Minggu, 23 Oktober 2011

KINGDOM STORY -part 3-

Benar apa dugaanku, hubunganku dengan Fox semakin tidak karuan. Semenjak kejadian di kastil penyihir itu, aku dan Fox menjadi menjaga jarak, seperti menghindari sesuatu. Aku dan Tia sudah berusaha untuk mendekati Fox dengan perlahan-lahan dengan cara halus pula. Tetapi entah apa alasan Fox untuk menghindariku seperti ini. Aku jadi tidak berani untuk menanyakan hal ini kepadanya, tapi kali ini aku berusaha agar dia jujur dihadapan kami berdua.
Aku mencoba mendiskusikan hal ini dengan Tia, “Aku tidak yakin dia mau jujur sama kita. Lihat tidak kemarin, kita dekati dia..dia malah asyik berburu sama Kak Hojo.”
“Ya..mungkin dia memang gak mau di ganggu pada saat begitu…kita ini kan udah 20 tahun, jadi jangan kayak anak kecil lagi dong. Kejadian itu kan udah setahun yang lalu! Janganlah diungkit-ungkit lagi..” ucap Tia.
“Aku bahkan tidak bisa melupakan saat dimana aku menyelamatkan kalian berdua.”
“Iya, aku ngerti banget perasaan kamu, kita ini kan udah 4 tahun sama-sama…jadi aku tau kamu gimana menyikapi kejadian tersebut. Seandainya kamu tidak melakukannya, mungkin sekarang aku ngga ada di sini lagi sama kamu.”
“Iya aku tau. Tapi Fox kenapa menjauhi aku sih? Aku Cuma butuh alasan dia mengapa menjauhi aku, sedangkan dengan kamu…dia bersikap normal…”
“Atau mungkin, dia agak menjauh dari kamu karena ngga mau hatinya lebih sakit lagi.”
“Maksud kamu?”
“Begini..dia kan suka denganmu, dan kemarin itu baru saja dia mendapat penolakan dari kamu kan. Terus dia fikir dengan menjauhi kamu mungkin saja dia akan lupa dengan perasaan suka itu…”
“Bisa saja, tapi aku tidak yakin…makanya aku ingin langsung dapat penjelasan dari dia. Kalo di giniin terus aku kan jadi ngga nyaman sendiri. Mau nyapa dia, salah. Ngga nyapa tambah salah..”
“Jadinya serba salah deh!” sambung Tia kemudian.
“Maka dari itu, sebentar lagi Kak Aya akan menikah…dan Kak Aya sudah memintaku dan meminta Fox juga sebagai pengiring pengantin..sama seperti waktu perayaan pernikahan Kak Hojo dan Kak Tiara dulu. Kenapa juga nggak cari orang lain aja?”
“Eh, itu namanya kamu dapat kepercayaan dari mereka…nah sekarang ini masalahnya terletak pada kamu dan juga  Fox, kenapa semuanya bisa merenggang seperti ini?”
“Pasti Fox anggapnya aku ini menakutkan seperti monster! Hiiy…”
“Hahaha, itu sih anggapan kamu aja kali…”
Aku tidak sengaja melihat Fox turun dari kudanya dan menuju perpustakaan.
“Hei, kamu mau ikut denganku tidak?”
“Ke mana?”
Aku langsung menarik tangan Tia dan dari kamarku aku langsung berlari menuju perpustakaan. Tapi langkahku berhenti saat tiba di depan perpustakaan.
“Fox?” Tia langsung menutup mulutnya dengan jari-jari mungilnya.
Dan aku juga tidak percaya dengan apa yang aku lihat.
“Kamu melihat hal yang sama denganku?” tanya Tia kepadaku yang tidak bisa berfikir apa-apa ini.
“Iya, aku melihatnya.”
Mungkin kalian tidak akan percaya, tapi percayailah! Ayah membaca bersama Fox di perpustakaan ini, dan ayah pun tertawa bersamanya saat mereka saling bertukar pikiran. Dan ini artinya adalah….
“Jika mereka sudah membaca bersama apalagi sampai bertukar pikiran begini….artinya kan ayahmu setuju menerima dia sebagai…” Tia tidak melanjutkannya, karena sudah pasti aku mengetahui lanjutan kalimat itu.
“Tidak mungkin, tidak mungkin Fox senekat itu. Atau mereka memang sengaja sekongkol? Tapi masa` seorang Raja Syse seperti itu? Aku tidak mempercayainya.”
“Bisa saja untuk meruntuhkan hatimu demi Fox? Semua kemungkinan itu bisa terjadi. Bisa baik bisa buruk sekalipun. Bagaimana jika kita kesana? Untuk memastikan?”
“Apa? Tidak-tidak…aku belum siap.”
“Lalu ngapain tadi kamu narik-narik aku ke sini? Bukannya mau ngomong sama Fox?”
“Ngga jadi deh!” aku kembali tadi Tia malah mencegahku habis-habisan.
“Kamu ini plin plan banget sih jadi cewek?! Yang tegas dong! Ngelawan penyihir jahat berani, tapi ngomong sama Fox yang kayak gitu saja takut!”
“Kalo gitu kamu yang masuk duluan dan ngomong sama Fox! Aku malu tau ada ayah disana.”
“Ok, siapa takut?!” Tia kemudian masuk ke perpustakaan dan mengajak Fox keluar.
Aku menatap Fox setelah sekian minggu tidak berhadapan seperti ini. Aku jadi merasa gugup, gugup sekali.
“Ada apa Tia?” tanyanya dengan gagah, aku jadi nervous berat ini.
“Ini dari tadi Ara narik-narik aku buat ketemu sama kamu, tapi pas liat kamu sama Raja di dalam, Ara nggak berani masuk, malu katanya.”
“Malu sama siapa?” tanya Fox kepada kami.
Aku merasa Fox banyak perubahan kali ini, apa lagi nada bicaranya itu, semakin dewasa nggak kayak setahun yang lalu yang masih penuh dengan ejek mengejek.
“Sama ayahnya kata Ara.”
“Ngapain malu sama ayah sendiri?” tanyanya, aku tidak berani menatapnya lama-lama, dia terlalu menawan.
“Heh, kamu ditanyain itu lho!!” Tia menjitak kepalaku.
“Aduh, apaan sih?”
Fox malah tertawa, ampun, senyumnya…gila…
“Kok ketawa sih?” kenapa aku jadi marah sama dia?
“Idih, kamu sih ditanyain malah diem…kenapa malu sama ayah sendiri?”
“Nggak, siapa bilang gitu?”
“Nih tadi Tia ngomong gitu..”
“Tia di percaya…”
“Tia kan nggak pernah bohong.” Fox membela sepupunya itu.
“Kita jalan-jalan bertiga yuk? Udah lama kita enggak jalan bertiga…jadi kangen..” pinta Tia.
“Boleh..boleh, gimana kalo kita balapan kuda?” Fox mengusulkan sebuah permainan.
“Wow, aku di wakili ama Ara aja ya? Kamu lupa ya aku tidak bisa naik kuda?” ujar Tia.
“Bagaimana? Kamu setuju?” tanya Fox sambil mengajak berjabat tangan.
Pengecut sekali jika aku menolaknya, “Oke, siapa takut?!”

Kami menyiapkan kuda, saat di kandang kuda, tidak sengaja aku bertemu dengan Gamma, sudah sangat lama aku tidak melihatnya.
“Halo Tuan Putri, mau berkuda?”
“Iya, bagaimana kabarmu Gamma?”
“Baik, Anda sendiri?”
“Ya sama seperti setahun yang lalu…”
Gamma menyiapkan seekor kuda hitam untukku, dan Tia sedang memilihkan kuda putih untuk Fox. Aku rasa dari tadi Fox memperhatikanku, tapi aku tidak berani menatapnya.
“Anda mau balapan bersama Pangeran Fox?”
“Iya, kira-kira siapa yang menang ya?”
“Anda mau main curang?” tanya Gamma.
“Memang bisa ya?” aku merasa tertarik dengan penawaran Gamma.
“Jika Anda sudah ketinggalan jauh, pukul saja pantat kudanya…maka kudanya akan berlari sekencang-kencangnya. Di jamin Anda pasti akan menang.”
“O ya? Kamu sudah pernah mencobanya ya?”
“Iya.” Jawabnya sambil mengedipkan mata kirinya.
Kalau begitu aku akan main curang, agar Fox tau aku ini bukan seorang pengecut.
Kami menuju taman belakang istana dan di sana terdapat padang yang luas yang bisa di jadikan arena balapan kuda. Ketika aku sudah siap dengan kudaku dan Fox siap dengan kudanya, Tia bertindak sebagai wasitnya.
“Siap?”
“Siaapppp!!!!” teriak kami berdua.
Gamma pun dari jauh ikut menyaksikan kami.
“Oke, aku harap tidak akan terjadi sesuatu.” Ucapku pada diriku sendiri.
Saat Tia mengangkat sapu tangannya, maka kami berdua pun sudah balapan. Kuda kami berlari dengan kecepatan yang sama, aku sengaja menunggu Fox mendahului aku, dan pada saatnya nanti aku akan berlaku curang sesuai dengan saran Gamma tadi.
Tepat!! Fox mendahului aku, saat jarakku agak jauh dari dia, aku langsung memukul pantat kudaku ini, dan benar apa kata Gamma. Kudaku melesat menjauhi Fox, tapi kenapa jadi keluar lintasan? Oh tidak, pasti terlalu kuat aku memukulnya tadi. Kuda ini menjadi liar, tak terkendali!! Aku harus bagaimana ini, tidak bisa dihentikan kuda ini!!
“Ara !!!” aku mendengar Fox memanggilku, dan rupanya Gamma juga menyusulku bersama Tia.
Aku menoleh ke belakang, Fox menyusulku, tapi tetap saja dia masih jauh di belakang. Sedangkan aku sudah tidak tau berada dimana ini!!! Aku sudah panik, panik, dan panik! Kudaku tidak bisa berhenti!!
“Ara, berhenti!” teriak Fox.
“Tidak bisa!!! Aku sudah mencobanya!!!” aku berteriak sekencang-kencangnya..kuda ini membawaku entah ke mana, sampai akhirnya dia berhenti mendadak, dan aku pun terlempar jauh ke depan, dan aku mendarat di sebuah rerumputan penuh dengan duri, pasti sekarang tangan dan kakiku lecet semua, aku masih sadar, tetapi aku tidak kuat untuk bangun. Aku hanya mendengar suara derap langkah kuda mendekati aku, dan ada seseorang yang mengangkatku lalu aku tidak mendengar apa-apa lagi.
ÿ
Samar-samar aku merasakan tanganku perih, dibagian kaki juga…dan ada suara manusia…sedang di mana aku? Aku mencoba perlahan membuka mataku, uh! Silau…dan suara manusia itu semakin ramai.
“Ara sadar!!” aku hafal betul itu suara Tia, dan memang Tia, aku melihatnya sambil tersenyum.
“Kamu bisa melihat?” tanya Ibu yang sudah khawatir sekali.
“Ya…” jawabku sambil tersenyum.
Lalu aku mencoba mengambil posisi duduk, padahal aku merasakan jika sekujur tubuh ini benar-benar remuk.
“Hati-hati..” Fox membantuku bangun dari rebahan.
“Aku terjatuh ya?”
“Kamu itu bukan hanya terjatuh, kamu terlempar jauh sekali dari kuda yang kau naiki tadi.” Tia mencoba merapikan rambutku.
“Hah? Masa sih? Tapi tadi kayaknya deket deh?”
Ayah dan Ibu melihatku sudah baikan, maka mereka pergi bersama semua kakakku. Disini sekarang hanya tinggal kami bertiga.
“Jauh banget malah…kamu apain sih kudanya?” tanya Tia.
Gawat, jika aku bilang maka Gamma yang akan getahnya.
“Lihat itu tangan dan kaki mulus kamu…jadi pada lecet kan kena tanaman berduri. Untung wajah kamu lolos dari tanaman itu.” Fox menyadarkanku jika sekujur tubuhku ini penuh dengan luka.
Aku melihat tanganku dan kakiku…astaga…perih ini jika mandi…badanku juga rasanya seperti habis kerja rodi.
Aku lihat Gamma datang menjengukku, dia datang dengan seorang cewek, umurnya sekitar 18 tahun.
“Tuan Putri?” dia juga tampak kaget melihat keadaanku yang seperti ini.
“Iya Gamma? Tak apa…udah biasa..”
“Maafkan hamba…Tuan Putri Ara.” Pernyataan Gamma membuat Fox dan Tia merasakan ada sesuatu yang ganjal.
“Memangnya Ara melakukan apa?” tanya Fox kepada Gamma.
Gamma memandangku, aku mengelengkan kepala.
“Kuda itu sakit, tapi….”
“Aku yang memaksa, aku ingin kuda itu. Aku juga tidak tau jika kuda itu akan gila seperti itu.” Sambungku, aku bohong!
“Ara, kamu itu ya dari dulu ngga pernah berubah! Ingat umur dong?” Tia malah memarahiku.
“Iya, bawel kamu!”
“Kamu itu suka banget sih buat aku khawatir?” ucap Fox. Aku, Tia, dan Gamma saling berpandangan.
“O iya, Putri Ara…perkenalkan ini tunangan hamba.”
“Hai….siapa nama kamu?”
“Lin, aku datang dari daratan Cina.”
“Oh, selamat bergabung ya…”
“Kayaknya segitu dulu ya…Ara mau istirahat.” Ucap Fox.
“Baiklah, cepat sembuh ya Putri Ara…J” Lin memberi doa kepadaku.
Mereka lalu pergi, dan sekarang baru benar-benar bertiga.
“Aku sudah buktikan ucapanmu kan?” tanya Fox kemudian.
“Yang mana?”
“Yang ini, jika seandainya aku dalam bahaya, kamu bisa memberikan perlindungan kepadaku? Masih ingat kan?”
“Oh.” Jawabku hanya Oh.
“Bagaimana, aku sudah buktikan. Iya kan? Jadi bukan Gamma saja yang bisa menyelamatkan kamu.”
“IYa aku tau.”
“Ara, aku ganti air ini dulu ya?” Tia meninggalkan kami berdua. Rupanya Tia sangat mengerti dengan keadaan kami berdua.
“Sekarang kamu jujur aja deh sama aku. Kamu suka juga kan sama aku?” tanya Fox, sepertinya dia menghakimi aku.
“Aku tidak bisa menjawabnya sekarang.”
“Kenapa?”
“Sebelum aku menjawab pertanyaan itu, kenapa kamu menghindari aku selama ini? Aku sudah berusaha berbicara denganmu, tapi kenapa kamu masih juga menghindari aku?”
“Aku gugup dekat kamu. Selama ini aku mengumpulkan keberanian untuk dekat dengan kamu lagi. Ingat waktu kita pertama kali bertemu? Asal kamu tau, bukan Cuma kamu yang gugup, tapi aku juga.”
“Kenapa kamu gugup? Aku ini menakutkan ya?”
“Bukan, aku Cuma ngga ingin kelihatan bego didepan kamu. Aku rajin datang ke perpustakaan, kamu tau buat apa?”
“Nggak.”
“Aku bertemu dengan ayahmu dan meminta ijinnya untuk mendekatimu.”
“Ngapain kamu …. Kamu aneh!”
“Maaf, sebelumnya aku minta maaf…habis aku piker hanya dengan cara itu aku bisa mendekatimu lebih jauh…lebih dari seorang sahabat.”
“Tapi kamu ngerti aku kan? Aku nggak mau persahabatan kita hancur gara-gara kamu dan aku. Kasian Tia kan?”
“Kamu terlalu parno. Kamu ngga yakin ya jadian sama aku? Kamu lihat dong kedua kakakmu, mereka fine-fine aja, akhirnya, berhasil kan?”
“Ya tapi mereka kan sudah siap untuk itu, sedangkan aku, aku masih ingin main-main!”
“Kamu kira aku ingin serius? Aku juga masih ingin main-main, umur kita kan masih segini ini juga…”
“Tapi kamu tau ngga artinya bicara dengan ayahku?”
“Aku tau, tapi aku sudah jelaskan semuanya, dan kedua orangtuamu setuju.”
“Maaf, tapi aku ingin kita begini saja.”
“Apa kamu ngga capek kita begini terus? Tiap ketemu pasti tidak berani menatap mata.”
“Tapi aku belum yakin jalanin hubungan ini sama kamu.”
“Ok, aku ngerti. Kamu ngga keberatan kan kalo aku nunggu kamu sampai kamu siap?”
“Tapi jika aku bertemu seseorang yang bisa mencuri hatiku, bagaimana? Kita kan nggak pernah tau apa yang terjadi di depan.”
“Aku bunuh cowok itu!”
“Kamu itu, kenapa kamu nggak cari saja cewek di luar sana? Kan masih banyak yang lebih dari aku?”
“Tidak mau, aku sudah  terlanjur suka kamu. Aku ngga mau jauh dari kamu.”
“Kamu aneh…” tanpa ku sadari, aku memegang wajahnya. Dia terus memandangiku.
“Memang, kamu juga…pasti kamu curang ya saat naik kuda tadi? Jangan dikira aku nggak tau. Aku melihat kamu menepuk pantat kuda itu. Iya kan?”
Aku tertunduk malu, “Kamu kok bisa tau semuanya sih?”
“Aku sudah tau jadinya akan seperti ini, kamu sengaja kan agar aku menolongmu?”
“Tidak, Gamma yang menawari aku cara itu. Aku juga tidak mau kelihatan bego di depan kamu, makanya aku gunakan cara curang.”
“Kamu bodoh, lihat dirimu sekarang. Penuh dengan luka.”
“Iya aku tahu, kamu tau…aku sebenarnya bingung mau menerima kamu atau tidak. Aku terlalu memikirkan persahabatan di antara kita bertiga….”
“Kamu ini ternyata kekeh juga ya dalam menjalani komitmen?”
“Ya harus dong! Kalo nggak gitu kita ngga bisa sama–sama sampai sekarang.”
“Iya, tapi jika suatu hari aku mengajakmu menikah, bagaimana?”
“Jangan bicarakan itu, aku belum memikirkannya. Lagi  pula terlalu dini kita membicarakan itu.”
“Iya, maaf aku salah.”
Tia datang dengan wajah yang sumringah, dan bajunya basah.
“Kamu kenapa Tia?” tanya Fox.
“Kalian tau enggak…tadi waktu aku mengambil air di bawah, ayahmu kedatangan tamu dari Kerajaan           Quera!! Katanya mereka mau menyuntingmu!!”
“Apa? Gila!” aku langsung panik.
“Sebaiknya kalian cepat bertunangan saja!!”
“Memangnya siapa yang berani menyunting Putri Ara?” tanya Fox, terlihat sekali dia tidak terima dengan hal ini.
“Kalau tidak salah Pangeran Heldy.”
“Kamu sudah melihat tampangnya?” tanyaku.
“Sudah.”
“Bagaimana? Siapa yang lebih cakap? Aku atau dia?” tanya Fox.
“Wah, aku jadi bingung…habis kalian sama-sama tampan…bagaimana jika kita lari saja?”
“Kabur maksud kamu?” tanyaku.
“Iya? Kita bertiga.” Jawab Tia.
“Kapan?” tanyaku kemudian.
“Bagaimana jika…sekarang?” usul Fox.
Kami bertiga langsung menemui Gamma kembali di kandang kuda.

“Pangeran Heldy datang kemari? Gawat!”
“Kenapa bisa gawat?” tanya Fox.
“Pasti dia serius dengan ucapannya. Jadi kalian mau kabur?”
“Iya, tolong kami Gamma. Aku butuh 2 kuda.” Ucapku kemudian.
“Baiklah, tunggu di samping sana. Disana akan aman, aku menyiapkan kudanya dulu.”
Dengan badan yang sakit seperti ini aku memaksakan diri untuk berjalan menuju samping kandang kuda. Menunggu Gamma, ini mungkin pengalamanku yang paling seru dengan Fox dan Tia.
“Ini kudanya. Kalian akan pergi kemana?” tanya Gamma.
“Kami akan ke Kerajaan Werck. Tolong jangan katakan kepergian kami kepada si Pangeran itu.”
“Ok.”
“Kami pergi.” Ucap Fox, kami bertiga berpisah dengan Gamma.
ÿ
Perjalanan ini sudah setengah hari, malam sebentar lagi menjelang dan kami bertiga hampir tiba di Kerajaan Werck. Posisiku di sini sekarang sebagai tamu kerajaan, dan aku tidak bisa berbuat semauku disini.
“Masi berapa lama?” tanyaku kepada Fox, tubuhku sakit sekali akibat insiden kuda mengamuk tadi pagi.
“Masih di depan, kamu kenapa? Sakit?”
“Tidak, aku lelah…kira-kira bagaimana ya di istana sana? Pasti ada yang marah besar.” Ucapku sambil menyenderkan kepalaku di bahu Fox.
“Ayah maksud kamu?”
“Bukan, tapi si Heldy..dulu sekali waktu aku kecil dia pernah datang. Dan membuat tanganku luka. Ini masih ada bekasnya.” Aku menunjukkan bekas luka yang ada di jari manisku.
“Astaga, kamu di apain sama dia?”
“Dia menjatuhkan belati dan menggores tanganku..alhasil, aku dapatkan bekas luka ini. Makanya aku tidak pernah suka jika ayah mengundang dia dalam acara-acara besarnya.”
“Hei Ara, aku rasa kamu ini nekat banget ya sampai kabur begini? Padahal tadi kan aku hanya bercanda…tapi kalian menanggapi serius.” Ucap Tia.
“Nekat? Dia memang Putri Ara yang nekat…dari dulu kan memang begitu? Tidak suka pakai gaun, tapi tetap nekat memoles wajahnya dengan bedak.” Ucap Fox yang mengingatkan aku akan diriku 4 tahun silam.
“Lalu bagaimana dengan Kak Aya?” tanya Tia kepadaku.
“Tenang, acaranya di akhir tahun kok. Meskipun tidak ada aku dan Fox, Kak Aya kan bisa cari penggantinya.”
Aku melihat sebuah bangunan kastil yang mewah dan sangat bergerlapan. “Itu punyamu, Tia?”
“Iya, bagus kan? Tenang saja, ayahku dan ibuku sedang berkunjung ke kerajaan lain. Jadi yang memimpin sementara ayah Fox.”
“Tidak apa kan aku di sana?”
“Kau ini selalu saja berpikiran yang negative…jika mereka tau siapa kamu, mereka pasti akan berlakukan kamu sama seperti di istanamu.”
“Memangnya aku ini siapa?” tanyaku kepada Fox.
Tapi Tia yang menjawabnya, “Kamu kan tunangannya Fox?”
“Ngawur kamu…”
“Bisa saja, apalagi kalian satu kuda begitu…pastilah mereka berfikiran sama seperti ku..sudahlah Ara…apa susahnya sih nerima Fox? Kayak baru kenal kemarin aja??”
Jika aku tidak lemah begini, aku malas satu kuda dengan Fox.
“Jangan cemberut gitu dong…kalo cemberut gitu nanti malah…” Tia tidak melanjutkan kata-katanya.
“Apaan sih? Kalian ini kakak-adik sama saja….”
Lagi-lagi mereka melakukan tos.

Malam ini akhirnya aku bisa beristirahat dengan tenang. Tapi aku tidak tau apa yang terjadi besok.
“Ra, aku ngga bisa tidur nih….”
“Kenapa sih? Aku udah ngantuk ini…”
“Kamu cepetan gih bertunangan sama Fox…”
“Iya besok…” jawabku ngasal.
“Beneran ?”
“Iya…..”
“Kalau gitu, aku siapkan cincinnya dulu ya?”
“Hmm….”
Aku sudah sangat ngantuk ini…terserahlah apa yang mau dilakukan Tia, tubuhku sudah sangat lelah.
ÿ
Ternyata omonganku semalam dianggap Tia tidak main-main. Padahal aku kan mengatakannya dalam kondisi yang tidak fit?
“Kamu ngaco? Semalam kan kamu bilang hari ini mau bertunangan dengan Fox?”
“Tapi itu ku katakan pada saat aku sedang ngantuk?! Aku kira kamu tidak akan menanggapi omonganku yang semalam?”
“Kamu ini gimana sih?? Aku sudah siapkan cincinnya ini…kamu tau ngga, cincin ini milik Kak Hojo dulu.”
“Trus, kenapa ada sepasang?”
“Milikku dengan Kak Hojo. Sudahlah, coba kamu pakai cincin yang ini?”
Aku mengambil sebuah cincin yang bermatakan berlian biru, ku coba di jari manisku sebelah kiri, hmm benar-benar pas!
“Tuh kan…ku bilang apa…pas…jadi kamu mau kan bertunangan dengan Fox disini?”
Tia benar-benar memohon kali ini padaku. Aku bingung, karena aku belum siap dengan keputusan ini.
“Kamu sudah bilang sama Fox?”
“Sudah.”
“Trus, respon dia gimana?”
“Dia diam aja sih, tapi kayaknya seneng banget tuh. Aku juga belum tau pasti.”
Fox datang ke ruangan dimana kami sedang berbincang.
“Fox?” sapaku.
“Hai, aku punya kabar buat kita semua. Kata utusan ayahmu, Pangeran Heldy menuju ke sini.”
“Dari mana dia tahu? Pasti Gamma!” Tia langsung menuduh Gamma.
“Bukan, ada yang melihat kita pada saat kita perjalanan ke sini. Dan orang itu ditanyai oleh Pangeran Heldy. Lalu, menurut kalian kita harus mengambil tindakan apa ini?”
“Semalam, Ara sudah mengiyakan jika dia akan bertunangan denganmu.” Ujar Tia.
“Ara, kamu serius?” Fox pasti tidak menyangka jika aku mengambil keputusan ini.
“Tia bertanya saat aku sudah dalam keadaan ngantuk berat. Jadi gimana dong jadinya?”
“Hmm…sudahlah…kalian kan saling menyukai, kenapa harus di tunda-tunda sih?” Tia yang malah ruwet.
“Tapi Ara kan belum siap seperti kamu, Tia.” Fox mencoba memberi penjelasan kepada Tia.
“Apa lagi yang harus disiapkan. Umur kita juga udah memenuhi syarat kan?”
“Mentalku belum siap, Tia!!” baru kali ini aku membentaknya.
“Sabar Ara…jika itu yang jadi masalahnya, sebaiknya aku meninggalkan kalian berdua disini. Diskusikan baik-baik masalah ini. Ingat, Pangeran Heldy sudah dekat dengan istana ini.” Tia mengingatkan aku dan juga Fox.
Tia pergi memberi waktu untuk kami berdua.
“Jadi, kamu ingin bertunangan denganku?”
Aku mencoba memantapkan keyakinanku terhadap Fox.
“Aku tidak ingin kita, terutama kamu salah mengambil keputusan besar ini.”
“Aku tau, makanya aku tidak lekas memberikan jawaban kepada kamu.”
“Iya, aku mengerti. Sangat mengerti, tapi jika kamu tidak jadi denganku..berarti dengan Pangeran Heldy itu kan?”
“Tapi aku tidak ingin dengan Pangeran Heldy! Aku Cuma ingin sama kamu! Tapi aku merasa belum siap.”
“Apa sih yang menahan kamu?”
“Aku masih ingin bebas.”
“Jadi jika status kita bukan sahabat lagi, kamu merasa kebebasanmu terampas, begitu?”
“Iya…”
“Kamu ini sebenarnya kan bertunangan dengan aku, 4 tahun kita lewati waktu bersama…rasanya akan sama! Aku tidak akan berubah meskipun status kita berubah.”
Kalau aku fikir-fikir memang benar apa yang dikatakan oleh Fox.
Aku masih menenangkan jiwaku, ini adalah keputusan besar dalam hidupku.
Dan kini aku sudah mendapatkan sebuah keputusan, aku mengecup lembut bibir Fox, tanda itu aku mau menjadi tunangannya.
“Aku mau. Ayo kita lakukan sekarang.”
Tidak lupa aku mengambil cincin yang ditunjukkan Tia kepadaku tadi, kami segera mencari Tia dan berlari menuju gereja yang ada di dekat istana milik Tia.
“Kalian memiliki wali?” tanya pastur yang akan meresmikan hubunganku dengan status pertunangan.
“Tunggu, aku memanggil seseorang dulu.” Tia segera berlari menuju ke istana, saat kembali dia sudah datang dengan 2 orang.
“Siapa itu?” tanya pastur kepada Tia.
“Ini adalah Bibi Mayer dan ini adalah Paman Hugo. Mereka adalah orang tua mempelai laki-laki.”
“Kamu sudah bilang pada mereka?” tanyaku kepada Tia.
“Sudah, kamu tenang saja. Cepat pastur, ini deadline!!”
“Baiklah…” pastur itu membuka alkitabnya dan memulai acara prosesi ini. Sedangkan Tia sudah sangat resah dengan waktu sekarang ini.
“Demi Nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus…” kami semua mengikuti apa yang pastur lakukan.
“Bisa di persingkat tidak?” sela Tia. Dan itu membuat pastur kesal. Sebenarnya kami juga resah jika nanti Pangeran Heldy datang di tengah-tengah acara.
“Kalian akan di persatukan dalam ikatan pra-nikah yang biasanya disebut bertunangan. Untuk Pangeran Fox, apakah Anda….”
“Bersedia!” jawab Fox sebelum pastur usai melanjutkan kalimatnya.
Pastur itu mendengus, “Wahai Putri Ara bersediakah Anda…”
“Saya bersedia.” Jawabku langsung agar mempersingkat waktu.
Pastur sudah habis kesabaran, kami langsung bertukar cincin tanpa instruksi darinya.
Klop, cincinnya pas di jari kami masing-masing.
“Bagaimana?” tanya Pastur kepada saksi dan wali.
Semua mengangguk.
Orang tua Fox langsung memelukku, erat dan lukaku perih saat bergesekan dengan mereka.
“Selamat datang di istana kami.” Sambut hangat ibu dari Fox.
“Terimakasih.”
Benar kan apa dugaan Tia, Pangeran Heldy datang. Untung saja prosesi ini sudah selesai.
“Putri Ara!!” panggil Pangeran Heldy dengan sangat kasar.
“Pulang saja, aku tidak mau denganmu!”
“Aku tidak akan pergi dari sini sebelum kamu menjadi milikku.”
“Tidak bisa, apa kau tidak melihat ini?” aku mengangkat kelima jari tanganku sebelah kiri.
Dia agak terkejut mendengarnya. Lalu dia mencabut pedangnya, tetapi Fox melindungi aku, benar-benar melindungi aku. Paman dan Bibi langsung memanggil prajurit yang mereka punya untuk mengatasi semua ini.
Fox menahan serangan dari Heldy tersebut, sampai akhirnya Fox terjatuh dan pedang Heldy sudah ingin menghujam tubuh Fox, entah apa yang aku fikirkan, aku langsung menahan pedang itu dengan tanganku sampai aku sadar ada air yang menetes ke pipiku.
“Ara…??”
“Ara..!!!” Aku dengar mereka berteriak kepadaku. Tidak lama prajurit datang dan menangkap Heldy. Aku lemas, kemudian langsung tersungkur ternyata aku menahan tajamnya pedang itu dengan kedua lenganku yang penuh dengan luka goresan, aku tidak merasakan apa-apa pada saat itu yang ku fikirkan hanya Fox, aku tidak ingin kehilangan Fox.
Mereka membantuku  berdiri dan duduk di altar.
Aku melihat pastur yang terbengong-bengong itu.
“Ara bodoh!!” Fox meneriakiku seperti itu.
“Kenapa? Aku baik-baik saja kan?” aku sudah tidak merasakan apa-apa lagi di badanku ini.
“Lihat! Tanganmu penuh dengan darah!!” Tia langsung menggunakan sapu tangannya untuk mengelap darah yang terus mengucur dari kedua lenganku. Aku beralih pandangan ke wajah Fox, astaga! Kalian tidak akan percaya, dia menangis!! Sekarang aku baru tau arti aku buat dia. Dan juga buat semua orang.

Aku sudah 3 hari di istana Werck ini. Aku dirawat dengan baik oleh keluarga Fox disini, dan aku begitu diterima dengan baik oleh mereka. Aku tidak menyangka bahwa diriku ini begitu dibutuhkan oleh orang-orang di sekitarku. Padahal aku merasa bahwa diriku ini selalu berbuat masalah. Mulai dari membuat Kak Tiara selalu marah dan kesal, membuat kedua orang tuaku selalu khawatir, membuat kedua sahabatku menjadi repot karena aku, bahkan saat insiden kuda itu, aku benar-benar malu dengan diriku sendiri karena aku selalu merepotkan orang lain.
“Sudah baikan?” tanya Tia yang datang bersama Fox.
“Ku rasa sudah..tapi masih ngilu ini tanganku..habis luka-luka waktu terjatuh dari kuda itu belum sembuh benar, belum lagi ditambah dengan kenang-kenangan dari Heldy. Dia di mana sekarang?”
“Sudah di kembalikan ke kerajaannya, tenang saja. Di sini sudah aman, bahkan paman dan bibi sudah mengirim utusan ke Syse.”
“O ya? Maaf ya jika selama ini aku selalu merepotkan kalian? Aku sadar, aku terlalu banyak buat masalah.”
“Tidak, justru kami berdua salut sama kamu. Kamu bisa melindungi kami dari ancaman apa pun dan dari siapa pun. Dan akhirnya kamu mendapatkan buah yang manis kan?” Tia memandang Fox dengan pandangan yang nakal.
“Hahaha, jadi malu…” Fox menggosok-gosok kepalanya.
“Tapi kalian kan sudah mengikutiku ke mana-mana? Apa jika tidak merepotkan namanya?”
“Tidak, yakin deh sama kita. Kita kan tulus sahabatan sama kamu. Kan ada itu peribahasanya…berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.”
“Uh, Tia ngomongnya udah sama kayak nenek-nenek…” godaku.
“Iya nih, belajar dimana sih?” tanya Fox mengusap kepala Tia.
“Uh, baca buku di perpustakaan dong…emang kamu Putri yang malas baca buku?”
“Iya..iya…jadi kapan aku bisa kembali?”
“Jangan kembali, tinggal disini?” pinta Fox.
Mataku sudah berkaca-kaca…aku ingin pulang….
“Eh, jangan nangis dong…kami bercanda…..kita akan kembali seteleh kamu pulih.”
Aku langsung memeluk Fox walau tangan ini masih sangat ngilu.
“Hei?” Tia menunjuk hidungnya.
Aku lupa memeluknya..hahahhaha.
“Jadi, sekarang kita tetap jadi sahabat kan?” tanyaku pada mereka.
“Iya dong, tapi aku kan juga pacar kamu?” tanya Fox.
“Iya, pasti..aku nggak mau kehilangan kalian berdua.”
“Berarti kita bagai berlian di belah tiga dong?” tanya Tia kepada aku dan Fox. Lalu aku melepaskan pelukanku.
“Maksud kamu?”
Tia mengeluarkan 3 pasang kalung berlian yang berwarna sama.
“Di pakai ya?” Tia memasangkan kalung itu di leherku, aku memasangkan kalung itu di leher Fox, dan Fox memasangkan kalung itu di leher Tia. Dengan begitu kami mempunyai sebuah ciri khas sekaligus identitas.
“Warnanya bagus…” ucap Fox.
“Iya, hijau…artinya?” tanyaku kepada Tia.
“Alam, yang artinya luas. Seluas kasih sayang yang kita miliki. Iya kan?”
Dengan begitu aku sudah bisa menyelamatkan hubungan persahabatan ini dan menyelamatkan hubunganku dengan Fox. Aku tidak akan pernah melupakan moment-moment ini sepanjang hidupku.

TAMAT

1 komentar: