Minggu, 23 Oktober 2011

Suro or Sky

“Elo kan yang temenin gua ke pestanya Koji?”
“What? Gue?! Kenapa gue? Loe kan masih jalan sama Suro?”
“Loe samain gua sama Suro si paranormal itu? Yang bener aja loe?”
“Kalian pacaran kan?”
“Woi! Siapa yang pacaran sama dia? Seumur idup gua gak akan pernah macarin orang yang kayak gto! Psycho itu orang!”
“Psycho gimana?”
“Masa’ waktu gua ke rumahnya buat ngambil tugas Sejarah..gua disuguhin sesajen? Apa nggak psycho tuh namanya?”
“Eh? Wajarlah, namanya aja Suro…pasti lahirnya pas 1 suro..kan serem Luv.”
“Nah, makanya…kemaren itu Suro sendiri yang nawarin gua supaya pergi sama dia ke pestanya Koji, nah..males banget kan gua?”
“Ooo…jadi gitu. Ok. Emang kapan pestanya? Eh, tapi gue kan nggak diundang?”
“Udahlah, masa sepupu ndiri nggak diundang, kali aja dia lewat SMS ngasi tau elo?”
“O iya ya..mungkin ajah ya?”
Kemudian Suro melihat Luva yang sedang mengobrol dengan Ion.
Suro datang dengan kacamata besarnya dan celana SMA yang kependekan. Dibilang culun juga enggak, dibilang kolot iya sih, tapi kuno juga enggak, mungkin angker kale ya yang tepat.
“Luva, Luva..gimana? kamu mau pergi sama aku nggak??”
“Aduh Suro…..gimana ya??? Gua udah punya pasangan nih….mendingan elo cari cewek lain aja deh?”
“Lho Luva kok gitu sih? Pasti pergi sama playboy ini ya?”
“Eh cupret <culun kampret>! Kalo mau ngomong mikir dulu dong! Jangan dengkul pake mikir!!” Ion sudah siap menghantam kacamatanya yang jelek itu.
“Eh eh, kamu diem aja ya! Ini urusan aku sama Luvaku!”
Luva dan Ion memasang wajah ‘gua ingin sekali muntah di muka lo’.
“Apa lo budge?! Kan tadi Luva bilang, dia maunya pergi sama gue..jadi mendingan elo pulang gih, ke RUTUCU!”
“Rutucu?” tanya Suro yang angker itu.
Luva dan Ion menjawab serempak, “RUMAH KUTU CULUN!! Hahahahahahaha…!!!”
Suro tersinggung dan pergi dari Luva dan juga Ion.
“Eh, dia pergi tuh? Kayaknya marah deh?”
“Ya biarin aja kale! Emang cupret tuh orang, aneh!”
“Ntar kalo kita disantet gimana? Tiba-tiba dipala loe ada paku gitu?”
“Kurang asem! Lo kira gua kunti pa??”
Ion dan Luva emang kurang ajar banget sama Suro. Tapi Suro lebih kurang ajar sama mereka. Masa’ anak orang di kasi kemenyan sih di meja?? Emang dia piker Luva sama Ion jin apa?!

