Selasa, 17 Mei 2011

FF tengah malam part -5-


*
Sementara Jenny meninggalkan rumah dengan buru-buru setelah menerima telepon, tanpa diketahui siapa pun, sebuah tunas hijau kecil muncul di batang kering mawar pelangi yang telah mati tersebut.
Seung Ri bertemu dengan Seung Hyun di sekitaran sekolah, “Hyung mencari Jenny? Ke rumahnya saja, dia ada disana sekarang.”
“Tapi pesan dan teleponku tidak di respon. Baru saja aku menghubunginya, tapi tidak ada jawaban. Aku khawatir.”
Seung Ri kemudian dengan sedikit sengak berbicara, “Hyung khawatir? Bahkan Hyung tidak tahu kan dia sedang tertimpa masalah, aku heran mengapa seolah Hyung peduli sekali kepadanya namun selama ini bahka tidak pernah bertemu lagi dengannya.”
Seung Hyun terkejut Seung Ri, seniornya bisa berkata seperti itu.
“Ya jelas aku peduli, aku sudah menganggap dia sebagai adikku.”
“Jika memang kau peduli kenapa tidak tahu dia sedang tertimpa masalah?”
Di sela-sela mereka berdebat, datang seorang gadis memeluk Seung Hyun dari belakang. Karena waspada Seung Hyun melepaskan gadis itu dari tubuhnya.
“Hey, ngapain kamu ke sini?” Seung Ri terkejut melihat Lee Ri Yoon mendatangi mereka disini.
“Ri Yoon?” Seung Hyun terkejut melihat mantan kekasihnya datang menemuinya lagi.
Ri Yoon datang dengan wajah yang pucat, sepertinya dia amat tertekan.
*
Di atas gedung, dia berdiri dengan raut wajah yang sedih. Di bawah, semua orang sudah berkumpul dan bertanya-tanya siapa yang sedang berada nun jauh di atas sana.
Jenny menerobos orang-orang itu, namun seorang petugas keamanan menahannya dengan alasan yang tidak jelas. Tidak ada yang bisa dilakukan selain melawan petugas keamanan itu dengan memukul keras kepalanya dengan kepalanya juga.
~ ..... finally i realized, that i’m nothing without you...i was so wrong, forgive me.
Dia, Kwon Ji Yong.
Jenny segera menuju ke lift dan menuju ke tempat Ji Yong berada. Meskipun Ji Yong sudah membuatnya menjadi ‘zombie’ namun Jenny tidak pernah peduli dengan itu ; dia masih menganggap Ji Yong miliknya.
Beberapa menit kemudian Seung Ri, Ri Yoon, Seung Hyun sudah ada disana bergabung bersama orang-orang yang ada dibawah. Tangis Ri Yoon pecah, namun Seung Hyun tidak peduli dan timbul rasa ibanya untuk naik ke atas dan menolong Ji Yong.
Apa daya, petugas keamanan sudah berjaga-jaga di depan pintu.
Ya, ini gedung perkantoran milik keluarga Ji Yong, Seung Ri bebas saja masuk ke sana. Namun terlambat, sistem lift sudah di matikan atas perintah Ji Yong.
Jenny sudah berada di satu lokasi yang sama, dia berlari ke arah Ji Yong dan menariknya kebelakang, mereka jatuh bersama, Ji Yong melindungi kepala belakang Jenny. Tangannya terluka.
Tangis mereka pecah bersamaan.
***
Di suatu ruangan di gedung perkantoran.
Ri Yoon duduk memandang Jenny penuh kebencian.
Ji Yong tidak mau melepaskan genggaman tangannya dari Jenny.
Seung Ri duduk di sebelah Ri Yoon, melirik jijik ke samping kirinya.
Seung Hyun duduk di sisi lain Jenny, menganggap dunia ini sempit dalam hatinya.
“Sekarang semuanya sudah jelas kan? Sepertinya harus ada yang mengalah dengan berbesar hati.” Ujar Seung Ri yang sudah muak dengan hal ini karena dia ikut kesal karena tidak menyangka sang Kakak yang selama ini diserahi tanggung jawab atas Jenny menjadi kekanakan seperti ini.
Ri Yoon memerah, itu mungkin saja air mata buaya. Tidak satu pun hatinya menyukai Ji Yong, dia hanya memanfaatkan Ji Yong untuk bertemu dengan Seung Hyun. Dan tatapan amarahnya memang benar untuk Jenny karena dirinya Seung Hyun bosan dengan Ri Yoon dan mencampakkan begitu saja.
Ri Yoon meninggalkan ruangan, dia tersedu.
Seung Hyun mengikuti Ri Yoon, menurutnya ini terlalu drama!
“Aku tidak menyangka Hyung akan melakukannya, aku kira semua ini lelucon. Dan kini aku tidak lagi bangga, huh kekanakan.” Kesalnya.
Kini mereka hanya tinggal berdua diruangan itu.
Melihat Ji Yong masih mengenakan cincin pertunangan itu, Jenny langsung melepasnya dan melemparkan cincin perak itu jauh ke salah satu sudut ruangan.
Mereka diam namun masih saling bergandengan.
Lucu.
“Maaf.” Ji Yong akhirnya membuka mulut.
“Itu bukan kamu, Oppa. Aku tidak pernah mengenalmu seperti ini.”
“Aku tahu aku salah.”
“Mungkin aku memang..tidak pantas untukmu.” Suara Jenny bergetar, dia berdiri melepaskan genggaman itu.
Namun Ji Yong memeluknya dari belakang, tidak ingin kehilangan dia sekali lagi.
“Aku bodoh!” teriaknya menggema dengan suara yang bergetar.
*
Rumah Jenny kosong, hari ini cerah. Sinar mentari masuk bebas dari jendela kamar Jenny, tunas itu sedang makan. Itulah tanda tanda kehidupan.
Young Bae kembali, dia sudah mendengar kabar siang ini melalui Seung Hyun yang lalu mendatangi bar dimana Young Bae bekerja. Seung Hyun mengatakan akan meneruskan studinya ke luar negeri saja. Itu hanya alasan agar tidak bertemu dengan Jenny.
Dae Sung membawa dua orang pulang, Jenny dan Ji Yong.
“Lain kali jangan melakukan hal bodoh, gara-gara kamu suaraku dibilang buruk oleh adikku sendiri!”
“Maaf.” Ucap Ji Yong sambil membungkukkan badan. Dia merasa amat bersalah.
Jenny ngeloyor ke dapur, membuatkan teh hangat agar perasaan mereka tenang. Young Bae hanya tersenyum lega dari balik lemari kemudian menghilang.
“Kamu masih marah padaku?”
Terdengar bunyi video game dari kamar Dae Sung, setidaknya suasana kini tidak sepi.
Jenny tidak langsung menjawabnya, dia mulai berfikir jernih.
“Aku tidak pernah bisa mearah padamu.”
Ji  Yong memandangi terus wajah kekasihnya itu. “Tapi kamu masih cemberut.”
“Siapa yang tidak khawatir melihatmu berdiri di atas gedung seperti itu? Salah langkah aku akan melihat namamu di nisan!” Jenny membentak. Dia amat takut ketika menarik Ji Yong dari bibir gedung.
Melihat tangan Ji Yong terluka, dia meninggalkan teh yang masih panas di dalam poci keramik, beralih mengambil kotak P3K dan menggiring Ji Yong duduk di sofa.
“Kenapa? Seharusnya biarkan saja kepalaku membentur tanah. Dengan begitu mungkin aku bisa lupa ingatan dengan semua yang telah terjadi.”
Ji Yong menghapus air mata kecil itu.
“Aku sudah berjanji...akan menjagamu dari apa pun.”
Perban putih membalut tangan kanan Ji Yong. Kecupan lembut mendarat di kening Ji Yong.
“Aku tidak mau kamu terluka lagi karena aku.”
Young Bae mencari dvd miliknya yang sempat di pinjam adiknya. Pintu kamar Jenny terbuka dan dvd itu ada di meja kecil Jenny, namun Young Bae tertegun.
***
Empat bulan.
Ri Yoon, tidak ada yang mengerti dengan jalan pikirannya. Dia masih sering mampir mencari Ji Yong namun selalu gagal. Ibu Ji Yong amat tidak menyukai Ri Yoon dan selalu mengusirnya dengan kasar, bagaimanapun naluri seorang Ibu tidak akan bisa ditipu jika ada seseorang yang beniat jahat terhadap anaknya.
Seung Hyun, pergi menuntut ilmu ke luar negeri. Ia bertemu dengan seseorang yang mirip Jenny disana, namun sayang sekali gadis itu meninggal dunia tidak lama setelah bertemu dengan Seung Hyun akibat kanker paru-paru. Gadis itu menitipkan adiknya kepada Seung Hyun.
Young Bae berhenti menjadi bartender, dia kini mulai sibuk dengan debutnya. Melatih muridnya menari dan ia sendiri akan memulai perjalanan hidupnya yang baru, seperti impiannya, menari.
Seung Ri kembali ke Jepang, menyelesaikan akademinya. Dia superstar, sibuk memperdalam ini-itu di akademinya. Dia ingin memperoleh semuanya dengan kerja keras.
Dae Sung, tidak ada yang bisa dilakukannya selain bergaul dengan doraemon. Bahkan dia pindah jurusan kuliah ke bidang seni menggambar. Dia ingin membuat barang-barang rumah tangga dengan desain yang lucu, tentu saja bertemakan doraemon. He’s same as Doraemon.
*
Kamar Jenny dipenuhi mawar pelangi, hampir disetiap sudutnya.
....

Jenny dan Ji Yong.
Yang tampak sejauh ini hanya cincin yang sama melingkar di kedua jari manis mereka.

Finish ~

FF tengah malam -4-

***
Dae Sung hanya bisa duduk diam menemani Jenny dikamarnya. Tidak ada percakapan atau pun sentuhan fisik di antara mereka. Sedangkan hari ini Young Bae benar-benar baru sekali absen mengajar tari di sanggar. Sesuatu sedang terjadi.
Dae Sung memberanikan bertanya sesuatu kepada adiknya, “apa kamu lapar?” 
Jenny menggeleng pelan, matanya menerawang keluar jendela kamarnya.
Dae Sung mencoba membuat adiknya tertawa, setidaknya tersenyum dengan bernyanyi ala bapak-bapak dengan lagu aliran country.
“Sedang apa? Suaramu saat ini terdengar amat buruk.”
“Astaga! Suara sebagus ini kamu bilang buruk?” Dae Sung memegangi dadanya, “..ahh aku....sakit hati!!!” keluhnya dengan mimik wajah yang lucu dan kemudian meninggalkan Jenny.
Apa yang terjadi?
.........
~ Aku kehilangan separuh nyawaku
Aku kehilangan surgaku
Aku kehilangan  semuanya, bahkan diriku sendiri
Secarik kertas menempel di loker sekolah milik Jenny, sebuah puisi dari kekasihnya—hm bukan, mantan kekasihnya, Kwon Ji Yong.
Banyak murid yang membaca itu lalu mulai di sana dan sini, itulah gosip. Namun sebenarnya itu fakta, mereka sudah putus semenjak 3 hari yang lalu. Mengetahui hal ini saat kembali dari Jepang, Seung Ri benar-benar berada di pihak Jenny.
Kertas itu sudah tertempel disana dan di pemilik loker belum membacanya, Seung Ri sudah mengatakan hal ini kepada Jenny, namun Jenny merasa tidak pernah mendengar apa-apa. Bahkan ponselnya di abaikan begitu saja di kamar mandinya, tidak peduli dengan semuanya untuk sementara waktu ini.
Siang ini sudah kelima kalinya Seung Ri menengok sahabat karibnya, keadaanya tetap sama tidak mau makan hanya menghabiskan banyak air dalam beberapa jam kebelakang.
“Seung Ri, aku bingung dengan Jenny.”
Sebenarnya Seung Ri tidak ingin mengatakan hal yang sebenarnya, karena melihat Young Bae Hyung khawatir seperti itu lantas Seung Ri memberitahukan hal yang sebenarnya. Ketika semua masalah jelas, terlihat raut wajah yang miris.
Aku...kenapa aku tidak bisa berfikir? Apakah otakku masih berfungsi?
Tanpa sepengetahuan Seung Ri dan Young Bae, Jenny meninggalkan rumah melalui pintu belakang. Hanya menggunakan t-shirt lengan panjang dengan celana selutut, padahal cuaca diluar sangat dingin dan entah kebal atau memang dia tidak bisa lagi berfikir jernih.
***
Jenny menghentikan mobilnya di dekat rumah Ji Yong, sengaja agar sedikit lebih surprise. Dia membuka pintu mobil dan membuka payung pelanginya, hujan masih lebat.
Tampak seorang laki-laki setengah baya dan Ji Yong di teras, mereka sedang berbincang. Jenny sempat senang karena paman Ji Yong mengunjungi keponakannya itu. Hubungan mereka kurang baik.
Jenny nyaris membuka pintu pagar mewah itu, namun urung.
Payung bercorak pelangi itu terbalik, mobil putih Jenny menerobos hujan lebat. Jarak pandang hanya sekitar 20 meter saja. Seluruh tubuhnya sekejap basah kuyup, siapa pun tidak akan bisa membedakan yang mana air hujan dan yang mana air mata.
Saat Jenny pulang rumah dalam keadaan kosong, berjalan gontai menuju depan pintu rumahnya. Ia masuk hanya untuk mengembalikan kunci mobil, kemudian keluar lagi hujan-hujanan. Daya tahan tubuhnya terlalu kuat untuk pingsan di luar rumah.
Ji Yong ikut basah, ia mencari Jenny bahkan sampai rumahnya. Waktu itu Dae Sung sedang berada dirumah namun Jenny tidak ada disana. Ketidakjujuran dimulai disini, atau mungkin ini semua salah paham namun rupanya tidak.
Ji Yong memang bertemu dengan sang paman, bahkan Ji Yong akan mengenalkan Jenny padanya. Paman Ji Yong menolak dengan segala alasan dan alasan utamanya adalah Lee Ri Yoon, gadis kenalan pamannya di Amerika dan menurutnya Ri Yoon sangat ideal buat keponakannya. Jenny melihatnya, memilih untuk menghindar karena baginya Kwon Ji Yong tak tergantikan—Kwon Ji Yong tidak bisa membuatnya mengubah rasa cinta dan sayang itu menjadi suatu kebencian.
***
Dua bulan.
Jenny tidak mengerti mengapa Ji Yong tidak lagi mengirimi puisi di lokernya. Menghilang, tidak pernah muncul di depan Jenny. Mawar pelangi itu sudah lama mati, namun entahlah Seung Ri sudah mau membuangnya namun selalu saja Jenny melarangnya dan masih merawat tangkai mawar yang sudah kering itu. Dia percaya suatu saat mawar itu bisa kembali mekar disana, karena ia adalah kuncup yang belum sempat mekar.
Ponselnya berdering, nomor asing memanggil.          
“Hallo?”
Kemudian terdengar suara angin, kencang.

to be continue . . .  

tidak ada judul

mendadak semua terasa 'lucu'
 
sudah lama tidak kurasakan
mataku basah
 
seperti sekarang
hanya karena sebuah kalimat,
 
...............
aku menghilang.

no title

...tengah malam
 
aku seorang diri, terluka
kamu tidak mengerti
 
aku peduli