Minggu, 23 Oktober 2011

Angel -part 1-

Alunan musik itu berhenti. Tiada seorang pun yang masih tinggal disekolah sore itu. Fairy berjalan seorang diri menyusuri koridor yang terang karena sinar matahari sore yang indah menembus jendela kaca sekolah. Seseorang tak datang memenuhi janji. Fairy yang sedang kesal itu pun bergumam, “Kenapa selalu ingkar janji?” ucapnya. Koridor itu bersih, sehingga Fairy tidak berani membuang kertas gambarnya di lantai koridor itu. Melihat jendela yang masih terbuka, Fairy melempar buntelan kertas gambar itu ke luar. Setelah 2 langkah ia berjalan, kertas ini kembali menimpa kepalanya. Fairy pun heran, apakah ada orang lain selain dirinya yang masih tinggal disekolah.
Fairy pun melihat ke bawah, ke taman yang berada di bawah sana, tidak ada siapa pun. Fairy membuang kertas itu lagi dan kembali melangkah. Setelah 3 langkah, kertas itu tepat mendarat di depan kakinya. Fairy pun sekali lagi mendatangi jendela itu. Tidak ada angin ataupun orang dibawah sana.
Gimana bisa......kan ini tingkat 5..... bantinnya.
Fairy cukup lama mengamati keadaan di bawah. Dia memutuskan untuk melempar kertas itu ke bawah sana. Tetapi sebelum Fairy melempar kertas yang ia pegang, ada seseorang yang mencelanya.
“Ck....Ck....cantik tapi jorok.” Kata seseorang lelaki.
Fairy terkejut, siapa orang ini??
Fairy menoleh ke sekitar koridor yang panjang itu, tetapi tidak ada siapa pun. Fairy mulai merasakan keringat dingin disekujur punggungnya.
“Siapa itu?” teriaknya yang memecah keheningan sore itu.
“Bukan siapa-siapa.”
Kali ini Fairy benar-benar sangat terkejut. Bukanlah manusia ataupun makhluk halus yang ia temui, tetapi seorang laki-laki bersayap.
“Makanya...jangan suka buang sampah sembarangan.....” ucapnya yang ternyata adalah seorang malaikat.
“Kamu siapa?” tanya Fairy sambil memasang kuda-kuda.
“Eits.....jangan takut..gue Cuma malaikat kok!” jawabnya ringan.
“Malaikat apa yang hidup di bumi?!” tanya Fairy yang membuat Malaikat itu tertawa.
“Ha...ha...malaikat apa aja juga bisa.” Jawabnya sambil menyembunyikan sayapnya, entah dimana.
“Mau kamu apa?” teraik Fairy yang memekakkan telinga malaikat itu.
“Hanya ingin jalan-jalan. Atau mungkin bisa tunjukkan aku tempat yang bagus di sini?” tanya malaikat itu sambil menyulut sebatang rokok.
“Masa’ malaikat merokok?” tanya Fairy yang mulai bingung dengan ‘benda’ yang ada dihadapannya ini.
“Hm.....sebenarnya.....,” nada bicara malaikat itu mulai serius. “Sebenarnya aku sudah dipecat sebagai malaikat.”
Fairy menaikkan satu alisnya, lalu tertawa terbahak-bahak.
“Eh.....ini bukan April MoP kan?” tanya Fairy kepada malaikat itu.
Malaikat itu mendekati Fairy yang masih tenggelam dalam tawanya.
“Kamu tidak percaya?” tanya malaikat itu.
“Enggak, emang kenapa kalo aku nggak percaya sama kamu?”
Malaikat itu langsung menarik tangan Fairy dan loncat melalui jendela itu.
“Aku belum mau mati!!!!!!!!” teriak Fairy sambil menangis.
Fairy hanya bisa menutup mata, padahal ia sudah berada di bawah dengan keadaan selamat dan tak luka sedikit pun.
“Kamu masih tidak percaya?” tanya malaikat itu sambil membuka mata Fairy untuk melihat ke angkasa.
Fairy melihat bulu-bulu putih yang melayang di angkasa sore itu. Banyak sekali bulu-bulu yang berjatuhan dari angkasa. Dan sampai sejauh ini Fairy belum juga percaya.
“Kamu gila? Bisa aja kan kamu bawa bulu angsa terus kamu sebarin di angkasa!?”
Si mantan malaikat menggeleng keras.
“Perlu bukti yang lebih akurat lagi?”
“Apa?” tantang Fairy kepada malaikat itu.
Si mantan malaikat mengambil sebuah pecahan cermin dari dalam tas milik Fairy dan diguriskannya pada nadinya.
“Eh...kamu mau apa?”
Tangan si mantan malaikat itu berdarah...tetapi seakan-akan luka itu sembuh dengan sendirinya.
“Masih nggak percaya?”
“Aha! Pasti punya ilmu kebal tubuh ya? Tuh, buktinya...lukanya sembuh sendiri!”
Headstone banget sih? Gumam si mantan malaikat itu dalam hatinya.
“Trus kamu mau bukti apa?”
“Aku mau.....kamu kabulin permintaanku!”
“Nggak bisa!” keluh malaikaty itu, “Emangnya aku jin?”
“Aku mau.....kamu bisa mengeluarkan cahaya!”
“Nggak bisa juga...kan aku bukan bintang!”
“Habis apa dong?! Ini nggak bisa, itu nggak bisa...gimana kamu mau aku percaya sama kamu?” gerutu Fairy sambil melipat tangannya.
“Kamu jangan minta yang aneh-aneh!”
Mereka berdua saling berpandangan tajam.
“Gini aja deh....kalo kamu bisa anterin aku pulang, aku percaya kalo kamu malaikatku.” Pinta Fairy.
“Gimana aku tau rumahmu yang mana? Sedangkan  aku baru saja tiba setengah jam yang lalu!”
Fairy kesal dan pulang sendiri tanpa ditemani oleh si mantan malaikat.
Tetapi si mantan malaikat itu besikeras mengantarkan Fairy pulang, walaupun ia tak tahu rumah Fairy.
“Baiklah....aku antarkan kamu pulang.”
“Emangnya kamu tau rumahku?” tanya balik Fairy.
“Enggak. Bukannya....tugasku Cuma nganterin kamu doang? Masalah tau apa enggaknya rumahmu kan itu tugasmu?”
“Aaaahhhhhh terserah deh! Capek tau ngomong sama kamu!”
“Ya udah, jangan ngomong aja.jadi nggak capek kan?”
“Tapi...bener kamu mau nganterin aku pulang nih?”
“Kamu mau percaya aku malaikat apa enggak?”

# # #

Fairy sudah sampai didepan rumahnya dan say good bye kepada malaikat itu.
“Aku udah percaya. Bye.”
“Eh, tunggu!” si mantan malaikat itu menghalangi Fairy yang hendak masuk kedalam rumahnya.
“Apalagi mantan malaikat?”
“Hm....aku bingung nih...”
“Bingung kenapa?”
Baru kali ini ada mantan malaikat menggaruk-garuk kepala.
“Aku bingung malam ini mau tidir dimana.”
“Oh.........aku baru tau kalo seorang ‘malaikat’ tidur juga.”
“Ih....serius nih!” pintanya.
“Nih...uang buat bayar hotel semalam ini.” Fairy menyerahkan beberapa lembar uangnya.”
“Bukan uang yang aku mau!”
“Lantas apa?”
“Biar nggak keluar uang, bolehkan aku malam ini menginap di rumahmu? Semalam ini saja...”
“Apa??” betapa terkejutnya Fairy.
“Boleh ya.....apa kamu enggak merasa kasihan padaku? Aku kan sudah nganterin kamu pulang sore ini....”
“Gimana kata tetangga?? Disangkanya gue cewek nggak bener lagi!”
“Aduh......aku jamin tetangga kamu kira pasti aku kakak kamu! Kamu nggak sadar kalau wajah kita mirip?”
“’Hahahaha mirip dari Hawaii!??”
“Ayolah please.....”
“Untuk yang satu kali ini kayaknya nggak bisa deh....”
“Ayolah.....please.....”
Si mantan malaikat itu teruds memohon-mohon sampai pukul 9 malam. Fairy yang tenang belajar itu benar-benar terganggu oleh si mantan malaikat yang terus merengek kepadanya. Fairy pun menyerah dan memperbolehkannya tinggal hanya untuk semalam ini saja dan tentu saja syarat dan ketentuan berlaku.
“Terima kasih......” ucap malaikat super aneh itu.
“Tapi dengan 3 syarat.”
“Apa aja deh, yang penting malam ini aku nggak kedinginan.”
“Pertama, kamu harus tidur di sofa kecl itu.”
Fairy menunjuk sofa mungil yang ada di pojok ruang tamu.
“Oke.”
“Kedua, kamu harus bikinin aku sarapan pagi yang lezat besok.”
“Siap.”
“Yang ketiga.....kamu harus anterin aku ke sekolah besok pagi.”
“Ah..Cuma itu.......kecil!!!” dengan bangganya si mantan malaikat itu masuk ke dalam rumah Fairy.
“Eits....ada tapinya.......nggak segampang itu melangkah ke dalam rumah peri ini.”
“Apa lagi...??”
“Kamu harus anterin aku pake mobil!!!”
“Mobil? Maksud kamu aku harus jadi pencuri malam ini?”
“Bukan itu....tapi.....kamu kan malaikat....jadi kamu harus bisa dong anterin aku pake mobil...masa udah ditolong....mau kasi imbalan yang gak sebanding?”
“Pamrih amat kamu jadi cewek! Matre lagi!”
“Kalo nggak mau ya udah....!” Fairy menutup pintunya tetapi si mantan malaikat itu menahannya.
“Oke......gue sanggup!” ucap mantan malaikat itu dengan serius.
# # #
“Hai, bangun....sarapan sudah siap!” teriak si mantan malakat itu dari arah dapur.
Jam berapa sih nih.....Fairy melihat jam, ternyata masih jam 6 pagi. Nggak tau apa.....orang lagi ngantuk juga......nggak bisa siangan dikit?? Protesnya dalam hati yang melanjutkan tidurnya.
Si mantan malaikat itu masuk tanpa permisi ke dalam kamar Fairy dan membuat Fairy terkejut dan berteriak.
“KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!”
“Hai, jangan teriak dong! Bikin kaget aja!”
Ternyata mereka sama-sama terkejut.
“Ngapain kamu masuk kamarku?”
“Habis.....dari tadi kamu dibangunin enggak bangun-bangun juga.....aku kan udah susah payah buat sarapan lezat pagi ini!”
“Kamu tau nggak sih, ini masih terlalu pagi buat breakfast!”
“Kamu sendiri yang enggak bilang aku harus nyiapin sarapan jam berapa?”
“Iya.....aku yang salah....” Fairy hendak menuju meja makan.
“Eh....aku juga punya syarat dan ketentuan.”
“Enak aja, yang nampung kamu semalam kan aku!?”
“Tapi kan..aku yang buatin kamu sarapan pagi! Jadi...sebelum sarapan....ada baiknya mandi dulu.....kan bau.....”
Fairy menyuruh si mantan malaikat itu menunggu di ruang makan.

Setelah selesai berbenah, Fairy langsung menyantap pizza yang dibuat si mantan malaikat itu.
“Doa dulu!” teriak mantan malaikat itu.
Fairy berdoa sambil memejamkan matanya lalu menyantap habis makanan itu.
“Kamu nggak makan?” tanya Fairy yang sudah menghabiskan satu potong pizza lezat itu.
“Enggak. Malaikat enggak makan pizza.” Ucapnya sambil membaca buku pelajaran milik Fairy.
“Trus kenapa kamu bikinin pizza buat aku?”
“Aku tau kamu suka pizza.” Jawabnya simple.
“Tau dari mana? Kan baru kemarin kita bertemu.”
“Kemarin kamu buang sampah sembarangan di kamar mandi sekolah. Asinan pizza kan?”
Fairy tersedak saat meneguk air mineral.
“Jadi,....kamu udah ngikutin aku dari kemarin pagi?”
“Kan kamu yang bilang sendiri kalo aku ini malaikatmu! Jadi bukan salahku dong kalo aku sudah ngikutin kamu dari kemarin pagi. Kamu aja yang nggak sensitif.”
“Kenapa nggak bilang dari kemarin?”
“Jangankan bertanya tentang hal itu, sampai detik ini saja kamu belum tau namaku kan?”
Fairy tersedak lagi.
“Kamu yang enggak ngajakin aku kenalan! Muncul dengan tiba-tiba, mengagetkan aku, hampir mencelakai aku, memaksa menginap di rumahku....apa itu sikap seorang malaikat! Dasar.....gadungan!!”
“Kalo gitu....benar kamu tidak ingin tau namaku?”
“Enggak!” Fairy mengambil tas dan pergi ke depan rumah.

“Mana mobilnya??” teriak Fairy.
“Sorry, mobilnya udah nggak ada.”
“Kamu sewa di rent-car?”
“Enggak, Cuma pinjam.”
“Pinjam sama siapa?”
Tiba-tiba sebuah mobil mewah sudah ada dihadapan Fairy.
“Ayo, nanti kesiangan.” Ajak si mantan malaikat itu.
“Tunggu, kamu dapat mobil ini dari mana?”
“Mau ke sekolah atau tidak?”
Fairy menuruti perkataan si mantan malaikat itu.
# # #
Fairy dan mantan malaikat itu terdiam sejenak di dalam mobil.
“Hei, kamu nggak turun?” tanya mantan malaikat itu.
“Masih pagi gini, gerbangnya belum dibuka.”
Fairy berkeringat dingin.
“Kamu mau dijemput pake mobil lagi nggak?” tanya si mantan malaikat itu.
“Emangnya kamu nggak pergi cari tempat tinggal baru lagi?”
“Harusnya sih iya. Tapi aku nggak bisa pergi gitu aja kan.”
“Kenapa enggak? Kamu kan datang juga enggak permisi, pulang harusnya nggak pamit dong!”
Fairy melunak.
“Maunya sih juga gitu, tapi masih ada satu hal yang bikin aku tertahan disini.”
Gerbang sekolah akhirnya di buka juga.
“Jadi, mau dijemput jam berapa? Jalan kaki atau pake mobil lagi?” tanya si mantan malaikat.
“Seperti kemarin, lebih sehat jalan kaki.”
Fairy meninggalkan si mantan malaikat sendiri.

Sepanjang hari ini Fairy banyak melamun, sebut saja 3 guru sudah menegurnya. Dia tidak sabar menunggu sore nanti.
Waktu baru menunjukkan pukul 3 sore, dan semua siswa sudah pulang. Yang tersisa di sekolah besar itu hanya sekumpulan anak-anak yang mengadakan ekstrakurikuler. Karena ruang musik yang kosong, maka seperti biasa Fairy memainkan piano itu seorang diri.
Alunan nada terdengar sangat sempurna, jari jemari Fairy lincah memainkan tuts piano tua itu. Fairy tidak sadar, jika dari tadi si mantan malaikat memperhatikannya.
“Dari mana kamu masuk?” tanya Fairy sambil mengakhiri alunan nada itu.
“Dari mana pun aku bisa. Kenapa berhenti?”
“Bosen ah, nggak menarik main sendirian.”
“Gimana kalo aku temani?”
“Aku nggak percaya kamu bisa main piano.”
“Kenapa sih kamu nggak bisa sekali aja percayai aku?” nada bicaranya berat.
“Pulang yuk?” Fairy sedang tidak bersemangat berbicara di sore mendung ini.
“Kamu kenapa sih?” tanya si mantan malaikat.
“Aku sedang tidak ada mood.”
“Masa’ sih?”
“Pulang yuk....aku capek nih.”
“Capek karena aku ngerepotin kamu?”
Fairy berbalik dan mendekati si mantan malaikat itu dan dalam-dalam memandang wajahnya.
“Bukan,..” Fairy menunduk. “Capek karena aku nggak bisa lihat kamu lagi esok hari atau lusa atau bahkan selamanya.”
Si mantan malaikat terkejut mendengar perkataan itu.
“Habis, mau gimana lagi..aku nggak bisa selamanya disini.”
Fairy masih menunduk, “Aku juga tau itu, meskipun kamu udah  enggak jadi malaikat lagi, tapi kamu harus pergi mencari orang semacam aku dan tugas kamu adalah untuk menghibur mereka.” Jelas Fairy.
“Enggak juga sih..aku juga nggak tau kenapa aku harus menemui cewek macam kamu.”
“Aku yang salah suka buang sampah sembarangan, jadi ditegur deh sama malaikat seperti kamu ini.”
Fairy merebahkan dirinya di tembok sambil melihat hujan yang mulai membasahi bumi.
“Tapi aku nggak akan pergi sekarang.”
“Iya, bagaimana kamu bisa pergi pada saat hujan seperti ini, kan sayap kamu basah, trus jatuh deh!”
Kini giliran si mantan malaikat yang mendekati Fairy.
“Kamu lupa ya, aku kan udah nggak punya sayap lagi. Mau terbang pake apa?”
“Siapa tau kamu punya sayap cadangan?”
“Kayaknya besok deh aku harus pergi.”
Fairy menghela napas panjang. Lalu mendekati jendela yang dingin diikuti si mantan malaikat.
“Setelah aku, siapa lagi yang akan kamu temui?”
“Aku juga tidak tau, mungkin temanmu, saudaramu, atau mungkin teman laki-lakimu.”
“Lalu, jika semua orang seperti sudah kau temui, ........ kamu mau melakukan apa lagi?”
“Apa ya? Mungkin melanjutkan hidupku yang tertunda? Atau juga melanjutkan impianku menjadi seorang pelukis ternama....atau mungkin.....”
“Atau mungkin kembali menjabat sebagai malaikat?”
“Aku juga nggak tau pasti...yang jelas aku harus pergi dari sini menuju tempat yang jauh lebih baik.”
“Jadi menurut kamu, di sini enggak cukup baik?”
“Bukannya gitu....tapi ..... eh hujannya udah reda nih, pulang yuk?” tiba-tiba si mantan malaikat itu mengalihkan pembicaraan.
# # #
Fairy termenung di kamarnya seorang diri. Dia tidak tahu apakah si mantan malaikat itu sudah pergi atau belum. Fairy tidak akan sanggup melihat si mantan malaikat itu pergi dari hadapannya, maka dari itu ia termenung melamun seorang diri di kamarnya.
“Hei, ngelamun aja dari tadi?” tanya mantan malaikat itu.
“Masih disini?”
“Lho? Nggak boleh ya?”
“Bukannya gitu.....bukannya hari ini kamu harus pergi?”
“Hm...harusnya emang gitu. Tapi...aku belum bisa pergi.”
“Kenapa?” Fairy menatapnya dekat.
“Kenapa ya? Aku juga tidak tau. Mungkin karena kamu.”
“Aku? Aku kenapa?”
“Kamu....aku rasa kamu baik-baik saja.”
“Kamu aneh!” Fairy enyah dari kamarnya menuju taman belakang yang asri.
“Eh....tunggu dong!”
“Kamu ini sebenarnya mau ngomong apa sih dari kemarin? Kalo udah diajakin ngomong serius pasti mengalihkan pembicaraan.”
“Aku Cuma mau bilang....aku mungkin akan pergi besok.”
“Hm.....kamu nggak perlu bicara pun aku sudah tau kamu akan mengatakan hal itu.”
“Jadi, kamu tidak kaget?”
“Kenapa harus kaget? Kemarin kamu juga bilang seperti itu kan?”
“Kali ini serius. Sudah ada yang memerlukan aku lagi.”
“Ya udah, aku Cuma bisa say good bye. Semoga kamu bisa buat orang itu bahagia.”
Si mantan malaikat itu memandangi wajah Fairy dalam-dalam. Fairy hanya memandang jauh ke padang Lavender yang ada di belakang rumahnya.
“Hei, nanti malam mau masak apa?” tanya Fairy kepada si mantan malaikat, tetapi dia sudah menghilang.
Fairy panik! Dia langsung berkeliling rumah untuk mencari si mantan malaikat. Fairy menangis, sampai sekolah ia mencari si mantan malaikat, sampai-sampai bermain kucing-kucingan dengan penjaga sekolah.
Fairy berdiam diri di koridor tempat ia pertama kali bertemu dengan si mantan malaikat, dan mengenang kejadian-kejadian yang membuat kenangan di hatinya.
# # #
Sudah berhari-hari si mantan malaikat pergi dan meninggalkan kesedihan di hati Fairy. Nilai-nilai Fairy pun turun di sekolah, dia tidak lagi bisa memainkan piano tua itu lagi. Kakinya itu tidak sanggup melangkah lagi di koridor panjang itu. Matanya tak dapat terpejam karena terus menangisi si mantan malaikat yang tidak mungkin kembali itu.

Sampai pada saat acara seni di sekolah......
“Iry, yakin kamu tidak bisa tampil di acara seni hari ini?” tanya seorang guru.
“Tidak Pak. Saya tidak bisa karena sesuatu hal.”
Padahal hati nuraninya mengatakan ‘bisa’.
“Ayolah, coba dulu?”
“Gimana ya Pak? Saya nggak yakin bisa.”
“Pasti bisa. Bawakan saja lagu yang biasa dilatih.”
“Saya coba ya Pak.”
Fairy melantunkan nada-nada tinggi yang kedengarannya mendayu-dayu dan membuat orang yang mendengarnya menangis. Fairy juga tidak tau mengapa ia membawakan lagu milik Ayumi Hamasaki yang berjudul Love ~Destiny~.  Setelah ia selesai perfomance, entah mengapa kakinya menuntunnya ke koridor panjang itu, tempat piano tua itu. Pikiran Fairy kosong, yang ia dengar hanya ada yang membunyikan piano usang tersebut.

“Hei, main bareng yuk?” wajah sumringah si mantan malaikat itu mengangetkan Fairy.
“Kok bengong sih? Sini!” ajak si mantan malaikat itu lagi.
Fairy tidak bisa menolak permintaan si mantan malaikat.
Si mantan malaikat semakin asyik memainkan piano usang itu.
“Bukannya kamu sibuk dengan klien-klienmu?”
“Iya sih......tapi aku kangen kamu.”
“Seorang malaikat rindu dengan seorang manusia biasa seperti aku ini?”
“Lho? Kamu udah punya yang baru ya?”
“Apaan sih?” Fairy memberikan pukulan kecil di lengan si mantan malaikat.
“Lho, bener ya kamu punya yang baru?”
“Kamu ini ngaco! Cowok mana yang mau sama cewek jorok seperti gue ini? Udah sukanya buang sampah sembarangan, nggak bisa masak, nggak bisa bawa kendaraan...banyak hal yang aku nggak bisa. Maka dari itu manusia nggak ada yang sempurna!” kejahilan Fairy mulai dengan menekan tuts piano itu, sehingga permainan si mantan malaikat itu kacau balau.
“Ah...jangan merendah kayak gitu....kamu nggak percaya lagi sama aku?”
“Aku kan emang nggak pernah percaya sama kamu.”
“Trus, kamu capek nggak ada aku disini?”
“Siapa bilang?”
“Kemarin, siapa yang nangis-nangis nyariin aku sampe ke sekolah malam-malam terus main kucing-kucingan sama pak satpam? Siapa yang dimarahin sama ibu kepala sekolah karena nilai anjlok?”
“Siapa? Aku nggak tahu tuh.”
“O ya...bener kamu nggak tau?”
“Iya, emang aku nggak tau.”
Suasana sore itu sama seperti suasana sore saat Fairy pertama kali bertemu dengan si mantan malaikat itu. Sinar matahari yang hangat dan suasana yang hening sehingga mendapatkan suasana chermistry.
“Pulang yuk?” ajak si mantan malaikat.
“Kamu mau pulang kemana?” tanya Fairy sambil meraba piano tua itu.
“Ya...ke rumahku lah...emang ke rumah mu?”
“Oh....si mantan malaikat sekarang punya rumah ya? Sewa atau rumah tetap?”
“Rumah tetap dong...emangnya rumah punya kaki, bisa ke mana-mana?”
Mereka tertawa bersama.

“Makasi udah nganterin aku pulang.” Ucap Fairy sambil menyembunyikan wajah senangnya.
”Sama-sama, senang juga kamu nggak marah sama aku karena aku udah ninggalin kamu gitu aja beberapa hari yang lalu.”
“Yah......kamu emang malaikat yang super sibuk, jadi wajar kalo kamu Cuma singgah ke rumahku kemarin hari.”
“Oh, jadi kamu menganggap aku Cuma sekadar mampir aja gitu?”
“Emangnya ada maksud lain selain itu?”
“Yah....enggak sih...udah malam nih, sebaiknya kamu istirahat. Aku juga udah ngantuk nih. Besok aku janji deh bakal ngajakin kamu jalan-jalan. Mau?”
“Okey....tapi jangan pagi-pagi ya...aku masih tidur.”
“Okey...bye....”
Malam ini perasaan Fairy sudah tak bisa terbendung lagi. Entah apa yang ia rasakan, tetapi kehadiran si mantan malaikat yang tiba-tiba datang dan pergi itu membuatnya kalang kabut tak menentu. Ia begitu tak sabar menunggu si mantan malaikat itu menjemputnya esok pagi.
# # #
Kok lama ya? Padahal ini sudah pukul 11 siang....apa jangan-jangan dia lupa ya? Atau dia pergi lagi?
Fairy sudah menunggu satu jam lebih, tetapi si mantan malaikat tidak kunjung datang. Di tengah menunggu si mantan malaikat datang, ada tetangga sekitar yang berduyun-duyun menuju suatu tempat. Karena penasaran, maka Fairy mengikuti beberapa tetangga itu.
Memang tidak bisa diduga, kecelakaan itu terjadi di saat seperti ini. Fairy tidak bisa tahan tangisnya lagi ketika melihat si mantan malaikat itu berlumuran darah dan harus segera dibawa ke rumah sakit. Segera ia meminta bantuan tetangganya untuk membawa si mantan malaikat itu ke rumah sakit terdekat, tetapi semua orang yang ada di TKP memvonis jika si mantan malaikat sudah meninggal.
Fairy tidak terima, dia mengeluarkan mobil miliknya dan mencoba membawa si mantan malaikat ke rumah sakit terdekat. Tidak ada seorang tetangga pun yang mau membantu Fairy. Fairy bersusah payah mengantarkan ke rumah sakit dan membayar uang muka rumah sakit mewah itu. Perasaan Fairy tambah kacau balau saat dokter berwajah masam saat bolak-balik masuk ruang rawat si mantan malaikat.
Fairy terus berdoa dan tidak henti-hentinya berjalan bolak-balik di depan ruang rawat itu. Fairy panik, bingung, dan galau. Perawat yang mencoba menenangkannya pun mengaku kalah.

“Dek, temannya ya?” tanya si dokter.
“Iya, bagaimana...itu?” tanyanya sambil menangis.
“Oh...tidak apa-apa, hanya luka luar yang cukup parah saja.”
“Dokter bohong!” teriak Fairy yang membuat sekeliling menolehnya.
“Saya tidak bohong. Kalau Adik tidak percaya bisa menjenguk ke dalam, tetapi jangan berisik.”
Fairy langsung masuk menemui si mantan malaikat.
“Kamu......apanya yang sakit?”
“Udah....aku nggak apa-apa...jangan terlalu khawatir gitu dong...” ucap si mantan malaikat sambil mengusap airmata di pipi Fairy.
“Tapi...kamu luka parah gini masih bilang enggak apa-apa?”
“Sorry ya...udah buat kamu kecewa hari ini. Aku juga nggak tau kenapa bisa ditabrak sama mobil ambulance itu. Padahal aku udah jalan ditrotoar sebelah kiri lagi...”
“Makanya, kalo kamu mau kerumahku, jangan lewat jalan yang sebelah sana lagi....jadi kayak gini kan....” Fairy menyeka air matanya.
Si mantan malaikat menggenggam tangan Fairy, dia ingin mengucapkan sesuatu.
“Kenapa?”
“Dari dulu aku ingin mengucapkan hal ini padamu. Tapi aku nggak tau kapan timing yang tepat buat ngomonginnya.”
“Kamu mau ngomong apa?” Fairy menunggunya.
“Hm.....aku udah bukan malaikat lagi. Kamu percaya kan sama aku?”
Fairy menatap dalam-dalam pancaran sinar mata si mantan malaikat itu.
“Aku percaya.”
“Kamu mau tau kenapa aku nggak jadi malaikat lagi?”
“Emang kenapa?” tanya Fairy dengan suara mampetnya gara-gara menangis tadi.
“Tanggal 28 Setember lalu tidak sengaja aku melihat seseorang yang buatku merasakan jatuh cinta, tetapi aku tahu jika seorang malaikat jatuh cinta, maka ia akan diturunkan dari surga. Dan itulah aku. Aku tidak tau persis dimana aku bertemu dengan dia, tetapi dia sudah bisa buatku kembali merasakan cinta yang sudah lama aku tak merasakannya. Kamu tau kenapa aku bisa jadi seorang malaikat?”
“Tidak.” Jawab Fairy singkat.
“Waktu itu aku hampir saja mati, lalu aku melihat sesosok bersayap yang merasuk ke dalam tubuhku, entah siapa itu aku tidak tahu dan tidak pernah bertemu dengannya sampai sekarang, atau mungkin malaikat itu adalah kamu. Dan semenjak itu aku menjadi malaikat dan segala rasa dariku hilang begitu saja, sampai saat itu aku bertemu denganmu..”
“Jadi, seseorang itu.........aku?”
“Iya, dan tiba-tiba rasa itu kembali begitu saja dan malaikat yang rasuki tubuhku itu menghilang entah kemana, mungkin mencari orang lain yang tidak membutuhkan rasa cinta.”
“Kamu...huh.....seperti cerita fiksi saja.”
“Memang sulit bagimu untuk mempercayai cerita ini, tetapi kenyataannya seperti itu.”
“Tapi.....aku percaya....tapi kamu juga harus percaya...”
“Percaya apa?”
“Percaya bahwa aku tidak bisa kehilanganmu.”
Si mantan malaikat mencium kening Fairy walaupun dia belum boleh banyak bergerak.
“Aku juga nggak mau kehilangan seorang Fairy yang ceroboh.”
“Tunggu, dari mana kamu tau namaku?”
“Aku tau apa yang enggak kamu ketahui.”
“Aneh ya, kita udah banyak ngobrol gini tapi aku sampai sekarang belum tau siapa namamu.”
“Bukannya kamu enggak mau tau?”
“Awalnya begitu, tetapi kalo aku lagi kangen sama kamu, aku nggak tau harus panggil siapa. Yang aku panggil hanya sebutan ‘mantan malaikat’ saja.”
“Itu juga benar kok. Dan itu memang benar.”
“Jadi...nama kamu siapa?”
“Kalo aku sebut....mungkin tidak asing bagimu.”
“Siapa? Mario? Angelino? Atau Kevin?”
“Bukan, bukan itu. Namaku Mikael.”
“Tuh kan...kamu itu memang pantas jadi malaikat! Nama kamu aja MIKAEL, itu kan nama malaikat juga.” Tegas Fairy.
“Jadi kita?” tanya si mantan malaikat, Mikael.
“Kita??”


TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar