Jumat, 23 Agustus 2013

FOAM (oneshot)


Tittle : FOAM

Cast : Ravi & Hongbin (VIXX)Jung Ema & Park Rae In (OC)

Genre : Romance & Friendship

Rated : all ages

Author : Ravla

Theme Song : 

-       Park Ki Woong – Baby Why
-       B2St – Back To You
-       Yang Yo Seob – Caffeine
-       Eric Nam – Erase
-       Sistar19 – Gone Not Around Any  Longer
-       Kim Sung Gyu – I Need You
-       B1A4 – I Won’t Bad Things, Tried To Walk, Yesterday, Be My Girl, What Do You Want To Do
-       2Yoon – Nightmare
-       B.A.P – Rain Sound
-       Secret – Talk That
-       C-Clown – Young Love
-       Baek Ji Young – Hate
-       Nicole (KARA) – Lost

-------------------------------------------

“Hal ini membuatku gila.....”

Rae In menutup bukunya dan ia mengambil posisi tidur di atas meja. Pandangannya menerawang jauh keluar jendela, langit biru itu dan semua awan putih, suara desiran ombak yang samar-samar terdengar dari kejauhan. Setidaknya membuatnya bisa sedikit rileks.

Ya~ Rae In!” sahut sebuah suara berat, Ravi. Namun Rae In terlalu malas untuk menjawabnya. Ia sedang tidak ingin di ganggu, masalah yang ia alami sudah cukup rumit. “Nanti pulang sekolah, ada waktu sebentar?” tanya Ravi sambil mengambil kursi dan meletakkannya di samping meja Rae In.

“Mau apa...?” jawabnya lemas.

“Hmm? Kau kenapa? Tidak bersemangat seperti itu....tidak, aku hanya ingin pulang bersamamu saja, rumah kita kan searah.”

Rae In memutar bola matanya dan kemudian menghela napas, “Aku tidak mau dia membuatmu terpojok lagi. Kau tahu maksudku kan?”

Walaupun Rae In tidak melihat bagaimana ekspresi Ravi, namun bocah itu terlihat tersenyum getir, “Aku mengerti, tapi bukankah kalian sedang bertengkar?”

“Aku tidak tahu, tidak mengerti. Dia marah padaku tanpa sebab, mungkin aku memang berbuat salah, tapi aku masih tidak mengerti. Aku tidak mungkin melarangmu untuk menemuiku kan? Kita teman, bahkan aku mengenalmu jauh sebelum aku bertemu dengannya.”

Ravi memutar-mutar bolpoin milik Rae In, ia merasa sedikit tidak suka jika lelaki itu berbuat seenak hatinya terhadap sahabatnya. “Lalu, aku harus berhadapan dengannya dan memukulnya? Begitu?”

“Bukan seperti itu, aku hanya butuh waktu sendirian. Bisa kan? Dan jangan menunggu aku, aku akan pulang telat hari ini.”

Ravi bangkit dan meninggalkan Rae In seorang diri, sungguh, dalam hati ia ingin berduel dengan lelaki itu, namun sepertinya Rae In benar-benar menyayangi orang itu.

Kembali ke Rae In, ia tidak bisa berhenti memandang langit itu sampai ia menutup mata dan menghirup udara lebih banyak. Ia merasa lebih baik, namun ia masih terganggu dengan kejadian kemarin pagi. Saat ia datang ke sekolah dan tiba-tiba saja lelaki itu terlihat begitu kesal dan tidak mau berbicara dengannya. Rae In berusaha mendekat, namun lelaki itu tetap diam. Ia tidak mengerti mengapa dua masalah sekaligus datang dan hinggap di dirinya.

Rae In membuka matanya, meraih ponselnya dan membuka sebuah pesan lama yang tidak juga terbalaskan sampai hari ini.

`Kau kenapa Jung Ema?`

Kemudian ia mematikan ponselnya dan bangkit dengan lunglai menuju jembatan di depan sekolah, mengamati air biru yang jernih. Ia juga tidak pernah mengerti mengapa ia bisa bersekolah di pesisir seperti ini. Dan ia juga tidak mengerti mengapa tidak pernah melihat ikan berenang di bawah jembatan. Banyak hal ia tidak mengerti. Terlalu banyak.

“Haaaah~~~!!!” ucapnya sambil bersandar di pinggir jembatan, menengadah ke langit biru. “Aku tidak suka lautan. Tapi kenapa aku bisa disini sekarang?”

Dari kejauhan, lelaki itu mengamatinya sambil menghela napas juga. Pandangannya begitu fokus memperhatikan gerakan-gerakan kecil kekasihnya tersebut. Namun ia ragu, apakah gadis itu juga menganggapnya seorang kekasih atau hanya sekedar ‘pengganggu’.

