Tittle : FOAM
Cast : Ravi & Hongbin (VIXX) – Jung Ema & Park Rae In (OC)
Genre : Romance & Friendship
Rated : all ages
Author : Ravla
Theme Song :
-
Park Ki
Woong – Baby Why
-
B2St –
Back To You
-
Yang Yo
Seob – Caffeine
-
Eric Nam –
Erase
-
Sistar19 –
Gone Not Around Any Longer
-
Kim Sung
Gyu – I Need You
-
B1A4 – I Won’t
Bad Things, Tried To Walk, Yesterday, Be My Girl, What Do You Want To Do
-
2Yoon –
Nightmare
-
B.A.P –
Rain Sound
-
Secret –
Talk That
-
C-Clown –
Young Love
-
Baek Ji
Young – Hate
-
Nicole
(KARA) – Lost
-------------------------------------------
“Hal ini membuatku gila.....”
Rae In menutup bukunya dan ia
mengambil posisi tidur di atas meja. Pandangannya menerawang jauh keluar
jendela, langit biru itu dan semua awan putih, suara desiran ombak yang
samar-samar terdengar dari kejauhan. Setidaknya membuatnya bisa sedikit rileks.
“Ya~
Rae In!” sahut sebuah suara berat, Ravi. Namun Rae In terlalu malas untuk
menjawabnya. Ia sedang tidak ingin di ganggu, masalah yang ia alami sudah cukup
rumit. “Nanti pulang sekolah, ada waktu sebentar?” tanya Ravi sambil mengambil
kursi dan meletakkannya di samping meja Rae In.
“Mau apa...?” jawabnya lemas.
“Hmm? Kau kenapa? Tidak bersemangat
seperti itu....tidak, aku hanya ingin pulang bersamamu saja, rumah kita kan
searah.”
Rae In memutar bola matanya dan
kemudian menghela napas, “Aku tidak mau dia membuatmu terpojok lagi. Kau tahu
maksudku kan?”
Walaupun Rae In tidak melihat
bagaimana ekspresi Ravi, namun bocah itu terlihat tersenyum getir, “Aku mengerti,
tapi bukankah kalian sedang bertengkar?”
“Aku tidak tahu, tidak mengerti. Dia
marah padaku tanpa sebab, mungkin aku memang berbuat salah, tapi aku masih
tidak mengerti. Aku tidak mungkin melarangmu untuk menemuiku kan? Kita teman,
bahkan aku mengenalmu jauh sebelum aku bertemu dengannya.”
Ravi memutar-mutar bolpoin milik Rae
In, ia merasa sedikit tidak suka jika lelaki itu berbuat seenak hatinya
terhadap sahabatnya. “Lalu, aku harus berhadapan dengannya dan memukulnya? Begitu?”
“Bukan seperti itu, aku hanya butuh
waktu sendirian. Bisa kan? Dan jangan menunggu aku, aku akan pulang telat hari
ini.”
Ravi bangkit dan meninggalkan Rae In
seorang diri, sungguh, dalam hati ia ingin berduel dengan lelaki itu, namun
sepertinya Rae In benar-benar menyayangi orang itu.
Kembali ke Rae In, ia tidak bisa
berhenti memandang langit itu sampai ia menutup mata dan menghirup udara lebih
banyak. Ia merasa lebih baik, namun ia masih terganggu dengan kejadian kemarin
pagi. Saat ia datang ke sekolah dan tiba-tiba saja lelaki itu terlihat begitu
kesal dan tidak mau berbicara dengannya. Rae In berusaha mendekat, namun lelaki
itu tetap diam. Ia tidak mengerti mengapa dua masalah sekaligus datang dan
hinggap di dirinya.
Rae In membuka matanya, meraih
ponselnya dan membuka sebuah pesan lama yang tidak juga terbalaskan sampai hari
ini.
`Kau
kenapa Jung Ema?`
Kemudian ia mematikan ponselnya dan
bangkit dengan lunglai menuju jembatan di depan sekolah, mengamati air biru
yang jernih. Ia juga tidak pernah mengerti mengapa ia bisa bersekolah di
pesisir seperti ini. Dan ia juga tidak mengerti mengapa tidak pernah melihat ikan
berenang di bawah jembatan. Banyak hal ia tidak mengerti. Terlalu banyak.
“Haaaah~~~!!!” ucapnya sambil
bersandar di pinggir jembatan, menengadah ke langit biru. “Aku tidak suka
lautan. Tapi kenapa aku bisa disini sekarang?”
Dari kejauhan, lelaki itu
mengamatinya sambil menghela napas juga. Pandangannya begitu fokus memperhatikan
gerakan-gerakan kecil kekasihnya tersebut. Namun ia ragu, apakah gadis itu juga
menganggapnya seorang kekasih atau hanya sekedar ‘pengganggu’.
***
10 menit berlalu, Rae In masih
memandang jauh keluar jendela. Sementara itu hampir seluruh murid sudah
bergerombol di atas jembatan, mereka tidak sabar ingin pulang dan bertemu orang
tua mereka. Namun tidak dengan gadis ini, ia masih merasa malas untuk bergerak
dari tempat itu.
“Aku tidak ingin pulang!” ucapnya
sambil membenamkan kepala di antara dua kakinya.
“Kau tidak boleh menaikkan kaki
seperti itu, jika ketauan Kepala Sekolah kau akan di beri hukuman!” seru sebuah
suara yang begitu ia rindukan.
Rae In malah membuang pandangan, ia
ikut kesal dengan sikap lelaki itu. Keningnya berkerut, seharusnya ia tidak
boleh kesal, tapi ia tidak bisa mengontrol emosinya.
“Sampai kapan aku harus berdiri
disini? Sebentar lagi sekolah sudah sepi!” seru suara itu lagi, namun Rae In
masih kesal. Ia hanya memandang siswa-siswi yang pulang satu persatu, sampai
akhirnya ia melihat Ravi melambaikan tangan dari bawah dan kemudian berlalu.
Rae In mengubah ekspresinya. `Yaah, aku tidak pernah mengerti mengapa
bocah itu selalu tersenyum dan terlihat selalu riang...mengapa aku tidak bisa
seperti dia?`
“Park Rae In~ mau pulang tidak?”
Gadis itu melirik tajam lelaki itu,
dia tampan namun jarang tersenyum.
“Kau marah padaku? Kenapa?” tanya
Rae In. “Apa aku berbuat hal yang tidak kau sukai?” Rae In kemudian dengan
perlahan mengemasi barangnya. Ia memakai jaketnya dan menggendong tas
ranselnya, berjalan mendekati lelaki 180cm itu.
“Oh yang kemarin...hm, itu...aku
hanya tidak senang melihatmu pulang dengan Ravi. Sepertinya dia senang sekali
mengajakmu pulang bersama, hari ini juga kan? Seharusnya begitu...”
‘PLETAK~~!!’
Rae In memukul kepala lelaki itu
dengan tangannya, “Hanya itu? Cemburu? Huh, aku tidak menyukainya. Dia temanku
dari kecil, rumah kami dekat. Jadi wajar saja kalau aku sering pulang bersama
dengannya! Jangan seperti anak kecil!”
Lelaki itu cukup terkejut mendengar
penjelasan Rae In, hal itu mematahkan anggapannya selama ini.
“Kau kira selama ini kita sedang
apa? Tapi aku tidak pernah mengerti mengapa kau
begitu keras kepala menyukaiku. Dan yang lebih tidak ku mengerti adalah,
mengapa aku bisa begitu sungguh-sungguh menyukaimu? Bahkan aku membatalkan
janji yang sudah ku buat dengan Ravi demi kau! Aku beruntung, Ravi begitu
mengerti aku. Jadi jangan cemburu lagi padanya! Mengerti, Lee Hong Bin?!” ucap
Rae In begitu keras sampai suaranya menggaung di bangunan sekolah, kemudian ia
menuruni tangga dan kembali bersantai di jembatan depan sekolah.
*
Hongbin mengantarkan Rae In sampai
depan rumah, ia merasa tidak enak karena sudah mengira hal yang tidak-tidak
selama ini.
“Kalau begitu aku minta maaf...”
Rae In memandang Hongbin cukup
kesal, “Sudahlah, hhhh~ aku ingin istirahat sekarang. Terima kasih sudah
mengantarkan aku pulang.”
“Hmm, Rae In,....kau masih kesal
padaku...? Aku benar-benar bodoh, tidak mempercayaimu...aku malah lebih yakin
saat mendengar anak-anak itu..”
Rae In berbalik dan membuat dirinya
sebaik mungkin saat ini, “Tidak apa-apa Hongbin-a, aku mengerti bagaimana
perasaanmu. Aku juga akan lebih berhati-hati lain kali. Tenang saja..mulai hari
ini dan seterusnya kau saja ya yang mengantarkan aku pulang. Aku senang.”
Hongbin tersenyum dan mengusap
lembut kepala Rae In dan berpamitan pulang.
Namun tidak selesai sampai disini...
***
Ia harus terbangun kurang dari 6 jam
lagi, namun matanya masih terbelalak dengan segar bugar, ia bingung memikirkan
sahabat barunya. Yang menghilang begitu
saja tanpa kabar apapun.
“Jika aku bertemu dengannya aku
berjanji akan menghajarnya habis-habisan.” Ucap Rae In begitu nampak kesal.
Ia mencoba menutup mata, dan gagal. Ia
mengubah posisi tidurnya, namun tak terlelap juga. Tak terasa pagi sudah
menghampiri.
“Aku harus ke sekolah dengan kondisi
seperti ini?” Rae In bangkit dan membersihkan diri, ia memakai seragamnya dan
sarapan seadanya. Memakai sepatu dan mulai menenteng tasnya, “Kurasa hari ini
akan begitu dingin.” Dan Rae In meraih mantelnya dan berangkat ke sekolah 15
menit lebih pagi dari biasanya.
“Rae In?” sapa Ravi yang pagi itu
sedang sibuk bermain-main dengan skateboardnya. “Tidak biasanya aku melihatmu
berangkat sepagi ini? Ada apa? Apa kau belum mengerjakan tugas?”
Rae In menggeleng dan merapatkan
jaketnya, “Tidak, aku tidak tidur semalaman. Entahlah mungkin penyakitku sedang
kambuh.”
“EH? Kau tidak akan bisa belajar
dengan kondisi seperti itu!” ujar Ravi sambil menghentikan skateboardnya, “Pulanglah!
Aku yang akan membuatkan surat ijin untukmu!”
Rae In menggeleng dan tetap
melanjutkan langkahnya, “Ravi, aku tidak apa-apa...aku tidak mengantuk sama
sekali...”
“Tapi nanti kau pasti akan
mengantuk! Pulanglah!”
“Aku tidak mau!” ujar Rae In sedikit
berteriak, “Maaf, maksudku aku akan bisa menerima pelajaran, tenang saja!”
Ravi terbengong-bengong melihat
sahabatnya menjadi aneh belakangan ini. Pasalnya, Rae In tidak menceritakan
perihal Jung Ema kepada Ravi.
*
Begitu datang ke sekolah, Hongbin
tidak masuk ke kelasnya. Dia langsung menemui Rae In yang terlihat begitu
kacau.
“Apa yang kau lakukan dengan kondisi
yang seperti itu Park Rae In?!” hentakan itu membuat Rae In terkejut. “Kenapa
kau tidak mendengarkan Ravi!”
Rae In tampak bingung, “Ravi
menceritakannya padamu?”
“Aku berterima kasih padanya karena
jika tidak, kau sendiri yang akan terkena masalah, cepat aku akan mengantarmu
pulang.”
Rae In memandang Hongbin dengan mata
yang sudah tidak fokus, Hongbin tahu benar gadis itu sedang mengantuk berat. “Aku
tidak apa-apa...sungguh...” ucap gadis itu sambil terus merapikan peralatan
tulisnya.
Hongbin meletakkan surat di atas
meja guru dan mengantarkan Rae In pulang. Gadis itu benar-benar tidak bisa
menahan kantuknya, begitu sampai rumah ia langsung terlelap di sofa.
“Lho? Ada apa ini?” tanya Kakak
laki-laki Rae In.
“Em..Hyung....Rae In sedang tidak
enak badan, aku mengantarkannya pulang...aku sudah menulis surat ijin sakit ke
guru.”
“Benarkah? Oh kalau begitu terima
kasih, siapa namamu?”
“Lee Hong Bin.” Ucapnya sambil
membungkuk sopan.
“AH! Hongbin-a....Rae In sering
menceritakan dirimu. Kalau begitu kemarilah lagi selepas pulang sekolah nanti. Mau
kan?”
Hongbin mengangguk dan kemudian
kembali ke sekolah.
***
Lelaki itu tampak sibuk membereskan
buku-bukunya dan bergegas keluar kelas paling pertama.
“Hongbin-ssi!” seru sebuah suara
yang membuatnya berbalik. “Tunggu! Apa kau akan kerumah Rae In?”
Hongbin hanya menggangguk, “Waeyo?”
Ravi terlihat tersenyum getir, “Aniya,
bisa tolong sampaikan salam? Aku mendadak harus mengikuti pertukaran pelajar
selama seminggu dan harus berkemas siang ini juga, jadi aku tidak punya waktu
untuk menjenguknya...”
“Ok, nanti akan aku sampaikan. Jangan
lupa untuk mengiriminya pesan juga! Ah, terima kasih juga sudah memberitahukan
keadaannya pagi tadi.” Ucap Hongbin sambil menepuk bahu Ravi. Kemudian ia
berlalu.
***
“I HATE YOU! GO AWAY!” terdengar
suara teriakan gadis itu dari dalam kamar. Sepertinya Rae In sedang kesal.
“Rae In! Mianhae! Aku tidak
bermaksud membuatmu kesal! Aku juga tidak tahu jika kau mencariku sampai
seperti itu! Jeongmal, mianhae!”
Hongbin yang datang tidak lama
setelah itu hanya bingung melihat keadaan yang seperti itu sampai akhirnya
Kakak Rae In menjelaskan keadaan yang sebenarnya.
‘TOK TOK’
“Rae In-a, buka pintunya...ini aku,
Hongbin.”
“Sedang apa kau disini?” suara itu
terdengar melunak. “Aku tidak akan keluar sebelum orang itu pergi!”
Hongbin tampak bingung, kemudian ia
menyuruh orang itu pergi sejenak sampai keadaan menenang, namun rupanya orang
itu tidak mau pergi sebelum bertemu langsung dengan Rae In.
“Aku tidak bisa, aku harus bertemu
dengannya dulu!” bisiknya kepada Hongbin. “Aku akan diam dan aku mohon buat dia
keluar dari kamar.”
Hongbin hanya mengangguk dan merayu
kekasihnya agar mau keluar dari kamar. Setelah beberapa menit, pintu itu
terbuka dan ternyata gadis itu sedang terisak. Hongbin mencoba menenangkannya
dan memeluknya. “Ada apa...kenapa kau menangis? Rae In...apa yang tidak kau
ceritakan padaku...?”
Namun orang itu muncul lagi dan
meraih tangan Rae In, “Ku mohon, maafkan aku! Aku tidak bermaksud tidak
mengabarimu!”
Rae In kembali terlihat kesal
kemudian ia mencengkram leher orang itu dan membuatnya terhuyung kesana kemari.
“Kenapa kau tiba-tiba muncul di hadapanku?! Tidak kah kau tahu aku begitu
mengkhawatirkanmu?!”
“Rae In! Lepaskan, lepaskan!” ucap
Hongbin mencoba menarik tangan Rae In dari leher orang itu. “Sudahlah, kau bisa
membahas hal ini dengan cara baik-baik!”
“JUNG EMA!!!!” teriak Rae In begitu
kesal sampai terengah-engah. “BABO! NEO BABOYA! NAPPEUN YEOJA!!” seraya
melemparkan boneka-boneka bantal yang
tergeletak di sudut ruangan.
“Park Rae In, sudahlah! Yang penting
aku kan sudah disini sekarang!”
Rae In menghentikannya dan menghapus
air matanya dengan punggung tangan. “HHHHH~...” ia menghela napas kemudian
pergi ke dapur untuk menenggak segelas air.
“Rae In, dia siapa?” tanya Hongbin
yang juga menyusulnya ke dapur.
“Dia temanku, tapi beberapa hari
belakangan dia tiba-tiba tidak ada kabar, aku khawatir sekali. Semua pesanku
dan panggilan dariku tidak di gubris sama sekali.”
Hongbin memandang Jung Ema yang
terlihat sedikit gugup dengan kejadian barusan, “Berapa lama dia menghilang?”
“Hampir 2 minggu. Aku tidak bisa
seperti itu...aku mudah khawatir akan sesuatu...hanya saja aku tidak sempat
menceritakan padamu, juga Ravi.”
“Kalau aku yang menghilang, apa kau
juga akan bersikap seperti itu padaku? Apa kau akan mengkhawatirkanku? Apa kau
akan melempar bantal kepadaku juga?”
Rae In menatap Hongbin sejenak,
kemudian ia tersenyum, “Aku akan melemparimu dengan kacang tanah.” Kemudian ia
sedikit berjinjit untuk membelai kepala Hongbin.
***
“Park Rae In! Ucapkanlah sesuatu!”
pinta Jung Ema kemudian.
“Aku harus apa? Kau sendiri yang
katakan, aku sekarang sudah disini. Lalu
aku harus apa? Aku membencimu!”
Jung Ema memajukan bibirnya, tapi di
sisi lain dia juga merasa bersalah dan sama sekali tidak menyangka jika reaksi
yang ia dapatkan begitu diluar dugaan. “Aku berjanji lain kali aku tidak akan
seperti itu lagi. OK?”
“Hhh! Jangan berjanji, aku tidak mau
kecewa lagi. Setidaknya kau bisa mengucapkan itu pada dirimu atau di dalam hati
saja. Aku sudah letih menerima janji begitu banyak namun tidak pernah ada yang
menjadi kenyataan. Mengertilah...”
“Arraseo! Aku minta maaf lagi kalau
begitu. Tapi ngomong-ngomong yang tadi siang ke sini wajahnya tampan
sekali...siapa dia?”
Aku hanya
bisa tersipu malu. Dia menanyakan tentang Hongbin padaku malam ini.
***
Tidurku benar-benar
nyenyak semalam. Jung Ema menginap dirumahku dan mengantarkan aku ke sekolah
pagi ini. Namun aku cukup sedih karena tidak bisa berbagi perasaan yang meluap
ini kepada Ravi. Kemarin Hongbin memberitahuku jika seminggu ke depan aku tidak
bisa bertemu Ravi. Namun beberapa menit yang lalu ia mengirimkan sebuah pesan
kepadaku, entahlah...Ravi selalu bisa membuatku berfikir positif dari
sebelumnya.
``Are you
happy? You should be....`` -RAVI
Rasanya
seperti sedang bermain dengan busa. Mungkin awan di langit seperti busa, putih
dan meluap, seperti luapan rasa lega dan bahagia yang tercampur menjadi satu
seperti saat ini.
T A M A T
Tidak ada komentar:
Posting Komentar