Rabu, 16 Mei 2012

Puppet of Death -4-




7 jam perjalanan memang tidaklah sesingkat yang Kevin pikir, namun ia masih teringat benar dengan kejadian malam itu. Begitu mencekam disaat ia tengah bersunyi, boneka Pullip Prunella itu meronta ingin keluar dari boxnya, ekspresi wajahnya yang begitu ingin kebebasan melekat benar di ingatan Kevin.

“Kev, ngelamun?” tanya Chia yang baru saja kembali dari kamar kecil.

Kevin menggeleng pelan, ia membenarkan duduknya sambil meneruskan pandangan keluar, melihat dedaunan kering yang mulai gugur. Musim telah berganti. Ia kemudian teringat dengan mimpi mengenai wanita berambut tosca itu. Ia sadar sama sekali belum mengetahui nama gadis berkaki indah tersebut. “Chia,...”

“Yap?” sahut Chia sambil merapatkan baju hangatnya, “apa Kev?”

“Di malam aku meminjam bonekamu....kamu bilang ada mitos, mitos apa?”

“Ahh~ itu ya...hmm...” Chia tampak menggantung kalimatnya. “Sebenarnya aku juga tidak percaya sih sebelum mengalaminya sendiri...”

“Maksud kamu? Ceritakan Chia. Sepertinya hal ini harus aku ketahui.”

@.@

“Tom, kamu yakin ini tempatnya?” Lyn berdiri di sebuah halaman yang luas, namun hanya sebuah halaman berpasir dan bangunan di depannya sudah bobrok tidak karuan. Tanaman liar menjalar di dinding dan atapnya, seakan memeluk bangunan kayu lapuk itu.

“Aku tidak mungkin salah. Tapi aku tidak tahu jika rumah ini sekarang menjadi seperti ini. Sera.....~” rintihnya dengan penuh kerinduan.

“Seandainya Bibiku pernah ke sini dan menemuinya, pasti Sera akan senang sekali. Namun aku masih bingung, kenapa bisa di dalam tubuh pemuda itu ada jiwa yang terkurung?”

Tom melirik Lyn, “Seharusnya kamu tahu itu, cenayang.”

“Tom! Tidak semua hal aku tahu begitu saja! Yang aku tahu, Kevin memang benar ada hubungan dengan masa lalu Sera. Tapi secara logis itu ngga mungkin, dia berusia jauh lebih muda dari Sera. Usianya terpaut 10 tahun. Lagi pula saat kamu bersama Sera, tidak ada orang lain di antara kalian kan? Itu sudah bukti nyata untuk mengatakan Kevin sama sekali tidak tahu apa-apa mengenai Sera.”

Tom merengut mendengar penjelasan itu, dia merasa harus masuk ke dalam rumah bobrok itu. Ia meninggalkan Lyn di halaman.

“Tom, tunggu!”

‘PLASSHHH~’

Lyn merasa tidak bisa melangkah mengikuti Tom, pemuda yang usianya terpaut 7 tahun lebih tua darinya. Seperti ada membran yang membatasinya dengan rumah itu. Lyn berdiam sejenak dan memejamkan mata, ia mengontrol mata ketiganya untuk melihat ada apa sebenarnya disini.

Yang ia lihat melalui mata batinnya adalah sebuah rumah berwarna merah mudah yang begitu damai, indah, dan tampak seperti rumah boneka. Namun semakin ke dalam, auranya semakin jelek, abu-abu dan berkabut. Lyn melihat sebuah lemari yang ternyata adalah sumber dari segala masalah yang terjadi pada saat itu. Kemudian Lyn bergerak ke sebuah ruang baca yang dipenuhi oleh kesedihan, hanya ada sedikit sisa semangat hidup di dalamnya.

‘PRYAAAAANGGG!!’


Di tengah-tengah penglihatan Lyn, sebuah vas berukuran besar di pojok teras pecah seperti baru saja di hantam dengan tongkat baseball. Begitu Lyn membuka matanya ia seperti berjalan mundur keluar dari rumah tersebut dan sebuah serpihan tajam mendarat di ujung high heelsnya.

Lyn mundur beberapa senti dan jantungnya berdegup kencang, sepertinya ada yang tidak suka akan kehadirannya di rumah itu. Sepertinya Lyn sudah lancang ingin menguak masa lalu yang menjadi sebuah rahasia antara Tom dan Sera.

“TOM!! THOMAS!”

Sebuah kepala dengan rambut hitam agak gondrong melongok dari jendela atas. “Apa?!”

“Apa kamu masih lama? Sepertinya aku tidak boleh berada terlalu lama disini. Jika sudah cepatlah ke sini!”

Tom mengambil sebuah buku dari ruang baca itu, berat rasanya meninggalkan tempat bersejarah itu. Sebelum air matanya menggenang lebih hebat, ia buru-buru turun kembali ke sisi Lyn.

‘DOK, DOK DOK!!’

*

Lyn mengusap tengkuknya semenjak melakukan perjalanan ke masa lalu tadi. Ia merasa ada yang mengikutinya namun ia menepisnya, ia berfikir mungkin itu hanya perasaannya saja.

“Kenapa diam saja?” tanya Tom sembari menepuk dua kali punggung Lyn.

Lyn menggeleng, “Tidak, aku hanya haus saja..sepertinya udara mendadak menjadi panas...” ucapnya tanpa berani memandang lurus ke depan.

“Panas? Ini sudah mendekati musim gugur. Apa kamu tidak enak badan?”

Lyn melihat dedaunan yang berserakan di jalan, “Eh itu apa sih yang disana? Ada karnaval?” Lyn menunjuk ke arah jam 11, sebuah tenda warna warni menghiasi, juga ada komedi putar yang menyerupai roda besar.

“Itu memang sudah ada dari jaman sebelum Sera dan aku mendiami kompleks perumahan ini. Kamu mau jalan kesana? Mau aku temani?”

Lyn mengangguk, Tom menyingkirkan rasa kerinduannya. Bagaimana pun, dulu, ia pernah ke tempat itu bersama orang yang ia sayangi, Sera.

@.@

Kevin tidak mempercayai mitos tersebut. “Itu cuma plastik, tidak mungkin menggunakan yang asli. Dengar dari mana mitos murahan seperti ini?”

“Namanya juga mitos, kan belum tentu benar. Aku tahu sudah lama, sewaktu aku masih kecil aku datang ke sebuah pameran boneka. Seseorang dari mereka mengatakan itu. Entahlah, aku tidak tahu harus berkata apa lagi.”

“Pameran boneka? Aku baru mendengarnya, ceritakan!”

Chia memindah duduknya di samping Kevin, “Benar ingin dengar ceritaku? Apa tidak trauma dengan boneka yang hidup di kamarmu itu?”

@.@

Lyn baru sekali ini mendatangi sebuah tempat dimana semua orang bisa datang dan menikmati permainan yang ada disini. Semenjak kecil Lyn hanya berpindah-pindah tempat karena banyak orang yang menyangka keluarganya adalah sekumpulan penyihir.

“Tempat ini, tidak pernah berubah...” Ucap Tom kemudian memejamkan mata sebentar sambil menghirup dalam-dalam aroma manisan gula kapas. “Apa yang mau kamu lihat disini? Sepertinya kamu takjub sekali?”

“Aku malu mengatakannya...”

Tom tersenyum dan mengajaknya naik Carrousel. “Critakan Lyn! Kamu belum pernah bercerita tentang dirimu padaku!”

“Tidak ada yang menarik dari diriku! Bahkan ini pertama kalinya aku ke tempat seperti ini. Entahlah aku tidak mengerti kenapa orang tuaku tidak pernah mengajakku pergi berlibur.”

“Orang tuamu? Ceritakan semuanya Lyn, aku ingin dengar kisahmu.”

Lyn menatap Tom ketika pemuda berusia 29 tahun itu tersenyum manis kepadanya.

@.@

Chia mengatakan sebuah mitos, rambut boneka-boneka itu terbuat dari rambut asli manusia. Chia sebenarnya cukup mempercayai hal tersebut karena pernah suatu hari saat ia ke sebuah toko mainan untuk membeli Pullip, dia merasakan bahwa boneka yang ia beli itu berambut sangat harum, sama seperti memakai shampoo milik manusia.

Chia sudah memastikan jika itu hanya sebuah rambut boneka, namun penjual tersebut benar-benar memperkuat mitos itu. Chia yang sudah terlanjur membeli boneka itu akhirnya menyimpan boneka itu di gudang rumahnya. Ia masih ragu, karena Pullip lainnya tidak ada yang seperti itu.

Namun saat ia mendengar cerita dari Kevin mengenai Prunellanya, ia semakin yakin dengan mitos itu.

*

“Ingatanmu bagus sekali..mungkin jika aku yang berada disana, saat ini aku sudah lupa semuanya.”

Chia meminjam bahu Kevin untuk beristirahat sambil terus bercerita, “Boneka itu cantik sekali, matanya besar dan biru, dressnya seperti putri. Ia di sandingkan dengan patung laki-laki tampan, mereka bergandengan tangan...aku jadi ingin melihat mereka lagi..ah aku ingin ke tempat itu lagi....hhhh~”

Kevin meliriknya, “Kenapa ‘hhhh’?”

“Tapi pameran patung seperti itu hanya ada 10 tahun sekali deh .... jika ku hitung-hitung baru akan ada tahun depan. Umurku sekarang 19, itu 10 tahun yang lalu...benar kan? Baru akan ada tahun depan...itu juga jika patung itu masih di pamerkan...”

“Benarkah secantik itu? Itu kan hanya sebuah patung? Hanya patung Chia,..”

Chia berpindah lagi, ia merasa kesal tanpa alasan dengan Kevin, “Kamu kan tahu aku pencinta patung dan keluarganya! Itu bagiku seperti hidup, aku bahkan sempat berfikir jika patung perempuan yang kulihat waktu itu adalah mayat yang di awetkan!”

“Dih Chia! Engga ah, ga ada yang kayak gitu!” semalam, Kevin baru saja membaca artikel mengenai La Pascualita. “Ngga ada pokoknya yang kayak begituan Chia!”

“Aku juga tidak tahu...” Chia kemudian tersenyum aneh ketika Kevin kembali mengarahkan pandangan keluar jendela dengan pemandangan lembah gersang itu.

~`Kevin....`~

@.@

“Jadi, kamu berencana melihat pameran itu tahun depan? Aku mau menemanimu, itu jika kamu tidak pindah ke kota lain lagi Lyn.”

Mereka sedang makan es krim pelangi di salah satu sudut tempat hiburan itu.

“Aku sudah tidak akan pindah lagi. Akhir tahun ini Ayahku sudah pensiun dari pekerjaannya, mereka sedang mempersiapkan sebuah restoran di kota.” Jelas Lyn dengan senyum manisnya. “Kamu harus datang ya di acara pembukannya nanti! Tapi Tom, sampai kapan kamu akan seperti ini? Ini tidak baik bagi hidupmu.”

Tom memandang sebuah permen lolipop yang di pegang oleh seorang anak kecil manis. Gadis cilik itu tengah menunggu ibunya yang sedang ke kamar kecil. “Aku ingin masalah ini selesai dulu baru aku bisa lega. Aku masih belum bisa melupakannya setelah kematian menghampirinya begitu saja.”

Lyn menepuk pundak lelaki itu sambil bersimpati, “Meskipun aku bisa mencari tahu penyebab kematiannya untukmu, tapi rasanya itu tidak etis. Aku tidak bisa mengikutimu masuk rumah itu tadi, lalu aku melihatnya melalui mata batinku, sepertinya ada yang tidak suka aku seperti itu.”

“Maafkan jika memang yang melakukan itu Sera...”

“Ah sudahlah, itu bukan masalah bagiku. Aku juga yang salah main masuk rumah itu tanpa meminta ijin terlebih dahulu. Jadi jangan putus asa, pasti kita akan buat Kevin ingat dengan semuanya.”

~`Mungkin jika Sera ada disini, Kevin akan lebih cepat sadar...sadar tentang siapa dirinya dan sadar jika ada seseorang di ‘sana’ yang tengah menunggu untuk damai...~`

Lagi, sebuah potongan kejadian masuk ke dalam penglihatan Lyn. Kali ini membuat kepalanya pening seketika.

“Ah, jangan...jangan yang itu...dia tidak ada sangkut pautnya...”

“Lyn, Lyn? Lyn!!”


to be continue . . . 
[part 5]

5 komentar:

  1. weh... lho ._. eh asli ini mana lanjutannya eonn... penasaran ;_;a walau ga se-greget kemaren sih

    BalasHapus
  2. lanjutin~ lanjutin~ lanjutin~~

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah maav baru ngecek komen hehehe hihihihi harap sabar

      Hapus
  3. ih keren, sekuel nya thod. bener2 nyambung critanya. really.. can't wait for the next part. haha lanjut thor..

    BalasHapus