***


10 menit berlalu, Rae In masih memandang jauh keluar jendela. Sementara itu hampir seluruh murid sudah bergerombol di atas jembatan, mereka tidak sabar ingin pulang dan bertemu orang tua mereka. Namun tidak dengan gadis ini, ia masih merasa malas untuk bergerak dari tempat itu.

“Aku tidak ingin pulang!” ucapnya sambil membenamkan kepala di antara dua kakinya.

“Kau tidak boleh menaikkan kaki seperti itu, jika ketauan Kepala Sekolah kau akan di beri hukuman!” seru sebuah suara yang  begitu ia rindukan.

Rae In malah membuang pandangan, ia ikut kesal dengan sikap lelaki itu. Keningnya berkerut, seharusnya ia tidak boleh kesal, tapi ia tidak bisa mengontrol emosinya.

“Sampai kapan aku harus berdiri disini? Sebentar lagi sekolah sudah sepi!” seru suara itu lagi, namun Rae In masih kesal. Ia hanya memandang siswa-siswi yang pulang satu persatu, sampai akhirnya ia melihat Ravi melambaikan tangan dari bawah dan kemudian berlalu.

Rae In mengubah ekspresinya. `Yaah, aku tidak pernah mengerti mengapa bocah itu selalu tersenyum dan terlihat selalu riang...mengapa aku tidak bisa seperti dia?`

“Park Rae In~ mau pulang tidak?”

Gadis itu melirik tajam lelaki itu, dia tampan namun jarang tersenyum.

“Kau marah padaku? Kenapa?” tanya Rae In. “Apa aku berbuat hal yang tidak kau sukai?” Rae In kemudian dengan perlahan mengemasi barangnya. Ia memakai jaketnya dan menggendong tas ranselnya, berjalan mendekati lelaki 180cm itu.

“Oh yang kemarin...hm, itu...aku hanya tidak senang melihatmu pulang dengan Ravi. Sepertinya dia senang sekali mengajakmu pulang bersama, hari ini juga kan? Seharusnya begitu...”

‘PLETAK~~!!’

Rae In memukul kepala lelaki itu dengan tangannya, “Hanya itu? Cemburu? Huh, aku tidak menyukainya. Dia temanku dari kecil, rumah kami dekat. Jadi wajar saja kalau aku sering pulang bersama dengannya! Jangan seperti anak kecil!”

Lelaki itu cukup terkejut mendengar penjelasan Rae In, hal itu mematahkan anggapannya selama ini.

“Kau kira selama ini kita sedang apa? Tapi aku tidak pernah mengerti mengapa kau  begitu keras kepala menyukaiku. Dan yang lebih tidak ku mengerti adalah, mengapa aku bisa begitu sungguh-sungguh menyukaimu? Bahkan aku membatalkan janji yang sudah ku buat dengan Ravi demi kau! Aku beruntung, Ravi begitu mengerti aku. Jadi jangan cemburu lagi padanya! Mengerti, Lee Hong Bin?!” ucap Rae In begitu keras sampai suaranya menggaung di bangunan sekolah, kemudian ia menuruni tangga dan kembali bersantai di jembatan depan sekolah.

*

Hongbin mengantarkan Rae In sampai depan rumah, ia merasa tidak enak karena sudah mengira hal yang tidak-tidak selama ini.

“Kalau begitu aku minta maaf...”

Rae In memandang Hongbin cukup kesal, “Sudahlah, hhhh~ aku ingin istirahat sekarang. Terima kasih sudah mengantarkan aku pulang.”

“Hmm, Rae In,....kau masih kesal padaku...? Aku benar-benar bodoh, tidak mempercayaimu...aku malah lebih yakin saat mendengar anak-anak itu..”

Rae In berbalik dan membuat dirinya sebaik mungkin saat ini, “Tidak apa-apa Hongbin-a, aku mengerti bagaimana perasaanmu. Aku juga akan lebih berhati-hati lain kali. Tenang saja..mulai hari ini dan seterusnya kau saja ya yang mengantarkan aku pulang. Aku senang.”

Hongbin tersenyum dan mengusap lembut kepala Rae In dan berpamitan pulang.

Namun tidak selesai sampai disini...

***

Ia harus terbangun kurang dari 6 jam lagi, namun matanya masih terbelalak dengan segar bugar, ia bingung memikirkan sahabat barunya. Yang menghilang  begitu saja tanpa kabar apapun.

“Jika aku bertemu dengannya aku berjanji akan menghajarnya habis-habisan.” Ucap Rae In begitu nampak kesal.

Ia mencoba menutup mata, dan gagal. Ia mengubah posisi tidurnya, namun tak terlelap juga. Tak terasa pagi sudah menghampiri.

“Aku harus ke sekolah dengan kondisi seperti ini?” Rae In bangkit dan membersihkan diri, ia memakai seragamnya dan sarapan seadanya. Memakai sepatu dan mulai menenteng tasnya, “Kurasa hari ini akan begitu dingin.” Dan Rae In meraih mantelnya dan berangkat ke sekolah 15 menit lebih pagi dari biasanya.

“Rae In?” sapa Ravi yang pagi itu sedang sibuk bermain-main dengan skateboardnya. “Tidak biasanya aku melihatmu berangkat sepagi ini? Ada apa? Apa kau belum mengerjakan tugas?”

Rae In menggeleng dan merapatkan jaketnya, “Tidak, aku tidak tidur semalaman. Entahlah mungkin penyakitku sedang kambuh.”

“EH? Kau tidak akan bisa belajar dengan kondisi seperti itu!” ujar Ravi sambil menghentikan skateboardnya, “Pulanglah! Aku yang akan membuatkan surat ijin untukmu!”

Rae In menggeleng dan tetap melanjutkan langkahnya, “Ravi, aku tidak apa-apa...aku tidak mengantuk sama sekali...”

“Tapi nanti kau pasti akan mengantuk! Pulanglah!”

“Aku tidak mau!” ujar Rae In sedikit berteriak, “Maaf, maksudku aku akan bisa menerima pelajaran, tenang saja!”

Ravi terbengong-bengong melihat sahabatnya menjadi aneh belakangan ini. Pasalnya, Rae In tidak menceritakan perihal Jung Ema kepada Ravi.

*

Begitu datang ke sekolah, Hongbin tidak masuk ke kelasnya. Dia langsung menemui Rae In yang terlihat begitu kacau.

“Apa yang kau lakukan dengan kondisi yang seperti itu Park Rae In?!” hentakan itu membuat Rae In terkejut. “Kenapa kau tidak mendengarkan Ravi!”

Rae In tampak bingung, “Ravi menceritakannya padamu?”

“Aku berterima kasih padanya karena jika tidak, kau sendiri yang akan terkena masalah, cepat aku akan mengantarmu pulang.”

Rae In memandang Hongbin dengan mata yang sudah tidak fokus, Hongbin tahu benar gadis itu sedang mengantuk berat. “Aku tidak apa-apa...sungguh...” ucap gadis itu sambil terus merapikan peralatan tulisnya.

Hongbin meletakkan surat di atas meja guru dan mengantarkan Rae In pulang. Gadis itu benar-benar tidak bisa menahan kantuknya, begitu sampai rumah ia langsung terlelap di sofa.

“Lho? Ada apa ini?” tanya Kakak laki-laki Rae In.

“Em..Hyung....Rae In sedang tidak enak badan, aku mengantarkannya pulang...aku sudah menulis surat ijin sakit ke guru.”

“Benarkah? Oh kalau begitu terima kasih, siapa namamu?”

“Lee Hong Bin.” Ucapnya sambil membungkuk sopan.

“AH! Hongbin-a....Rae In sering menceritakan dirimu. Kalau begitu kemarilah lagi selepas pulang sekolah nanti. Mau kan?”

Hongbin mengangguk dan kemudian kembali ke sekolah.

***

Lelaki itu tampak sibuk membereskan buku-bukunya dan bergegas keluar kelas paling pertama.

“Hongbin-ssi!” seru sebuah suara yang membuatnya berbalik. “Tunggu! Apa kau akan kerumah Rae In?”

Hongbin hanya menggangguk, “Waeyo?”

Ravi terlihat tersenyum getir, “Aniya, bisa tolong sampaikan salam? Aku mendadak harus mengikuti pertukaran pelajar selama seminggu dan harus berkemas siang ini juga, jadi aku tidak punya waktu untuk menjenguknya...”

“Ok, nanti akan aku sampaikan. Jangan lupa untuk mengiriminya pesan juga! Ah, terima kasih juga sudah memberitahukan keadaannya pagi tadi.” Ucap Hongbin sambil menepuk bahu Ravi. Kemudian ia berlalu.

***

“I HATE YOU! GO AWAY!” terdengar suara teriakan gadis itu dari dalam kamar. Sepertinya Rae In sedang kesal.

“Rae In! Mianhae! Aku tidak bermaksud membuatmu kesal! Aku juga tidak tahu jika kau mencariku sampai seperti itu! Jeongmal, mianhae!”

Hongbin yang datang tidak lama setelah itu hanya bingung melihat keadaan yang seperti itu sampai akhirnya Kakak Rae In menjelaskan keadaan yang sebenarnya.

‘TOK TOK’

“Rae In-a, buka pintunya...ini aku, Hongbin.”

“Sedang apa kau disini?” suara itu terdengar melunak. “Aku tidak akan keluar sebelum orang itu pergi!”

Hongbin tampak bingung, kemudian ia menyuruh orang itu pergi sejenak sampai keadaan menenang, namun rupanya orang itu tidak mau pergi sebelum bertemu langsung dengan Rae In.

“Aku tidak bisa, aku harus bertemu dengannya dulu!” bisiknya kepada Hongbin. “Aku akan diam dan aku mohon buat dia keluar dari kamar.”

Hongbin hanya mengangguk dan merayu kekasihnya agar mau keluar dari kamar. Setelah beberapa menit, pintu itu terbuka dan ternyata gadis itu sedang terisak. Hongbin mencoba menenangkannya dan memeluknya. “Ada apa...kenapa kau menangis? Rae In...apa yang tidak kau ceritakan padaku...?”

Namun orang itu muncul lagi dan meraih tangan Rae In, “Ku mohon, maafkan aku! Aku tidak bermaksud tidak mengabarimu!”

Rae In kembali terlihat kesal kemudian ia mencengkram leher orang itu dan membuatnya terhuyung kesana kemari. “Kenapa kau tiba-tiba muncul di hadapanku?! Tidak kah kau tahu aku begitu mengkhawatirkanmu?!”

“Rae In! Lepaskan, lepaskan!” ucap Hongbin mencoba menarik tangan Rae In dari leher orang itu. “Sudahlah, kau bisa membahas hal ini dengan cara baik-baik!”

“JUNG EMA!!!!” teriak Rae In begitu kesal sampai terengah-engah. “BABO! NEO BABOYA! NAPPEUN YEOJA!!” seraya melemparkan boneka-boneka bantal  yang tergeletak di sudut ruangan.

“Park Rae In, sudahlah! Yang penting aku  kan sudah disini sekarang!”

Rae In menghentikannya dan menghapus air matanya dengan punggung tangan. “HHHHH~...” ia menghela napas kemudian pergi ke dapur untuk menenggak segelas air.

“Rae In, dia siapa?” tanya Hongbin yang juga menyusulnya ke dapur.

“Dia temanku, tapi beberapa hari belakangan dia tiba-tiba tidak ada kabar, aku khawatir sekali. Semua pesanku dan panggilan dariku tidak di gubris sama sekali.”

Hongbin memandang Jung Ema yang terlihat sedikit gugup dengan kejadian barusan, “Berapa lama dia menghilang?”

“Hampir 2 minggu. Aku tidak bisa seperti itu...aku mudah khawatir akan sesuatu...hanya saja aku tidak sempat menceritakan padamu, juga Ravi.”

“Kalau aku yang menghilang, apa kau juga akan bersikap seperti itu padaku? Apa kau akan mengkhawatirkanku? Apa kau akan melempar bantal kepadaku juga?”

Rae In menatap Hongbin sejenak, kemudian ia tersenyum, “Aku akan melemparimu dengan kacang tanah.” Kemudian ia sedikit berjinjit untuk membelai kepala Hongbin.

***

“Park Rae In! Ucapkanlah sesuatu!” pinta Jung Ema kemudian.

“Aku harus apa? Kau sendiri yang katakan, aku sekarang sudah disini. Lalu aku harus apa? Aku membencimu!”

Jung Ema memajukan bibirnya, tapi di sisi lain dia juga merasa bersalah dan sama sekali tidak menyangka jika reaksi yang ia dapatkan begitu diluar dugaan. “Aku berjanji lain kali aku tidak akan seperti itu lagi. OK?”

“Hhh! Jangan berjanji, aku tidak mau kecewa lagi. Setidaknya kau bisa mengucapkan itu pada dirimu atau di dalam hati saja. Aku sudah letih menerima janji begitu banyak namun tidak pernah ada yang menjadi kenyataan. Mengertilah...”

“Arraseo! Aku minta maaf lagi kalau begitu. Tapi ngomong-ngomong yang tadi siang ke sini wajahnya tampan sekali...siapa dia?”

Aku hanya bisa tersipu malu. Dia menanyakan tentang Hongbin padaku malam ini.

***

Tidurku benar-benar nyenyak semalam. Jung Ema menginap dirumahku dan mengantarkan aku ke sekolah pagi ini. Namun aku cukup sedih karena tidak bisa berbagi perasaan yang meluap ini kepada Ravi. Kemarin Hongbin memberitahuku jika seminggu ke depan aku tidak bisa bertemu Ravi. Namun beberapa menit yang lalu ia mengirimkan sebuah pesan kepadaku, entahlah...Ravi selalu bisa membuatku berfikir positif dari sebelumnya.

``Are you happy? You should be....`` -RAVI

Rasanya seperti sedang bermain dengan busa. Mungkin awan di langit seperti busa, putih dan meluap, seperti luapan rasa lega dan bahagia yang tercampur menjadi satu seperti saat ini.



T A M A T

Tidak ada komentar:

Posting Komentar