Sabtu, 16 Juni 2012

Puppet of Death -9-




Sekumpulan anak kecil bergaun warna warni itu berjalan beriringan, menabur bunga dan tidak lupa tersenyum kepada semua mata yang memandang mereka. Festival tahunan telah dibuka, lokasi pameran akan segera diresmikan. Tampak Lyn amat tidak sabar ingin melihat boneka-boneka tersebut.

Ia tampak sangat antusias di bandingkan Chia yang malah kurang nyaman dengan keramaian seperti ini.

“Mau aku belikan minuman?” tawar Kevin yang haus karena berteriak heboh disaat dancer seksi menari tadi.

“Ah, kamu mau beli minuman? Aku ikut!” pinta Chia, namun Kevin menolaknya.

“Jangan, temani Lyn! Aku akan kembali secepatnya.”

Kevin bergegas menghilang di keramaian, Chia memandang punggung orang itu. Akhir-akhir ini ia merasa khawatir yang berlebihan pada sahabatnya itu.

Lyn memergoki ekspersi Chia, “Kenapa?” tanyanya lembut.

Chia menggeleng, mengipasi lehernya dengan tangannya. “Tidak, ku harap dia tidak hilang ditengah keramaian.” Kilahnya.

*_*

Di lokasi yang sama, Sabia tengah jengkel karena usahanya kabur dan menginap dirumah Shirley pun gagal total. Kakak sepupunya memergoki ia saat sedang  berada di halte bus semalam. Alhasil hari ini ia merengut, padahal ia ingin gembira disaat menikmati pameran boneka nanti.

“Sebenarnya aku juga tidak mau menemanimu!” keluh kakak sepupu Sabia.

“Kenapa tidak bilang dari awal? Kamu kira aku suka jalan dengan Om-Om sepertimu?”

“Apa katamu?! Jaga sikapmu Nona Sabia!”

Sabia mendekatinya, “Jika bukan karena Ibuku, aku tidak mau bertemu denganmu. Apa tidak ingat dengan ini hah?!” Sabia menyapu poninya hanya untuk memperlihatkan bekas lukanya.

“Aku kan sudah bilang dari dulu, aku tidak sengaja!”

Sabia memberi sedikit dorongan di bahu, “Ini jelas-jelas di se-nga-ja! Bahkan sebenarnya saking bencinya aku padamu, aku bahkan tidak bisa mengingat nama lengkapmu!”

“Paqeuin! Thomas Paqeuin, TOM!” sahutnya.

Tidak jauh dari mereka, berdiri seorang laki-laki tinggi dengan rambut agak gondrong. “Sabia?”

“Kamu lagi!!” Sabia menunjuk Kevin dengan terkejutannya, tidak mungkin bisa bertemu dua orang yang menyebalkan dalam satu hari di tempat favoritnya. “Kamu menguntitku ya!? Iya kan? Ngaku deh!!”

“Ah Kevin? Masih ingat aku?” tanya Tom melunak. “Aku yang waktu itu...”

“Ah...ingat, aku ingat. Sedang apa dengan dia?” tunjuk Kevin ke arah Sabia yang sudah melipat tangan tanda kekesalannya.


“Dia adik sepupuku, kami baru saja bertemu semalam. Kamu bersama siapa ke sini?”

Kevin terpana oleh kecantikan Sabia, seharusnya Tom menyadari hal itu. Iya, dia sadar jika semakin dewasa Sabia sangatlah mirip dengan Sera, namun ia tak sanggup untuk mengungkapnya, ditambah sikap Sabia yang kasar itu padanya.

“Ah, aku bersama temanku. Ada Chia dan juga....Lyn.”

“Lyn? Disini? Bersamamu?” Tom tidak bisa menutupi keriangannya saat nama Lyn disebutkan Kevin. “Apa aku bisa bertemu dengannya?”

“Tentu saja, ayo ikut aku...”

Sabia meninggalkan mereka, ia menghilang di tengah keramaian. Kevin yang menyadarinya segera mengantarkan Tom bertemu dengan Lyn, menyerahkan minuman kepada Chia dan segera bergegas mencari Sabia.

*_*

Kaki kecil itu melangkah ke suatu tempat yang agak jauh dari keramaian. Sabia tidak sabar ingin melihat pameran boneka-boneka itu. Ia nekat menuju bagian belakang, dimana para petugas keluar masuk. Namun saat ini, begitu sepi. Sabia menerobos masuk dari bawah plastik terpal,  ia menganga saat masuk ke dalamnya, namun dengan cepat sebuah tangan menangkap pergelangan kakinya.

“Hei! Pameran belum dibuka! Kenapa kamu masuk dari sini? Ayo keluar!” bisik Kevin.

“Kamu menguntitku lagi? Oh Tuhan, bisa tidak jangan ganggu aku, jangkung! Tidak ada yang melihatku masuk ke sini! Bisa-bisa gara-gara dirimu aku ketahuan!” Sabia terpaksa menarik Kevin untuk masuk ke dalam. Ia juga tidak mau kepergok seorang diri.

“Hey! Kenapa kamu menarikku?!”

*_*

Sementara itu Tom sedang mengobrol dengan Lyn, namun tidak setenang Chia. Ia benar-benar terlalu mengkhawatirkan Kevin, karena Tom tidak cerita jika ia datang bersama Sabia.

“Tidak menyangka bisa bertemu denganmu disini, Tom!” ungkap Lyn senang, karena baginya Tom memenuhi janjinya waktu itu, menemaninya melihat pameran boneka.

“Maaf, jadinya kamu datang bersama yang lain..bukan maksudku seperti itu..”

Sebenarnya Lyn sudah melihat Tom dari awal tadi, hanya saja entahlah. Lyn merasa tidak ingin Tom menyadari hadirnya disana, karena ia datang bersama Kevin...dan juga Chia.

“Aku datang bersama adik sepupu ke sini. Bagaimana pun aku bertanggung jawab, ia pergi di susul Kevin tadi.”

“Kevin?” seru Chia dan Lyn bersamaan.

Tom merasa aneh, “Kenapa? Kenapa ekspresi kalian terkejut begitu?”

“Apa Sabia itu adik yang kamu ceritakan?” tanya Chia mulai curiga dan benar saja tebakannya.

*_*

“Ku beri dua pilihan...” bisik Sabia, “..ikut bersamaku atau ku tendang keluar dari sini?!” ancamnya.

“Kamu bilang aku penguntit, seharusnya kamu menendang ku keluar dari sini!” kata Kevin mencoba cuek, namun ia tidak bisa tidak menatap mata itu ; biru dan bercahaya.

“Ku fikir, kamu tidak seburuk yang aku bayangkan.” Jawabnya seraya meninggalkan Kevin  begitu saja. Ia mulai terusik dengan boneka-boneka antik yang di pajang di dalam bingkai kaca.

Ada satu yang menarik perhatian Sabia, boneka porselen dengan pose balet satu kaki. Tubuhnya nampak gemulai walau ia diam, roknya berwarna pink muda mekar bagaikan kembang sepatu, rambutnya di sanggul rapi, ia berdiri jinjit dengan di topang ornamen seperti tanduk unicorn yang melengkung seperti bulan sabit. Terselip ornamen mawar kuning yang mekar di dekat kakinya.

“Jangan di sentuh!” bisik Kevin agak keras, ia takut kepergok petugas disana. “Di lihat saja! Jangan di sentuh!”

Sabia tampak kesal, padahal ingin sekali membukanya dari kotak kaca.

Mereka terus berjalan semakin jauh, ke dalam, semakin banyak boneka yang mereka tidak mengerti. Namun pandangan Kevin berhenti di salah satu kotak kaca, ia begitu terkejut melihatnya.

“Hei, lihat ini... mirip tidak?” tanya Sabia berdiri tidak jauh dari boneka tersebut. “Aku tidak menyangka kenapa ada manekin berwajah seperti ini disini....eh ada namanya!” Sabia sedikit menunduk untuk melihat name tag dari boneka lilin tersebut. “Rosemary? Namanya bagus sekali...”

Kevin menganga, wajah patung ini sangat mirip, tidak, wajahnya sama seperti Sera.

“Sera.....”

“Eh apa kamu bilang? Sera? Siapa Sera? Pacarmu ya?”

Kevin membelai kotak kaca tersebut, mulutnya komat kamit, hal ini membuat Sabia tidak mengerti. Pandangan Kevin berubah, pandangan kosong.

“Hei! Hei, apa yang kamu lakukan?! Hei!” Sabia menggoncang lengan kiri Kevin , namun sepertinya kehadiran Sabia terlupakan oleh Kevin.

“Tunggu...” Sabia mengucap ketika melihat sesuatu dari balik bahu boneka tersebut... “Boneka berambut hijau? Sepertinya aku tidak melihatnya tadi...”

Itulah, Pullip Prunella yang menggigit leher Lyn. Ia muncul dari balik manekin bernama Rosemary itu. Ia meringis jahat kemudian, membuat Sabia ketakutan dan menarik Kevin untuk keluar dari pameran itu, namun Kevin tetap dengan pandangan kosongnya.

‘PLAK!’

“Lari!! Aku bilang LARI!!”

Kevin yang telat menyadari hal itu kemudian susah untuk melangkah, tepat seperti waktu itu, kakinya terasa di rantai.

“Sabia tunggu!”

*_*

“Kevin dimana Kevin!?” Lyn kebingungan mencari Kevin dan juga Sabia. Terlebih Chia yang sudah panik dan berjalan tanpa arah.

Karnaval terlalu padat, jika sampai mereka bertiga berpencar, ini akan menjadi lebih sulit lagi.

“Apa mereka menyusup kedalam pameran bonekanya?” tanya Tom, “Ada baiknya kita lihat ke sana, ayo!”

Mereka segera menuju kesana, namun pameran itu belum dibuka untuk umum. Mereka mencari jalan, mengelilingi areal yang cukup luas itu.

“Ini bros milik Sabia!” ucap Lyn memungut sebuah bros berbentuk salib.

Mereka masuk dari salah satu sisi, tidak menemukan satu petugas pun benar seperti kata Sabia tadi. Mereka mencari, menyusuri lorong gelap itu dengan di awasi tatapan boneka-boneka yang berada di dala kotak kaca. Seolah keindahan mereka menyihir 3 orang itu.

“Jangan lihat mata bonekanya, bisa jadi mereka berarwah...fokus cari Sabia dan Kevin!” keluh Lyn kepada Chia yang rupanya sudah mulai terlena dengan semua boneka itu.

Mereka terus berjalan, berjalan ke arah yang salah.

*_*

Kevin berjalan dengan sekuat tenaga, ia berlumuran darah. Lehernya sobek, wajahnya penuh dengan luka goresan disana sini. Ia gontai, hendak tumbang namun ia masih berusaha menahannya.

Sesosok iblis bertanduk memeluknya dari belakang, mendekapnya dalam. Separuh badannya sudah masuk ke dalam tubuh Kevin. Ia meringis, tertawa, dan berbisik sesuatu sehingga membuat Kevin muntah darah.

“Sebentar lagi kamu akan bertemu dengan Sera...~~ Ia akan senang sekali bisa memelukmu, mencumbu disana....ahhh..”

Adalah iblis yang mengajaknya, namun Kevin tidak selemah itu. Ia akhirnya menyadari, Sera telah tiada, dan mereka tidak akan bisa bertemu di zaman yang berbeda, tidak akan bisa bertemu di dunia yang berbeda. Itulah sebabnya, hanya bagian kaki iblis itu yang bisa merangsek masuk ke dalam tubuh Kevin.

Mata Kevin perlahan berubah seperti menyala, ia sedang mencoba merapal mantra. Untuk berdeham saja susah apalagi harus bicara mengeluarkan suara.

‘BRUKK!’

Kevin terjatuh, berat ia menahan iblis bertanduk api itu. Rasanya seperti menggendong beban 1000 orang di punggungnya.

“.....Ameno..Stelus Viarka...”

Kevin merasa ada yang meraba punggungnya, ternyata Lyn. Ia sedang berusaha menarik iblis itu, namun sia-sia saja. Tidak akan bisa, justru Lyn terlempar jauh sampai kepalanya cukup keras membentur kaki Tom. Iblis itu tidak terlihat, hanya orang terpilih yang bisa melihatnya.

“Kevin!!” teriak Chia mendekat, namun ia juga terlempar begitu saja. Untung Tom menangkap tubuhnya.

Kevin merasa sekarat, darahnya tidak berhenti keluar. Lyn kembali lagi ke sisi Kevin dan menecoba sesuatu yang setidaknya membuat iblis itu bisa tertarik keluar sedikit demi sedikit.

“Gadis busuk! Menyingkirlah!!!!! Grrrrrr....”

Sesuatu terlempar dari dalam tubuh iblis itu, boneka itu kembali merajai Lyn. Namun kini ia hadir dengan wajah yang rusak.

“Tom!!!” teriak Lyn, namun percuma saja Chia dan Tom tidak mengerti kenapa Lyn menggelinjang kesetanan seperti itu. “Ada... sesuatu di punggungku!!!!”

Chia dan Tom seperti tidak bisa mendengar apa yang Lyn teriakkan, secara tak kasat mata ada sebuah makhluk biru bertubuh amat besar dimana ia menutup erat telinga Tom dan Chia.

“Kamu mendengar apa yang Lyn katakan?” tanya Chia kepada Tom.

“Tidak, aku tidak mengerti mengapa ia gembira menari seperti itu? Apa ini halusinasi?”

Ya, yang Tom dan Chia lihat adalah sebuah halusinasi. Makhluk itu mengecoh mereka.

Kevin berada di kondisi yang tidak bagus, sambil merapal mantra di dalam hatinya, ia meminta sebuah pengharapan kecil. ~`Jika aku mati sekarang...aku harap bisa bertemu Sera untuk yang terakhir kalinya...~`

Ia menangis, tersedu dalam diam.

to be continue . . . 
[part 10 -end]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar