Rabu, 16 Mei 2012

At A Time [part 4] by @Light91916




Rumah sewa, 8.00 pagi.

Geunsuk baru terbangun dari tidurnya, setelah menggeliat sebentar, akhirnya ia bangun dan bergegas ke kamar mandi tanpa merapihkan ranjangnya terlebih dahulu. Ia memandang dirinya didepan cermin sejenak, wajahnya kusut, rambutnya berantakan. Dengan malas ia membuka kran air di hadapannya, membasuh wajahnya beberapa kali dan kembali menatap wajahnya yang basah di cermin.

“Mata..” gumamnya, ia memandang matanya sendiri. Kemudian menghela nafas.

Geunsuk meraih handuknya, menyeka air di wajahnya, menggosok gigi, dan segera keluar lagi dari kamar mandi ke kamarnya. Ia meraih sweater biru pudarnya, memakainya, mengganti celananya, mengambil tas dan bergegas keluar. Menjenguk Hongki, sekaligus mencari udara segar.

***

“Kesini lagi?” Tanya Hongki pada Geunsuk, Geunsuk yang tengah mendorong kursi roda itu untuk Hongki, hanya tersenyum kecil. “RaeIn nggak datang lagi?”

“Datang kok.. dan jangan beri tahu dia kalau aku kesini pagi ini!” jawab Geunsuk cepat. Hongki mengangguk mengerti.

Mereka berhenti di tempat yang sama, di sebuah bangku di bawah pohon rindang, tempat keduanya biasa mengobrol. Hongki tetap duduk di kursi rodanya, sedangkan Geunsuk duduk di sampingnya, di bangku kayu panjang di samping Hongki. Ia menghela nafas panjang setelah menghempaskan pantatnya disana. Terdengar sangat lelah.

“Kayak orang tua..” komentar Hongki.

Mwo?”

“Menghela nafas begitu! Kau kelelahan ya?” jawabnya sok antusias.

“Lumayan lah~ latihan setiap hari untuk kejuaraan..” jawab Geunsuk jujur.

Hongki menaikkan sebelah alisnya. “Kejuaraan?”

“Oh, aku belum pernah cerita ya? Aku kan atlit renang! Sebentar lagi ada kejuaraan, makanya setiap hari aku latihan sampai kelelahan.. yah, begitulah!” Geunsuk sedikit menyunggingkan senyum. Tapi yang kali ini, rasa lelahnya agak lain. Dan entah, rasanya ia sangat ingin menghabiskan waktu dengan sahabatnya ini..

Mereka terdiam sejenak. Tidak ada topik yang bisa dibicarakan oleh dua pria ini, sampai Hongki membuka percakapan. “Aku mimpi aneh semalam..” ia menggantungkan kalimatnya sejenak, kemudian melanjutkannya lagi. “Oke, sebenarnya beberapa malam sebelumnya juga..”

“Mimpi apa?” Geunsuk menoleh pada Hongki. Hongki menatap kosong kedepan, tangannya berada di atas pangkuannya yang ditutupi selimut cukup tebal, menjaga kakinya tetap hangat.

“Aku tidak tahu, kejadiannya begitu cepat dan terasa sangat nyata!” Hongki menghela nafas. “Aku mendengar dua orang mengobrol, dan aku merasakan dadaku tercekat, seperti di tusuk-tusuk.. kemudian tiba-tiba aku sudah di atas motor, aku ngebut di jalanan gunung, kemudian ada mobil dari arah depan, suaranya sangat bising.. hanya itu.. kemudian gelap..” entah kenapa, Hongki merasa ketakutan saat menceritakannya.

Geunsuk tidak tahu, tapi bagian akhir ceritanya itu terdengar sangat familiar. “Tidak ada yang lain selain itu?” katanya penasaran. Hongki menggeleng, membuat sedikit rambutnya bergerak-gerak.

“Tapi aku ketakutan setelahnya..” kata Hongki pelan. “Seperti pernah mengalaminya..”

“Tidak bisa mengingatnya lebih detail?” Geunsuk sedikit memaksa. Kalau ia tidak salah tebak, mungkin itu bagaimana Hongki bisa seperti ini sekarang. Kecelakaan motor itu, mungkin itu yang di alami Hongki, dan kini mulai menghantuinya lewat mimpi. Kalau Hongki bisa mengingat itu, kemungkinan sedikit demi sedikit kepingan ingatannya akan kembali lagi.

“Mengingat apa?” Hongki sedikit membentak. Ia terlalu takut untuk melanjutkan ceritanya. Ada sesuatu yang tidak ia ketahui yang membuatnya gemetar saat menceritakan itu.

“Ah.. mianhae..” Geunsuk mengurungkan niatnya. Ia menepuk bahu sahabatnya itu. “Maafkan aku~!” katanya lagi.

“G.. gwaenchana.. aku cuma..” Hongki menghentikan kalimatnya sendiri, kemudian melepas nafas cukup panjang. Geunsuk juga tidak meminta Hongki melanjutkan kalimatnya, mungkin Hongki masih belum siap mengingatnya. Apakah ada sesuatu yang menyakitkan dibalik ini semua? Mungkin saja.

***

RaeIn hendak menyelesaikan pekerjaannya, tapi pikirannya menyebar kemana-mana. Lukisannya sudah selesai, sebenarnya, tinggal sedikit sentuhan dan hasilnya akan sempurna seperti apa yang ia inginkan. Tapi.. otaknya terus melayang pada sesuatu yang tengah diperangi nya didalam hati sekarang..

“Jangan-jangan kau sadar sekarang kalau kau menyukaiku juga??”

Kata-kata itu terus terngiang tanpa henti di kepala RaeIn. Ia ingin menolaknya, tapi seperti benar adanya, kini perasaan itu mulai tumbuh di hatinya. Setiap saat wajah bocah yang awalnya di anggapnya menyebalkan itu terus berputar di otaknya. Kadang sesekali ia masih merasa seseorang mengawasinya di balik lensa kamera, namun saat ia menoleh untuk memeriksa, tak seorangpun di dapatinya.

RaeIn mendengus kesal. “Aku pasti sudah gila!” gumamnya. Ia naikan kedua kakinya di atas kursi, memeluk kedua lututnya, membenamkan kepalanya di antaranya. “Dia benar-benar menyebalkan..”

RaeIn keluar dari studio, hendak membawa lukisannya ke hall dimana mereka akan memamerkannya nanti. Sudah banyak mahasiswa berada disana, menata hasil karya mereka yang akan di pamerkan. Lukisan, pahatan, gerabah, dan berbagai macam karya seni sesuai dengan divisi mereka. Dan foto.. dirinya?

Sebelum menghampiri dosen yang mengatur penempatan karya mereka, RaeIn mendekat ke arah foto-foto itu. Berbagai ekspresi wajahnya sendiri. Ia baca judul karya foto itu. “Kim SangBeom -That Face-”

“Kim Sangbeom?” gumam RaeIn, dan tanpa sadar tangannya menyentuh foto yang dirangkai sedemikian rupa itu.

Neo..” sebuah suara mengagetkan RaeIn. Gadis itu menarik tangannya, menoleh ke arah si pemanggil. “Jangan menyentuhnya! Itu belum jadi..” katanya.

“K.. Kimbeom..?”

Kimbeom itu menyela RaeIn, kemudian memperhatikan karyanya sendiri, kalau ada yang kurang, yang harus ia tambahkan disana. Sedangkan RaeIn malah terdiam sambil memandangi Kimbeom dengan kesibukannya.

“Kenapa kemari? Pergilah! Bukannya kau tidak suka melihatku?” katanya tanpa melihat ke arah RaeIn. Gadis itu hanya diam. Ia terus menekan perasaannya. Jantungnya sudah seperti ingin lepas. Ia merasa baru kena karma.

Kimbeom berbalik, melipat tangannya di dada, memandang ke arah RaeIn. “Apa yang kau inginkan?”

RaeIn menarik nafas panjang, menghembuskannya pelan. Matanya menangkap mata Kimbeom yang juga menatapnya. “K..kau.. mau menjadikanku objek lagi?” katanya.

“M..mwo??” Kimbeom mengerutkan keningnya.

“Ahh.. ahniya~! Lupakan saja! Aku harus pergi! Sampai jumpa!!” RaeIn berlari menjauhi Kimbeom, mencari dosen penanggung jawab pameran. Dari kejauhan, Kimbeom memandangnya dengan tatapan aneh. Sedangkan RaeIn belari sambil sesekali memukul kepalanya sendiri. “Paboya!!” bisiknya pada diri sendiri.

***

Kimbeom duduk di balkon lantai 2 di rumahnya, membersihkan kamerannya, ditemani laptop yang sedang online, mencari info soal donor mata. Ia merasa antusias soal ini, ingin membantu Hongki yang secara kebetulan ternyata dulu ia pernah melihatnya. Saat itu ia masih SMA, dan sudah memulai hobi memotretnya itu. Di sebuah acara mini showcase di sebuah café, Kimbeom pernah melihat show Hongki, solo akustik. Ia menyanyikan 2 buah lagu, satu lagu ballad, dan satu lagu sedikit upbeat yang cukup menghibur penonton. Hongki memang benar-benar berbakat. Dan setelah ia mendengar apa yang terjadi pada Hongki itu, ia merasa harus membantunya. Ternyata dunia memang begitu sempit.

Namun sekilas, kata-kata RaeIn di hall kampus itu muncul di ingatannya. Menjadikannya objek lagi? Bukankah beberap waktu yang lalu ia sendiri yang menyuruh Kimbeom untuk berhenti? Tapi kenapa kali ini memintanya lagi? Kimbeom hanya tersenyum mengingatnya. Rupanya RaeIn sudah terpesona dengannya, begitu pikirnya.

Kimbeom meletakkan kameranya di samping laptopnya, mengambil kopi dalam cangkir lebar di sampingnya, menghirupnya sedikit. Jari tengah tangan kirinya bermain-main di touch-mouse laptopnya. Dan ia berhenti saat mendapati sebuah Link website, ‘Donor Mata –See the World Together-‘. Kimbeom segera membukanya. Sebuah situs dimana dengan mudah kita akan mendonorkan ataupun mencari pendonor. Kimbeom segera masuk ke dalam kotak suara pada website tersebut, meminta info lebih lengkap dari mereka. Mungkin ini akan menjadi jalannya untuk menolong Hongki.

***

Geunsuk baru selesai latihan lagi, dan kini ia pulang setelah mandi dan mengemasi barangnya. Ia keluar dari gedung latihannya itu, hendak mengambil sepedanya. Geunsuk mengendarai sepedanya pelan. Ada perasaan ia ingin lebih lama dalam perjalanannya pulang. Hingga ia melewati sebuah kotak telepon umum di sebelah halte bus. Ia berhenti, dan memarkirkan sepedanya. Geunsuk merogoh kantong celananya, menemukan beberapa keeping recehan, kemudian bergegas masuk kedalam kotak itu.

Geunsuk mengambil gagal telepon umumnya, memasukan dua keeping koin dan menekan beberapa tombol nomor telpon. Nada sambung berbunyi, ia menunggu hingga seseorang di sebrang mengangkatnya.

Yoboseyo?”

“Rae In-a.. nan, Geunsuk ieyo!” sapa Geunsuk dengan sedikit senyum di wajahnya.

“Oo.. Suk-Iwaeyo?” Tanya RaeIn dengan nada tak bergitu bersemangat dari sebrang, membuat Geunsuk mengurungkan permintaannya untuk mengajak Raein keluar. Ia tahu temannya itu sedang stress menghadapi persiapan pamerannya, makanya ia ingin mengajaknya pergi. Tapi sepertinya ini bukan saat yang tepat.

Neon gwaenchanayo?” Tanya Geunsuk bersimpati.

Ahniyo~” Raein mengantung nada bicaranya. “Suk-I ya..”

“Hmm?”

“Bisakah kamu mengunjungi Hongki oppa lagi hari ini? Rasanya aku..”

Arraseo!” Geunsuk memotong perkataan Raein, mencoba tampak mengerti apa yang sedang dirasakan gadis itu, padahal ia tidak benar-benar mengerti. “Kau istirahat saja! Aku tahu kau pasti lelah..”

Gomawoyo!”

“Oh! Aku tutup teleponnya!” ujar Geunsuk dengan senyum tipis di wajahnya.

Geunsuk meletakkan gagang teleponnya, kemudian berbalik dan segera keluar dari sana. Mengambil sepedanya dan menaikinya, menuju ke sebuah tempat. Ke rumah rehabilitasi dimana Hongki dirawat. Tadi pagi ia memang sudah kesana, tapi yang kali ini karena Raein yang menyuruhnya, jadi ia berniat untuk kesana lagi. Lagi pula ia juga tidak punya agenda lain untuk dijalankan. Mungkin bertemu dengan teman lamanya adalah ide yang paling baik untuknya saat ini.

***

Ya! Kau habiskan buburku?” Hongki protes setelah mendengar Geunsuk menghisap kuah buburnya sampai habis. Geunsuk terkekeh, kemudian meletakan wadah buburnya di atas meja.

Mian~”

“Aish! Hahh.. sudah terlanjur juga..” Hongki mencibir. Geunsuk lagi-lagi tersenyum geli. Hongki memang kehilangan penglihatan dan ingatan, tapi Hongki tetap saja Hongki. Dari dulu hingga sekarang ia benar-benar tidak berubah. “RaeIn tidak bisa kemari lagi? Persiapan pameran?”

“Hmm..” Geunsuk mengangguk, meski ia tahu Hongki tak mungkin bisa melihatnya. “Tapi di telpon tadi sepertinya ia terdengar sedikit lebih lelah. Makanya ia menyuruhku datang kemari!”

“Tapi kau sudah datang tadi pagi! Tak perlu datang dua kali kan?” Hongki protes. Geunsuk tertawa kecil. “Dan kau datang untuk menghabiskan buburku!”

Ya! Kau nggak terima? Mau ku muntahkan lagi?” Geunsuk bercanda.

Aigoo, jeongmal!” Hongki hendak memukul Geunsuk kea rah dimana ia memperkirakan Geunsuk berada, namun Geunsuk berhasil menghindar, kemudian terkekeh.

Mereka terdiam sejenak. Hongki melipat kedua tangannya di depan dada, diam. Perasaannya antara kesal karena Raein tak datang dan karena makan malamnya di habiskan sebagian oleh Geunsuk. Geunsuk juga diam, matanya memandang ke sekeliling ruangan, dan berakhir memandang ke arah Hongki yang mengkerucutkan bibirnya tanda kesal.

“Hongki-a..” panggil Geunsuk.

Mwohae?”

“Tidak mau berterima kasih padaku?” Tanya Geunsuk.

Mwoya?? Siapa kau?”

Geunsuk tertawa lepas. Hongki memiliki reaksi yang sama dengan bertahun-tahun yang lalu jika ia menggodanya seperti itu. “Kalau begitu aku yang akan berterima kasih padamu!” Geunsuk mengakhiri tawanya. Hongki yang hendak protes jadi tertegun dengan apa yang ia dengar. “Gomapda, Hongki-aJeongmal!”

“W..wae?”

Geunsuk bangkit, mengambil ranselnya dan melakukan stretching sedikit. “Sudah ya! Aku mau pulang! Badanku lelah sekali! Kalo nggak segera istirahat nanti kaki ku bisa kram!” katanya bernada seceria mungkin. “Makasih buburnya ya! Kapan-kapan aku kesini lagi untuk menghabiskan makan malam mu! Hahaha.. annyeong!”

Hongki tak bisa menjawab, ia masih heran dengan apa yang di katakan Geunsuk sebelum ia pergi. Hingga ia mendengar debam suara pintu yang tertutup, ia masih tidak mengerti apa tujuan Geunsuk berterima kasih padanya. Karena ia sadari, ia tak pernah berbuat apapun untuk anak lelaki yang ia rasa baru dikenalnya belum lama ini.

***

Malam ini entah kenapa begitu cerah. Geunsuk bisa melihat banyak sekali bintang berkelap-kelip di atas sana. Sehingga Geunsuk bukannya mengendarai sepedanya, tapi memilih menuntunnya sambil berjalan di tepi jembatan. Ia ingin menikmatinya sampai di rumah nanti.

Sampai sesuatu membuatnya tampak salah memilih untuk tidak mengendarai sepedanya.

Sebuah mobil melesat cepat dari salah satu arah, dari belakang Geunsuk. Lajunya sangat cepat, namun bisa dilihat mobil itu berjalan tak tentu arah. Ia entah dengan sengaja atau tidak, ia menabrak pagar di tepi jembatan, tepat dimana Geunsuk berdiri bersama sepedanya. Sebagian pagar itu roboh, Geunsuk terlempar masuk ke air di bawah jembatan itu. Sepedanya terlindas ban depan mobil.

Sesaat setelah kejadian, si pengemudi mobil keluar, ia melongok ke bawah jembatan. Dilihatnya bekas seseorang tercebur disana dan ia segera berteriak meminta bantuan.

Geunsuk didalam air. Ia bisa berenang menyelamatkan diri, tentu saja, ia atlit renang. Namun itu akan berjalan lancar jika kakinya tak sedang kram dan terluka parah seperti saat ini. Geunsuk sama sekali tak bisa menggerakkan kaki kanannya,terlalu banyak darah keluar dari sana dan kram malah menjalari kaki kirinya, menghambat dirinya untuk menyelamatkan diri. Tangannya mencoba mendayung air untuk membiarkan kepalanya berada di udara, namun itu tetap tak membantu. Kakinya terus membuatnya tenggelam makin dalam di air. Hingga akhirnya Geunsuk tak sadarkan diri.

---

#flashback

“Aku ingin jadi perenang..”

“Hmm? Kenapa? Kamu suka berenang?” seorang ahjumma bertanya pada anaknya itu.

Bocah itu menggeleng kecil. “Aku ingin menjaga Raein agar ia tidak tenggelam..”

~~~

“Kamu suka sama dia?” Tanya Hongki di atap sekolah. Tangannya terus menyuapkan stick makanan ringan ke mulutnya sendiri. Ia menoleh kea rah Geunsuk yang hanya memandangi panorama di hadapannya. “Aku tau kamu suka sama dia..” kata Hongki lagi sok tahu. Padahal ia sendiri merasa gemetar mengatakannya, karena ia yang sebenarnya menyukai gadis itu.

Ahni..” Geunsuk menjawab seadanya. Ia berbalik, menyandarkan punggungnya pada pagar pembatas di tepi atap sekolah itu.

“Terus? Kenapa kamu cerita kalo kamu belajar berenang demi dia?” Tanya Hongki, satu buah stick makanan ringannya menggantung di bibirnya.

“Dia sudah seperti adikku sendiri! Sebuah tanggung jawab seorang kakak untuk menjaga adiknya! Hanya itu!” Geunsuk tersenyum, ia menoleh kea rah Hongki yang terpana dan tak sengaja menjatuhkan stick makanan ringannya yang semula berada di mulutnya. “Wae?”

“KAKAK IPAR!!” Hongki melompat, memeluk Geunsuk erat.

YA..YAH!! Lee Hongki!!” teriak Geunsuk, kemudian tertawa lepas dan menepuk-nepuk Hongki tanpa menghentikan tawanya.

#flashback

---

“Dia bangun! Dokter! Dia bangun!!” seseorang berteriak-teriak, sementara Geunsuk masih berusaha membuka matanya hingga ia benar-benar bisa melihat semua yang ada di sekelilingnya. Matanya melirik kesana-kemari. Ia merasakan banyak alat terpasang di tubuhnya. Alat-alat yang berusaha menopang hidupnya beberapa jam sebelum ia bangun. Kepalanya pusing, dan badannya mati rasa dan sama sekali tak bisa bergerak.

Tak lama orang yang sama yang berteriak-teriak setelah ia bangun tadi kembali dan menatapnya dengan wajah gembira. Seorang laki-laki muda, mungkin seumurannya. “Kau sudah bangun, tuan?” katanya.

Geunsuk tidak menjawab. Ia hanya memandang ke arah laki-laki itu. Nafasnya berat, bahkan sepertinya ia hampir tidak bisa bernafas. Ia menggerakkan tangannya naik, kemudian melepas alat bantu pernafasan di hidungnya. “A..apa yang kau lakukan?”

“Hh..hh..” Geunsuk mencegah saat orang itu berusaha memasangkan kembali alat bantu pernafasannya pada Geunsuk. “Aku minta tolong..” desisnya.

“M..mworago?”

Geunsuk tersenyum kecil. “Tolong berikan mataku.. pada Hongki.. setelah aku mati..” Geunsuk tampak mengatur nafasnya.

“Apa katamu tuan??”

“Lee Hongki.. tolong..” Geunsuk menggenggam tangan pria itu. “Gamsahamnida..” dan alat deteksi detak jantung berbunyi sangat panjang nyaring setelahnya.

***To be continue***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar