Sekumpulan anak kecil bergaun warna warni itu berjalan beriringan, menabur
bunga dan tidak lupa tersenyum kepada semua mata yang memandang mereka.
Festival tahunan telah dibuka, lokasi pameran akan segera diresmikan. Tampak
Lyn amat tidak sabar ingin melihat boneka-boneka tersebut.
Ia tampak sangat antusias di bandingkan Chia yang malah kurang nyaman
dengan keramaian seperti ini.
“Mau aku belikan minuman?” tawar Kevin yang haus karena berteriak heboh
disaat dancer seksi menari tadi.
“Ah, kamu mau beli minuman? Aku ikut!” pinta Chia, namun Kevin menolaknya.
“Jangan, temani Lyn! Aku akan kembali secepatnya.”
Kevin bergegas menghilang di keramaian, Chia memandang punggung orang itu.
Akhir-akhir ini ia merasa khawatir yang berlebihan pada sahabatnya itu.
Lyn memergoki ekspersi Chia, “Kenapa?” tanyanya lembut.
Chia menggeleng, mengipasi lehernya dengan tangannya. “Tidak, ku harap dia
tidak hilang ditengah keramaian.” Kilahnya.
*_*
Di lokasi yang sama, Sabia tengah jengkel karena usahanya kabur dan
menginap dirumah Shirley pun gagal total. Kakak sepupunya memergoki ia saat
sedang berada di halte bus semalam. Alhasil
hari ini ia merengut, padahal ia ingin gembira disaat menikmati pameran boneka
nanti.
“Sebenarnya aku juga tidak mau menemanimu!” keluh kakak sepupu Sabia.
“Kenapa tidak bilang dari awal? Kamu kira aku suka jalan dengan Om-Om
sepertimu?”
“Apa katamu?! Jaga sikapmu Nona Sabia!”
Sabia mendekatinya, “Jika bukan karena Ibuku, aku tidak mau bertemu
denganmu. Apa tidak ingat dengan ini hah?!” Sabia menyapu poninya hanya untuk
memperlihatkan bekas lukanya.
“Aku kan sudah bilang dari dulu, aku tidak sengaja!”
Sabia memberi sedikit dorongan di bahu, “Ini jelas-jelas di se-nga-ja!
Bahkan sebenarnya saking bencinya aku padamu, aku bahkan tidak bisa mengingat
nama lengkapmu!”
“Paqeuin! Thomas Paqeuin, TOM!” sahutnya.
Tidak jauh dari mereka, berdiri seorang laki-laki tinggi dengan rambut agak
gondrong. “Sabia?”
“Kamu lagi!!” Sabia menunjuk Kevin dengan terkejutannya, tidak mungkin bisa
bertemu dua orang yang menyebalkan dalam satu hari di tempat favoritnya. “Kamu
menguntitku ya!? Iya kan? Ngaku deh!!”
“Ah Kevin? Masih ingat aku?” tanya Tom melunak. “Aku yang waktu itu...”
“Ah...ingat, aku ingat. Sedang apa dengan dia?” tunjuk Kevin ke arah Sabia
yang sudah melipat tangan tanda kekesalannya.
“Dia adik sepupuku, kami baru saja bertemu semalam. Kamu bersama siapa ke
sini?”
Kevin terpana oleh kecantikan Sabia, seharusnya Tom menyadari hal itu. Iya,
dia sadar jika semakin dewasa Sabia sangatlah mirip dengan Sera, namun ia tak
sanggup untuk mengungkapnya, ditambah sikap Sabia yang kasar itu padanya.
“Ah, aku bersama temanku. Ada Chia dan juga....Lyn.”
“Lyn? Disini? Bersamamu?” Tom tidak bisa menutupi keriangannya saat nama
Lyn disebutkan Kevin. “Apa aku bisa bertemu dengannya?”
“Tentu saja, ayo ikut aku...”
Sabia meninggalkan mereka, ia menghilang di tengah keramaian. Kevin yang
menyadarinya segera mengantarkan Tom bertemu dengan Lyn, menyerahkan minuman
kepada Chia dan segera bergegas mencari Sabia.
*_*
Kaki kecil itu melangkah ke suatu tempat yang agak jauh dari keramaian.
Sabia tidak sabar ingin melihat pameran boneka-boneka itu. Ia nekat menuju
bagian belakang, dimana para petugas keluar masuk. Namun saat ini, begitu sepi.
Sabia menerobos masuk dari bawah plastik terpal, ia menganga saat masuk ke dalamnya, namun
dengan cepat sebuah tangan menangkap pergelangan kakinya.
“Hei! Pameran belum dibuka! Kenapa kamu masuk dari sini? Ayo keluar!” bisik
Kevin.
“Kamu menguntitku lagi? Oh Tuhan, bisa tidak jangan ganggu aku, jangkung!
Tidak ada yang melihatku masuk ke sini! Bisa-bisa gara-gara dirimu aku
ketahuan!” Sabia terpaksa menarik Kevin untuk masuk ke dalam. Ia juga tidak mau
kepergok seorang diri.
“Hey! Kenapa kamu menarikku?!”
*_*
Sementara itu Tom sedang mengobrol dengan Lyn, namun tidak setenang Chia. Ia
benar-benar terlalu mengkhawatirkan Kevin, karena Tom tidak cerita jika ia
datang bersama Sabia.
“Tidak menyangka bisa bertemu denganmu disini, Tom!” ungkap Lyn senang,
karena baginya Tom memenuhi janjinya waktu itu, menemaninya melihat pameran
boneka.
“Maaf, jadinya kamu datang bersama yang lain..bukan maksudku seperti itu..”
Sebenarnya Lyn sudah melihat Tom dari awal tadi, hanya saja entahlah. Lyn
merasa tidak ingin Tom menyadari hadirnya disana, karena ia datang bersama
Kevin...dan juga Chia.
“Aku datang bersama adik sepupu ke sini. Bagaimana pun aku bertanggung
jawab, ia pergi di susul Kevin tadi.”
“Kevin?” seru Chia dan Lyn bersamaan.
Tom merasa aneh, “Kenapa? Kenapa ekspresi kalian terkejut begitu?”
“Apa Sabia itu adik yang kamu ceritakan?” tanya Chia mulai curiga dan benar
saja tebakannya.
*_*
“Ku beri dua pilihan...” bisik Sabia, “..ikut bersamaku atau ku tendang
keluar dari sini?!” ancamnya.
“Kamu bilang aku penguntit, seharusnya kamu menendang ku keluar dari sini!”
kata Kevin mencoba cuek, namun ia tidak bisa tidak menatap mata itu ; biru dan
bercahaya.
“Ku fikir, kamu tidak seburuk yang aku bayangkan.” Jawabnya seraya
meninggalkan Kevin begitu saja. Ia mulai
terusik dengan boneka-boneka antik yang di pajang di dalam bingkai kaca.
Ada satu yang menarik perhatian Sabia, boneka porselen dengan pose balet
satu kaki. Tubuhnya nampak gemulai walau ia diam, roknya berwarna pink muda
mekar bagaikan kembang sepatu, rambutnya di sanggul rapi, ia berdiri jinjit
dengan di topang ornamen seperti tanduk unicorn yang melengkung seperti bulan
sabit. Terselip ornamen mawar kuning yang mekar di dekat kakinya.
“Jangan di sentuh!” bisik Kevin agak keras, ia takut kepergok petugas
disana. “Di lihat saja! Jangan di sentuh!”
Sabia tampak kesal, padahal ingin sekali membukanya dari kotak kaca.
Mereka terus berjalan semakin jauh, ke dalam, semakin banyak boneka yang
mereka tidak mengerti. Namun pandangan Kevin berhenti di salah satu kotak kaca,
ia begitu terkejut melihatnya.
“Hei, lihat ini... mirip tidak?” tanya Sabia berdiri tidak jauh dari boneka
tersebut. “Aku tidak menyangka kenapa ada manekin berwajah seperti ini
disini....eh ada namanya!” Sabia sedikit menunduk untuk melihat name tag dari
boneka lilin tersebut. “Rosemary? Namanya bagus sekali...”
Kevin menganga, wajah patung ini sangat mirip, tidak, wajahnya sama seperti
Sera.
“Sera.....”
“Eh apa kamu bilang? Sera? Siapa Sera? Pacarmu ya?”
Kevin membelai kotak kaca tersebut, mulutnya komat kamit, hal ini membuat
Sabia tidak mengerti. Pandangan Kevin berubah, pandangan kosong.
“Hei! Hei, apa yang kamu lakukan?! Hei!” Sabia menggoncang lengan kiri
Kevin , namun sepertinya kehadiran Sabia terlupakan oleh Kevin.
“Tunggu...” Sabia mengucap ketika melihat sesuatu dari balik bahu boneka
tersebut... “Boneka berambut hijau? Sepertinya aku tidak melihatnya tadi...”
Itulah, Pullip Prunella yang menggigit leher Lyn. Ia muncul dari balik
manekin bernama Rosemary itu. Ia meringis jahat kemudian, membuat Sabia
ketakutan dan menarik Kevin untuk keluar dari pameran itu, namun Kevin tetap
dengan pandangan kosongnya.
‘PLAK!’
“Lari!! Aku bilang LARI!!”
Kevin yang telat menyadari hal itu kemudian susah untuk melangkah, tepat
seperti waktu itu, kakinya terasa di rantai.
“Sabia tunggu!”
*_*
“Kevin dimana Kevin!?” Lyn kebingungan mencari Kevin dan juga Sabia. Terlebih
Chia yang sudah panik dan berjalan tanpa arah.
Karnaval terlalu padat, jika sampai mereka bertiga berpencar, ini akan
menjadi lebih sulit lagi.
“Apa mereka menyusup kedalam pameran bonekanya?” tanya Tom, “Ada baiknya
kita lihat ke sana, ayo!”
Mereka segera menuju kesana, namun pameran itu belum dibuka untuk umum. Mereka
mencari jalan, mengelilingi areal yang cukup luas itu.
“Ini bros milik Sabia!” ucap Lyn memungut sebuah bros berbentuk salib.
Mereka masuk dari salah satu sisi, tidak menemukan satu petugas pun benar
seperti kata Sabia tadi. Mereka mencari, menyusuri lorong gelap itu dengan di
awasi tatapan boneka-boneka yang berada di dala kotak kaca. Seolah keindahan
mereka menyihir 3 orang itu.
“Jangan lihat mata bonekanya, bisa jadi mereka berarwah...fokus cari Sabia
dan Kevin!” keluh Lyn kepada Chia yang rupanya sudah mulai terlena dengan semua
boneka itu.
Mereka terus berjalan, berjalan ke arah yang salah.
*_*
Kevin berjalan dengan sekuat tenaga, ia berlumuran darah. Lehernya sobek,
wajahnya penuh dengan luka goresan disana sini. Ia gontai, hendak tumbang namun
ia masih berusaha menahannya.
Sesosok iblis bertanduk memeluknya dari belakang, mendekapnya dalam. Separuh
badannya sudah masuk ke dalam tubuh Kevin. Ia meringis, tertawa, dan berbisik
sesuatu sehingga membuat Kevin muntah darah.
“Sebentar lagi kamu akan bertemu dengan Sera...~~ Ia akan
senang sekali bisa memelukmu, mencumbu disana....ahhh..”
Adalah iblis yang mengajaknya, namun Kevin tidak selemah itu. Ia akhirnya
menyadari, Sera telah tiada, dan mereka tidak akan bisa bertemu di zaman yang
berbeda, tidak akan bisa bertemu di dunia yang berbeda. Itulah sebabnya, hanya
bagian kaki iblis itu yang bisa merangsek masuk ke dalam tubuh Kevin.
Mata Kevin perlahan berubah seperti menyala, ia sedang mencoba merapal
mantra. Untuk berdeham saja susah apalagi harus bicara mengeluarkan suara.
‘BRUKK!’
Kevin terjatuh, berat ia menahan iblis bertanduk api itu. Rasanya seperti
menggendong beban 1000 orang di punggungnya.
“.....Ameno..Stelus Viarka...”
Kevin merasa ada yang meraba punggungnya, ternyata Lyn. Ia sedang berusaha
menarik iblis itu, namun sia-sia saja. Tidak akan bisa, justru Lyn terlempar
jauh sampai kepalanya cukup keras membentur kaki Tom. Iblis itu tidak terlihat,
hanya orang terpilih yang bisa melihatnya.
“Kevin!!” teriak Chia mendekat, namun ia juga terlempar begitu saja. Untung
Tom menangkap tubuhnya.
Kevin merasa sekarat, darahnya tidak berhenti keluar. Lyn kembali lagi ke
sisi Kevin dan menecoba sesuatu yang setidaknya membuat iblis itu bisa tertarik
keluar sedikit demi sedikit.
“Gadis busuk! Menyingkirlah!!!!! Grrrrrr....”
Sesuatu terlempar dari dalam tubuh iblis itu, boneka itu kembali merajai
Lyn. Namun kini ia hadir dengan wajah yang rusak.
“Tom!!!” teriak Lyn, namun percuma saja Chia dan Tom tidak mengerti kenapa
Lyn menggelinjang kesetanan seperti itu. “Ada... sesuatu di punggungku!!!!”
Chia dan Tom seperti tidak bisa mendengar apa yang Lyn teriakkan, secara
tak kasat mata ada sebuah makhluk biru bertubuh amat besar dimana ia menutup
erat telinga Tom dan Chia.
“Kamu mendengar apa yang Lyn katakan?” tanya Chia kepada Tom.
“Tidak, aku tidak mengerti mengapa ia gembira menari seperti itu? Apa ini
halusinasi?”
Ya, yang Tom dan Chia lihat adalah sebuah halusinasi. Makhluk itu mengecoh
mereka.
Kevin berada di kondisi yang tidak bagus, sambil merapal mantra di dalam
hatinya, ia meminta sebuah pengharapan kecil. ~`Jika aku mati sekarang...aku harap bisa bertemu Sera untuk yang
terakhir kalinya...~`
Ia menangis, tersedu dalam diam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar