At a Time
RaeIn’s scene
Disaat seperti ini bocah itu malah menepati janjinya. Si Kim Sangbeom itu tidak menampakkan batang hidungnya sedikitpun di hadapanku sejak malam itu ia memintaku bercerita soal Hongki oppa. Oke, dia benar-benar jantan! Dan aku tak perlu lagi berteriak-teriak untuk mengusirnya sekarang.
Tapi percaya atau tidak, rasanya jadi sepi setelah si Kimbeom itu menghilang. Masih sering terdengar suaranya berteriak memanggilku “RaeIn-yang!” namun ternyata tak seorangpun di sekitarku yang memanggilku saat itu. Oke, ternyata aku mulai terbiasa dengan bocah itu, dan kini.. bagaimana mengatakannya. Aku merasa kehilangan? Ah, tidak mungkin. Haha.. pasti tidak mungkin!
Aku hanya ingin tahu, mengapa kemarin ia datang mengunjungi Hongki. Itu saja. Tidak lebih.
RaeIn’s scene END
***
“RaeIn-a!” seseorang memanggil RaeIn seraya menggoncangkan tubuhnya yang tengah terlelap di tengah banyak orang yang sedang mempersiapkan pameran mereka yang akan diselenggarakan 5 hari lagi. “RaeIn-a!”
“Wae.. Geunseok-a?” katanya. Raut wajahnya nampak sedikit kecewa melihat siapa yang membangunkannya. Jang Geunseok. RaeIn mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Semua teman dan panitia tengah sibuk, tapi dia malah tertidur di salah satu sudut ruangan. Dan Geunseok kini membangunkannya. RaeIn bangun, merapikan rambut dan bajunya. “Bagaimana kau bisa disini?” katanya pada Geunseok yang notabene bukan mahasiswa di kampusnya.
“Aku hanya mencarimu! Dan mereka menyuruhku membangunkanmu! Kau pasti lelah ya? Sampai mukamu kesal begitu..” jawabnya jujur.
RaeIn merapikan barang-barangnya dan mulai mengerjakan karyanya yang akan dipamerkan. Karya yang sudah 85% jadi. “Aku kesal bukan karena kau! Ini karena orang itu!” jawab RaeIn random.
“Orang itu?”
“Ah, maaf! Aku belum pernah menceritakannya padamu ya?” RaeIn menghentikan aktifitasnya sejenak, dan memulainya lagi sambil menceritakan soal orang itu. Kimbeom. “Namanya Kimbeom. Dia terus mengikutiku sebulan terakhir ini sampai aku sebal!” RaeIn memulai, namun tangannya tak berhenti bekerja. Sedangkan Geunseok hanya berdiri di sampingnya sambil mendengarkan apa yang RaeIn katakan. “Tapi kemarin ia berjanji untuk tidak mengikutiku setelah bertanya soal Hongki-oppa. Entah bagaimana ia bisa tahu tentang oppa! Tapi aku tidak habis pikir..” RaeIn menggantung kalimatnya sendiri, kemudian menghela nafas. “Ia malah mengunjungi Hongki oppa kemarin! Buat apa coba? Apa dia ingin menarik perhatianku lagi??”
RaeIn masih mengomel meski Geunseok kini tampak sudah tidak tertarik lagi dengan apa yang dibicarakan RaeIn. Ia tertegun, melihat ke arah lukisan RaeIn, namun nyawanya tidak benar-benar berada disana. Tatapannya kosong.
“Geunseok-a! Gwaenchana??” RaeIn mengaburkan lamunan anak laki-laki itu.
Geunseok tampak gelagapan.”Umh.. ohh.. iya!” jawabnya.
“Ngomong-ngomong, kenapa kau kesini? Ada yang ingin kau sampaikan padaku?” tanya RaeIn menyadari untuk apa sebenarnya Gaeunseok datang menemuinya di kampus.
“Ah.. umh.. ahniyo~! Hanya ingin melihat-lihat saja..” jawab Geunseok dengan senyum di wajahnya.
“Ah.. keurae~?”
Geunseok mengangguk. Meski sebenarnya bukan itu yang ingin ia lakukan setelah jauh-jauh datang kesana.
***
Geunseok’s scene
Bisa ku tebak, si Kimbeom itu yang akhir-akhir ini membuatnya tampak bahagia, meski ia tidak mau mengakuinya, tapi aku bisa tahu. Aku sudah berteman dengannya sangat lama, aku sudah tahu kebiasaannya, termasuk saat ia senang karena seseorang menyukainya. Heheh.. RaeIn-a..
Sebenarnya aku datang hanya untuk bilang, kemarin aku jadi datang mengunjungi Hongki untuk menggantikannya, setelah aku meminta ijin boss ku sebentar dan kembali lagi setelah kurasa cukup untuk mengunjunginya. Tapi RaeIn bilang, Kimbeom datang untuk mengunjungi Hongki. Kepalanya memang sudah penuh dengan orang itu, percaya atau tidak. Sedikit demi sedikit ia akan menyukainya.
Hari ini aku datang lagi setelah kemarin aku datang ke kampus RaeIn. Sepertinya ia masih sibuk dengan persiapan pamerannya. Meskipun aku masih sedikit kesal setelah mendengar ceritanya, tapi sudahlah, itu tak perlu lagi. Lebih baik aku datang untuk menghibur Hongki lagi. Akhirnya aku bisa melakukannya.
“Hongki-ya~! Aku datang lagi!” seruku seraya masuk kedalam kamarnya. Hongki tengah mendengarkan lagu lewat headphonenya. Pasti ia tidak bisa mendengarku. Kulepaskan headphone dari telinganya. “Ya~! Nan wasseoyo!”
“Nuguseyo??” ia berseru kaget. Apa dia lupa aku yang kemarin datang?
“Geunseok ieyo~! Kau lupa?” jawabku.
“Ah! Yang kemarin menggantikan RaeIn?” katanya. Aku mengiyakan. “Kenapa kau lagi?” katanya.
“Aigoo~ jangan kecewa begitu donk! RaeIn kan sedang sibuk! Makanya aku yang datang.” Jawabku jujur. Aku mengambil kursi roda Hongki yang dilipat di samping lemari kecil, kemudian membukanya. “Kita keluar yuk! Di luar udaranya segar!” ajakku. Hongki mengiyakan saja apa yang ku katakan. Setelah membantunya berpindah ke kursi rodanya, aku bergegas keluar. Kami berhenti di salah satu sudut taman. Di sebuah bangku di bawah pohon rindang. Tidak ada yang kami bicarakan sampai beberapa menit kemudian Hongki menghela nafasnya.
“Waeyo?” tanyaku.
Ia menggeleng. “Ahniyo~!” jawabnya pendek. “Gara-gara kau yang datang jadi tak ada topik yang bisa dibicarakan!” tambahnya. Aku terkekeh. “Kenapa kau ketawa? Memang lucu ya? Aku tidak ingat dulu pernah kenal denganmu! Aish!! Amnesia itu menyebalkan!!” Hongki ngamuk-ngamuk sendiri.
Padahal dulu kami teman baik sejak di bangku SMP. Hongki adalah teman sekelasku, dan RaeIn adik kelas kami, tapi sudah mengenalku sejak kecil. Makanya ia tak pernah memanggilku dengan sebutan oppa. Hongki adalah satu-satunya yang sangat suka musik di antara kami bertiga. Sedangkan aku atlet renang, dan RaeIn membanggakan dengan lukisannya. Tapi Hongki selalu memaksa kami untuk membuat sebuah band. Ia menyuruhku belajar drum, dan RaeIn harus bisa main bass. Kami berlatih selama 2 tahun hingga benar-benar yakin untuk bisa tampil di depan umum. Kami mulai tampil di acara sekolah saat perpisahan sekolah, saat kami berdua lulus. Dan setelah kami bisa tampil di beberapa acara kecil, akhirnya kami mendapatkan kesempatan untuk tampil dalam sebuah showcase. Namun sebelum kami sempat naik panggung, Hongki dikabarkan kecelakaan dan koma di rumah sakit. Setelah ia bangun, bahkan ia tidak ingat pernah membuat band dengan kami. Pada akhirnya kami bertiga berjalan di jalan masing-masing. Kecuali Hongki yang harus berjuang untuk mengingat masa lalunya.
Kudengar Hongki menghela nafas lagi. “Kau sedang bosan ya?” tanyaku padanya.
“Apa dulu aku punya banyak teman?” katanya padaku. “Saat mendengar suaramu dan suara RaeIn.. aku merasa sangat familiar!” lanjutnya. Sejak tadi ia masih menghadap ke arah yang sama. Tentu saja, melihat kemanapun sama saja. Ia hanya akan melihat latar hitam, meskipun ia tidak sedang terpejam.
“Kau ingin tau?” tanyaku. Ia mengangguk. “Kalau kuceritakan, akan panjang! Bagaimana kalau kau berusaha mengingatnya sendiri?”
“Aish~! Cari ribut!” aku terbahak.
“Aku ingin mendengarmu main gitar lagi, Hongki-a..” ujarku tiba-tiba, setelah beberapa memori di masalalu menyeruak di ingatanku. Dia tidak menjawab, tapi aku benar-benar ingin melihatnya bersemangat dengan musiknya seperti dulu. Dan aku merindukan hubungan baik kami seperti saat sebelum Hongki mengalami kecelakaan itu.
***
“25 detik!” coach berseru tepat saat aku mencapai garis finis. Aku naik ke permukaan, mengelap wajahku dengan tanganku yang basah juga, walau tidak kering, paling tidak air tidak membanjiri wajahku dan aku bisa melihat dengan jelas. “Kesempatan menangmu besar, Geunsuk-a!”
“Ye coach!”
“Cepat keluar, latihan kita selesai untuk hari ini!” katanya dengan senyum lebar. Aku tahu ia senang karena waktuku semakin baik.
Aku segera keluar dari kolam, mengambil handuk untuk mengeringkan badanku, dan segera ke shower room untuk membersihkan diri. Seperti yang sudah diketahui, aku adalah seorang atlet renang yang masih setingkat provinsi, namun aku ingin menjadi atlet yang bisa mewakili Negara berlomba di kejuaraan tingkat dunia. Itu impianku. Namun alasanku memilih jalan hidupku sebagai atlet renang bukanlah itu, aku punya alasan lain untuk ini.
#FLASHBACK#
Waktu itu usiaku 10 tahun, aku masih SD, dan merupakan bocah biasa tanpa cita-cita yang pasti. Yang kulakukan hanya bermain-main. Aku malas belajar, bahkan aku tidak suka berkesenian atau olah raga. Yang kulakukan hanya bermain dari jam pulang sekolah sampai senja. Di rumah aku tidak belajar. Aku main video game sendirian sampai ayah dan ibuku kapok untuk menghentikanku. Sampai suatu hari yang mengubah jalan pikiranku.
“Geunsuk-a!!” suara gadis itu melengking dan memanggilku. RaeIn, ia mengejarku dari belakang. Kuhentikan langkahku untuk membiarkannya lebih dekat denganku.
“Wae?” tanyaku sok cool sambil berbalik ke arahnya.
“Kau berjanji menungguku sepulang sekolah! Aku mengajakmu nonton opera boneka! Kenapa kau meninggalkanku?” jawabnya panjang. Ia bawel sekali!
“Aku nggak mau nonton ah..” jawabku seadanya. Sebenarnya aku tidak ingin mengecewakannya, tapi opera boneka itu.. membosankan!
“Ya~! Wae irae? Kau sudah berjanji padaku!” RaeIn tampak tidak senang. Aku hanya diam, dan sesaat kemudian kembali berjalan pulang. “YA~!” RaeIn menyamai langkahku. Ia menarik tanganku untuk pergi dengannya. Tapi aku menolaknya dan mendadak berhenti. Kutarik tanganku, dan tanpa sengaja membuatnya jatuh tersungkur. Sialnya, kami berjalan di sebuah jalan setapak di tepi sungai. Al hasil, RaeIn bergulung ke bawah melalu tanah berumput yang bentuknya miring, dan ia jatuh ke sungai yang saat itu arusnya cukup deras.
“TOLONG~!!” ia berteriak. Sesekali RaeIn mencoba bangkit ke permukaan, namun ia kembali tenggelam. Ia mengalaminya berulang kali dan terus berteriak minta tolong, dan sejak tadi aku hanya melihatnya dengan wajah cengo karena bingung.
“AHH~!!!” akhirnya aku tersadar, aku harus melakukan sesuatu. Tapi bagaimana caranya?? Aku tidak bisa berenang. Dengan panic, kuambil ranting di sebelahku, aku turun pelan-pelan. Setelah cukup dekat dengan sungai, ku sodorkan rantng itu padanya, walaupun aku tahu ranting itu tidak cukup panjang dan kuat untuk meraihnya.
“Dowa ju..” kalimat RaeIn terpotong karena ia kembali tenggelam.
“AHH~!! EOTTEOKHE??” aku berteriak setelah membuang ranting itu. Akhirnya dengan segala kenekatan yang kupunya, kulemparkan tas sekolahku dan seketika, aku terjun ke sungai, mencoba untuk menolong RaeIn. Tapi apa yang terjadi, aku juga ikut tenggelam. Aku gagal menolongnya.
---
“Ah.. dia sudah sadar..” kudengar gumaman beberapa orang, namun visual ku masih hitam. “Dia selamat..” kudengar lagi suara yang berbeda dari arah lain, diikuti dengan masuknya secercah cahaya putih ke pandanganku. Apakah aku sudah berada di surge?
Sedikit demi sedikit kubuka mataku. Masih buram, tapi aku bisa melihat beberapa orang tengah melihatku. “Kau selamat nak~!” suara yang berbeda lagi kudengar, diiringi pelukan seseorang yang merengkuh tubuhku yang basah.
“Eomma..?”
“Eomma mengkhawatirkanmu nak.. kau hampir saja tenggelam~!” ibuku berbicara lagi. Tenggelam? Sesaat aku ingat kejadian sebelum aku berada disini.
“RaeIn??” aku berteriak. Mataku mencari-cari gadis itu di sekitarku. Sampai kulihat seorang bocah 9 tahun tengah menangis di pelukan seorang wanita muda yang mencoba menenangkannya. Ibunya.
“Dia tidak apa-apa! Tenang saja..” ibu menenangkanku.
Aku masih ketakutan. Bagaimana kalau aku tadi tidak bisa menyelamatkannya dan kami terbawa arus? Bagaimana kalau kami tidak selamat? Bagaimana kalau kami mati? Bagaimana kalau aku tidak bisa bertemu dengan RaeIn lagi..?
Sejak saat itulah aku mulai belajar untuk berenang. Setiap pulang dari sekolah, aku akan pergi untuk berlatih. Hingga aku pandai, dan memutuskan untuk benar-benar serius dibidang ini. Aku ingin menjadi juara dunia renang, dan aku tidak ingin RaeIn mengalami hal yang sama seperti yang pernah terjadi padanya saat itu.. aku pasti bisa menyelamatkannya kalau hal itu terjadi.
#FLASHBACK END#
“Ya! Mau berapa lama disana? Sampe masuk angin?” sebuah suara membuyarkan lamunanku. Aku masih berdiri di bawah shower. Sudah berapa lama ya? Aku tidak ingat.
Setelah merasa cukup bersih dan kedinginan, aku keluar dan memakai bajuku, kemudian bergegas pergi. Bayangan belasan tahun yang lalu itu tak pernah bisa lepas dari pikiranku. Aku merasa sangat bersalah pada RaeIn, meski mungkin bocah itu sudah tidak mengingatnya lagi.
Aku duduk di kursi halte, menunggu bus datang menjemput. Tak lama bus yang ditunggu datang. Aku masuk dan duduk di salah satu kursi yang masih kosong di bagian tengah. Kupandangi keluar jendela. Rasanya lelah.. sedikit demi sedikit sandaranku sedikit turun. Kupejamkan mataku. Dan aku tertidur tanpa tahu bus ini membawaku berkeliling kota selama berjam-jam.
Geunsuk’s scene END
***
“Tak ada satupun donor mata..” Kimbeom bergumam saat membaca daftar pendonor yang diberikan oleh seorang dokter kenalannya. Setelah ia mendengar cerita tentang Hongki, ia ingin sekali membantu bocah itu. Bukan karena RaeIn, tapi karena ia benar-benar peduli. Tapi factor karena Hongki itu teman RaeIn juga ada sih.. tapi itu bukan alasan sepenuhnya.
Kimbeom menghela nafas. Ia menjejalkan kertas itu di tasnya dengan asal, kemudian menengadah ke langit untuk sedikit merasakan hangatnya cahaya matahari menyentuh kulitnya. Ia bosan setelah cukup lama menepati janjinya pada RaeIn. Seharipun ia tidak mengikuti gadis itu. Ia laki-laki, janji yang sudah ia katakan harus ia pegang. Ia menghela nafas. Masih terdiam disana sampai tiba-tiba sesosok bayangan menutupinya. Kimbeom yang semula memejamkan matanya, mulai membukanya. Ia lihat sosok siluet di hadapannya, hanya menyisakan sedikit semburat cahaya di sekelilingnya. Kimbeom mengernyitkan keningnya. “Siapa ya?”
“Kenapa kau mengunjungi Hongki oppa kemarin??” bukannya menjawab, orang itu malah berteriak pada Kimbeom.
“R..RaeIn?” Kimbeom bangun, ia menoleh kebelakang untuk memastikan lagi siapa orang itu. Benar, dia Park RaeIn.
“Kau ingin menarik perhatianku dengan mengunjungi Hongki oppa, ha??” RaeIn berteriak lagi.
Kimbeom yang ditanya hanya mengernyitkan keningnya. “Apa maksudmu??”
“Lusa! Aku telat datang menemui Hongki oppa! Dan perawat bilang seorang laki-laki datang menemuinya sebelum aku sampai!” jelas RaeIn dengan tampang sengit. “Itu kau kan?”
Kimbeom mengernyit, ia memang sering datang ketempat itu. Tapi sekalipun ia tidak pernah menemui Hongki. “Aku nggak pernah menemuinya!”
“Geojitmal! Aku tahu kau datang kesana untuk menarik perhatianku kan??”
Kimbeom bangun, dengan wajah yang mulai diliputi emosi ia memandang RaeIn tajam. “Kau yang memintaku untuk menjauhimu kan?? Lalu apa urusanmu bertanya seperti itu padaku hah?? Lagi pula aku tidak pernah menemui temanmu itu!” Kimbeom membentak. Ia senang akhirnya kini RaeIn yang menghampirinya. Tapi ia sebal karena gadis itu meneriakinya dan menuduhkan hal yang tak pernah dilakukannya.
“Sekarang apa maumu??” RaeIn berteriak.
“Kau yang maunya apa, HAH??” Kimbeom membalas. RaeIn terdiam menciut. Ia tidak tahu Kimbeom bisa marah seperti ini padanya. “Apa kau terganggu karena aku tak pernah membuntutimu lagi?? Kenapa kau tiba-tiba datang dan menuduhku seperti ini setelah kau menyuruhku untuk menjauhi mu?? Apa sih maumu?”
RaeIn masih terdiam. Kimbeom membuang nafasnya, terlalu berat untuk melanjutkan kalimatnya yang panjang itu. “Jangan-jangan kau sadar sekarang kalau kau menyukaiku juga??” Kimbeom mengakhiri kalimatnya. Ia melayangkan pandangan tajam tepat di mata RaeIn sebelum bocah dengan kamera itu akhirnya pergi dari sana.
Tanpa di sadari, jantung RaeIn berdegub kencang, melebihi batasan normal seseorang yang tengah dipacu adrenalin. Ini berbeda, bukan degun jantung yang cepat karena kelelahan. Mendadak wajahnya panas, pipinya merona. Ia memegang wajahnya. “Geojitmal..~” bisiknya pada diri sendiri. Sementara RaeIn masih menyadarkan diri, Kimbeom yang sudah berjalan cukup jauh mulai menyesali apa yang baru saja di lakukannya.
***
RaeIn’s scene
Ini tidak mungkin! Dia cuma orang menyebalkan yang tiba-tiba datang memenuhi kehidupanku! Perasaan ini tidak mungkin terjadi! Tapi sejak tadi jantungku tak dapat berhenti berdegub secepat ini. Dan beberapa ingatan tentangnya menyeruak di anganku. Sesekali aku masih mendengar panggilan yang sering ia layangkan padaku. Tapi ini pasti tidak mungkin! Aku baru mengenalnya, bahkan kami tidak berteman!
Aku mencoba menolak perasaanku. Aku tidak mau menyukai orang itu! Aku tidak mungkin menyukainya! Tidak! “ANDWEE..~!!”
“Ya~! Kau kenapa??” tiba-tiba sesosok suara mengagetkanku. Minji, teman ku yang sejak tadi mengerjakan karyanya di sebelahku menginterupsi.
“Eh.. a.. ahniyo~” jawabku dengan senyum kecil yang di paksakan.
“Sebentar lagi aku mau pulang! Kau tolong kunci studionya ya!” katanya. Ia sudah mengemasi beberapa perlengkapannya dan menutup kanvas pekerjaannya.
“Hmm..” jawabku mengiyakan sambil mengangguk. Tapi jantungku masih belum mereda. Ia membuatku tak bisa berkonsentrasi!
RaeIn’s scene END
***
“Aku menyukaimu~”
Aku mendengarnya mengatakan itu dengan telingaku sendiri..
“Oppa~”
Aku mendengarnya memanggilnya oppa..
Aku tak bisa mendengarnya lagi.. aku berlari keluar ruangan, menaiki motorku dengan serampangan menuju entah kemana. Yang ku tahu aku hanya ingin lari dari sini.
Namun tiba-tiba kudengar suara mobil dengan klakson yang di tekan tanpa jeda. Tak sempat. Dan beberapa detik kemudian, kurasakan semuanya sakit.. panas.. dan gelap..
Tiba-tiba Hongki terjaga. Namun yang ia lihat hanya gelap, meskipun matanya terbuka begitu lebar. Keringat bercucuran di seluruh badannya. Ia baru mendapatkan sebuah mimpi, yang membuatnya bangun begitu saja di tengah malam. Sejak Geunsuk sering menemuinya, mimpi itu selalu datang. Namun sampai sekarang ia masih tidak tahu, apa sebenarnya yang baru dilihatnya dalam mimpi..
***To be Continue***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar