggan saling menatap. Tatapan mata adalah jalan mereka untuk menyelami hati masing-masing yang kini membuncah.
Na ddo. Na ddo saranghae” Bisik Rae In pelan.
…FIN…
………………………………………………….
Epilog
Hujan baru saja reda. Rae In dan Sang Bum memutuskan untuk segera meninggalkan lounge masih dengan jemari-jemari saling menggenggam.
Di meja tadi mereka tempati masih terdapat sepasang cangkir milik mereka. Salah satu cangkirnya tadi berisikan vanilla latte yang telah kosong milik Sang Bum yang isinya telah habis ia sesap untuk menenangkan debar jantungnya kala Rae In tak henti melempar senyum padanya. Satunya lagi berisilemon ice yang masih berisi setengahnya. Jauh di dasar cangkir itu, jika ada yang benar-benar memperhatikan, ada sebentuk benda berbentuk lingkaran pipih tengah berkilau temaram.
Rae In telah memutuskan siapa ‘pembeli’ yang benar-benar pantas mendapatkannya. Bukan karena tawaran yang tinggi. Tapi hanya karena hatinya telah memilih. Selama ini ia telah salah menilai dan membiarkan cintanya ditawar. Sekarang tak akan ia membiarkan siapapun lagi menawar-nawar perasaannya. Kini, hanya Kim Sang Bum seorang.
……………………………………………………………………………………………………………………………………….
NOTE :
Demielinisasi merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh gangguan nerologis, khususnya pada otak dengan gejala yang bermacam-macam, salah satunya destruksi pita suara. Penyebabnya bervariasi bisa akibat infeksi dan ada beberapa jenis yang bersifat herediter.
Ah, ini deskripisinya melenceng nggak yah? Aku juga kurang begitu tahu soal penyakit ini. Lebih aman tanya si mbah wiki ato buyut gugel.   Atau buka kamus kedokteran, patologis, atau kamus biologi. Aku udah coba buka koleksi kamus-kamus ku (yang biasanya malesssss banget aku sentuh) sih, well, ternyata tetep masih nggak banyak ngasih info tapi aku tetep keukeuh mau masukin penyakit ini ke fanfict ini… *dies* Haha.. LOL xD