“Eh Luv, cupret datang lagi tuh nyari lo.”
“Adoh, ngapain lagi sih cupret? Nggak ada habis-habisnya nyari kita?”
“Yah itung-itung biar cepet ngetop kan?”
“Ngetop pantat lo harum? Ngetop jadi manusia yang makan kemenyan?”
Suro dengan pedenya duduk di depan  Luva, sambil senyum-senyum nggak jelas.
“Ngapain lagi lo kesini cupret??” tanya Luva yang sudah kesal dengan tingkah aneh Suro.
“Kangen nih sama kamu.”
Luva memegang kepalanya lalu menutup wajahnya dengan kelima jarinya, ‘kangen ngasi gua kemenyan loe yang aneh itu??’
“Eh, elo itu psycho ya?”
“Apa? siko?”
“Udah Luv, susah ngomong sama bangsa jin.”
“Elo kelainan jiwa ya?”
“Kamu bilang aku gila?”
“Kata halusnya begitu.”
“Siapa yang jadi makhlus halus?”
Luva sudah kehilangan kesabaran, dia menggebrak meja dan menjadi pusat perhatian.
“Iya! Elo itu cocoknya maen sama setan! Apa lo nggak nyadar apa, satu sekolahan ini udah anggap loe psycho! Gila! Nggak waras! Kadang-kadang ngomong sendiri…lo ngomong sama siapa? Setan!!!????”
“Kamu kok ngomongnya gitu sih?” Suro tersinggung, wajahnya merah, menangis, kemudian berlari. Mungkin ke toilet, seperti anak perempuan yang disakiti lalu berakhir di bilik kamar mandi.
“Luv, apa lo nggak terlalu keras sama dia?” tanya Ion yang sempat kaget dengan perlakuan Luva kepada Suro barusan.
“Keras pa’nya? Dia aja yang terlalu lemah. Biasanya anak kampong kayak geto.”
“Ya tapi kan nggak semestinya lo buka kartunya dia di depan umum kayak gini?”
“Elo di pihak siapa sih? Gua apa si cupret?”
“Ya di pihak elo..tapi car aloe itu kayaknya salah deh.”
“Terserah deh. Kalo loe masih mau temenan sama gua, jangan banyak komentar lagi!” Luva bête, langsung pergi ke perpus buat mendinginkan otaknya.

Sementara itu benar apa dugaan kita. Suro memojok disalah satu bilik toilet pria. Dia menangis! Haha, seperti anak perempuan yang sedang ditindas oleh para seniornya. Lusuh, kumel, dan bau. Dia meratapi nasibnya mengapa ibunya memberinya nama SURO. Dulu-dulu tak seorang pun yang berani mengejek tentang namanya yang sacral itu.
Seseorang masuk ke dalam toilet laki-laki dan mendengar suara tangisan Suro. Dia mengetuk pintu dan menyuruh Suro berhenti menangis.
“Eh, siapa pun yang didalem…berhenti dong nangisnya. Bikin malu aja, masa’ anak laki-laki cengeng sih?”
Suro tidak menjawab, tetapi menghentikan isaknya.
Bagus….video ini bakal gue sebarin ke Luva, setelah itu akan gue sebarin ke semuanya!
Damn! Ternyata orang ini berniat buruk juga terhadap Suro. Tidak lain adalah Niko, orang terkejam di sekolah ini. Hampir semuanya orang pernah masuk jebakannya, kecuali Luva dan Ion yang menjadi teman satu gengnya.
“Siapa?” tanya Suro dengan suara yang lirih.
Tidak ada jawaban di luar sana.

“Woizz, lu gila mau bikin image Suro jatuh?” protes Ion.
“Image? Image kalo dia emang angker and cupret? Itu kan emang harus jadi predikat buat dia.”
“Ya tapi nggak gini juga kali caranya. Lo lama-lama keterlaluan juga ya?”
“Loe ini sebenarnya mihak siapa sih? Luva dan gue ato si cupret yang bau itu?”
“Ya gue dipihak kalian. Tapi kayaknya kita udah sering banget deh ngerjain cupret. Ntar kalo dia ngadu ke KepSek gimana?”
“Nggak bakal dia berani ngaduin kita ke kepsek!! Gua jamin!!”
“Apaan nih Nik?”
“Eh Luva cayang…lihat aja. Pasti loe suka.”
Maka dengan tidak sabarnya Luva melihat cuplikan yang memprihatinkan itu. Sempat ada rasa yang ‘bagaimana gitu’ pada diri Luva. Tapi dia berusaha menyembunyikannya.
“Gimana? Rencana sih gue mau nyebarin ini ke semuanya.”
“Mau lo sebarin? Buat apa? Dapet doku lo?”
“Ya enggak sih … buat have fun ajah…loe pada setuju kan?”
Luva dan Ion saling bertatapan  mengatakan tidak setuju.
“Ehm, aduh sorry banget. Gua sama Ion ada les tambahan dari Ibu Ita, gua ke kantor guru dulu ya? Sorry nggak bisa ikut makan siang di resto lo.”
“Lho? Kalian kok gitu sih? Padahal kita udah dari kemaren rencanain ini?”
“Sorry Nik, gue sama Luva belum nyusul ulangan.”
Luva dan Ion segera pergi meninggalkan Niko yang sedikit psycho itu.

“Gua nggak setuju sama ide gila Niko. Itu kan bakal buat dia di DO!”
“Tapi Luv, kita nggak akan bisa menghentikan Niko! Mau gimana pun caranya, nggak akan bisa.”
“Ya tapi gua nggak mau Suro ataupun Niko di DO dari sekolah ini.”
“Kenapa jadi ngomongin Suro?”
“Loe nggak ngerti ya?”
“Nggak.”
“Gini lho….kalo Niko di DO berarti Suro ikut-ikutan di DO juga! Guru-guru kan udah capek belain Suro mulu dari setaon yang lalu. Sedangkan Niko dari masuk sekolah ini aja udah bikin ulah, mana udah sering di skorsing. Guru kan juga punya kesabaran sama seperti kita!”
“Bener juga sih. Lama-lama temenan sama Niko bikin masalah aja. Kalo ada apa-apa kita yang kena dampratnya. Kita juga yang dibenci sama yang lain.”
“Gua sebenernya seneng banget kalo Niko di DO secara tidak hormat dari sini.”
“Luva? Kok gitu sih?”
“Apa loe nggak suka? Pasti hati lo bilang itu pasti bisa bersihin nama baik kita.”
“Iya juga sih, tapi ternyata lo setega itu. Atau kita sabotase aja tuh si Niko?”
“Nggak perlu, palingan bentar lagi dia bakal di DO. Tungguin aja Yon.”
“Yakin amat loe?”
“Yakin lah.”
Siang itu sepulang sekolah Niko nekat. Dia menyebarkan video itu pada seminggu kemudian dengan suara yang dilebih-lebihkan.  Luva dan Ion tidak muncul siang itu, mereka takut dengan kegeraman anak-anak yang lain.
Rekaman itu di siarkan secara bebas di ruangan Bahasa yang berbasis LCD proyektor. Banyak yang berkomentar dengan adanya siaran terlarang itu. Guru sudah tidak ada lagi disekolah. Semuanya bebas kali itu.
“Sinting Niko.” Luva mendapat kabar itu lewat perantara Nina via 3G.
“Psycho sesungguhnya itu NIko, bukan cupret.”
“Eh, tapi tunggu dulu…cupret kemana? Seharusnya dia melihatnya juga kan?”
“Udah pulang kali?”
“Pulang? Nggak mungkin, kayaknya ada yang janggal disini.”
“Janggal gimana maksud loe? Cupret bantu-bantu orang tuanya kali?”
“Nggak. Feeling gua bilang kalo ada yang nggak beres neh. Cabut dulu.”
“E…eh…loe mau kemana?”
“Gua mau lapor ke kepsek.”
“Kan udah pulang jam segini?”
“Ke rumahnya.”
“Loe tau rumahnya?”
“Taulah, mau ikut apa enggak? Gua udah bosan sama si Niko? Kan itu pencemaran nama baik kita juga!”
“Tapi kan…NIko bisa..”
“Loser! Loe mau ikut apa enggak? Kita nggak punya waktu lagi nih!”
“Oke..oke!!!”
 “Kalian semua sekarang tau kan gimana bahayanya Suro? Dia itu psycho, bisa ngomong sama setan. Lo lo pada mau punya temen aneh dan angker kayak geto?”
Anak-anak yang masih disekolah tidak ada yang merespon Niko yang mereka anggap gila itu.
“Loe semua punya kuping nggak seh? Loe semua mau di guna-guna atau di santet sama Suro yang culun kampret itu?”
“Eh, dia itu kenapa sih ama Suro? Suro kan anak baik?” ucap salah satu murid yang ada dilapangan sekolah.
“Nggak tau deh. Gue rasa yang aneh itu malah dia. Ngapain coba gangguin Suro? Suro kan nggak ada salah. Udah gitu ngajak-ngajakin Luva sama Ion lagi. Padahal kan meteka berdua nggak ada hubungannya sama Suro.” Timpal yang lain.
“Iya tuh, jadinya kan Luva dan Ion ikutan jelek imagenya. Kita lapo satpam yang didepan aja yuk?”
2 murid itu langsung memanggil satpam yang jauh berjaga di pintu masuk sekolah. Satpam itu Cuma sendirian dan tidak bisa mengatasi ini semua. Para murid yang tersisa terlalu kecil nyalinya untuk menghentikan Niko yang stress itu. Lalu satpam itu memanggil guru yang rumahnya tidak jauh dari sekolah. Sementara anak-anak yang lainnya menjaga Niko agar tidak menghilang begitu saja.

“Loe yakin Luv?”
“Yakinlah, gua udah sumpek sama tingkahnya Niko yang udah kelewat batas itu.”
Luva dan Ion terhadang macet di tengah-tengah perjalanan.
“Kita nggak bisa nunggu lagi nih!”
“Sabar Luv, kepsek juga nggak akan kemana-mana.”
“Tapi gua nggak suka nunggu! Loe turun gih, liat ada paan didepan sono!”
“Duh, iya iya, loe jangan main kabur aja!”
“Iya, bawel amat sih loe?”
Ion turun melihat ada apa di depan sana. Cukup jauh letak mobil Luva dengan TKP.
Panas panas gini disuruh liat yang nggak penting gini! Buang-buang tenaga aja, mendingan nanya orang dulu deh, siapa tahu gue dapet info.
“Pak, ada apaan ya di sana?”
“Katanya sih ada anak SMA yang ditabrak sama sepeda motor.”
Ion bukannya balik ke mobil, tetapi terus melangkah maju melihat kecelakaan itu.”
Pak Teguh mengambil loudspeaker dan memberi Niko peringatan.
“Niko!! Tolong stop rekaman tidak  bermutu itu! Saya tidak akan mentolerir kamu karena perbuatan kamu yang sudah kelewatan ini!”
Niko tidak geram dengan ancaman itu, dia malah mengeraskan rekaman yang ia putar itu.
“Bapak boleh saja menegur saya dengan bualan konyol itu! Saya nggak takut! Emang bapak piker bapak siapa?”
“Waduh, gimana ini Pak?” tanya satpam.
“Telepon rumah sakit jiwa.”
“RSJ? Niko gila Pak?”
“Sudah, panggil saja!! Saya akan tahan Niko disini.”
“Loe ngapain?”
“Nelpon Luva.”
“Ngapain?”
“Yah, sekedar info aja, biar tambah seru.”
Salah satu teman Luva, Nina menelpon Luva.

“Hallo?”
“Luv, Niko tuh…gawat!”
“Aduh, kenapa lagi si Niko?”
“Mau dipanggilin petugas rumah sakit jiwa.”
“Hah?? Emang Niko gila?”
“Nggak tau. Nih Pak Teguh lagi di sekolah. Niko nggak mau turun dari lantai 3. Satpam lagi nelpon RSJ.”
“Ya udah, gua akuin emang Niko gila. Ntaran gua telpon lagi. Gua lagi sibuk.” Klik.

“Yah, diputusin nih sama Luva.”
“Apa katanya?”
“Biarin.”
“?!@#”

“Suro??!!! Minggir…minggir!! Ini teman saya!!! Panggil ambulans!!!”
Yang lain hanya bengong melihat Suro yang terkapar penuh dengan darah itu.
“Kenapa diam aja? Gue bilang panggil ambulans!!! Ini banyak ngeluarin darah!!”
Kemudian salah satu orang yang ada disitu sibuk memencet nomor untuk memanggil ambulans.”
“Halo, iya disini ada yang tertabrak. Parah, ambulans cepetan!!!!!!!!! Jalan tol utama!!”
Ion meraih hapenya dan memberi tahu Luva.

“Apa lagi sih??”
“Luva, Ion!!”
“Ada apa sih di depan??”
“Suro!!!! Suro kecelakaan!! Parah banget!!!”
“Jadi yang di depan itu Suro??”
“Iya, ini lagi nungguin ambulans dateng!”
“Ok gua ke sana!”
Luva segera menghampiri Ion dan Suro yang sedang kritis di sana.

“Saya berikan kamu kesempatan untuk menghentikan rekaman itu atau saya panggil polisi?!”
“Silakan, mau panggil presiden juga boleh.” Niko nekat, mengencangkan volume hingga terdengar sampai radius 500 meter.
“Ieh, pulang yuk?? Ngapain sih kita peduli sama Niko?”
“Eh, jangan pulang dulu. Ini pasti bakalan seru, kebetulan gue bawa handycam. Rekam yuk??” Ucap Nina.
“Loe gila Nin. Kalo ketauan Niko kan bisa berabe. Bisa-bisa kita jadi Sandra lagi?”
“Udah, aman kok sama gue. Sekarang ikut gue.”

“Suro??! Kenapa nih? Parah banget??”
“Tadi ada motor dari arah kiri, kayaknya sih pengendaranya mabok. Anak ini jalan di samping jalan tol.”
“Kan nggak boleh jalan di samping jalan tol??”
“Saya nggak tau Mbak. Kebetulan saya diam di kampung sebelah. Saya melihat dia mencoba bunuh diri dengan berkali-kali ingin meloncat ke bantaran sungai. Tetapi diurungkan niatnya, saya tidak tahu mengapa. Tiba-tiba motor ini melaju dengan kecepatan kira-kira 200 km/jam. Oleg dan langsung menghantam pembatas jalan lalu menyeret tubuh anak ini sampai di tengah jalan seperti ini.”
Ambulans pun tiba. Suro langsung diangkat ke dalam ambulans, dan pengendara mobil yang lain member jalan untuk Luva dan Ion.

“Nin, gue takut nih….loe nekat banget she  mau ngerekam situasi kayak gini?”
“Duh, loe berisik amat…..ntar ketauan neh.”
Nina dan temannya naik ke lantai 3, mengintai Niko yang sadis dan gila itu.
“Eh, dia ngapain tuh? Kayaknya tau kita deh?”
“Nggak, dia nyari sesuatu buat ngelempar Pak Teguh dibawah.” Nina sangat yakin dengan apa yang akan Niko lakukan.
“Loe yakin banget dengan apa yang loe lakukan kalo kita bakal nggak ketahuan??”
“Ini tempat yang sangat strategis. Silent hape loe, biar nggak bunyi. Kalo nih hape ampe bunyi, tamat kita.”
Masing-masing menyilent hape mereka. Dan terus mengamati apa yang dilakukan Niko dengan rekaman yang ia bangga-banggakan itu.

Semua menunggu hasil visum dokter. Suro masih di periksa dan dirawat dengan intensif.
“Saya ingin orang yang menabrak anak saya di tindak Pak!” ucap Ibu Suro yang terlihat sangat tidak terima itu.
“Baik, akan saya tindak seadil-adilnya. Ibu dan Bapak hanya tinggal menunggu hasilnya saja. Saksi sudah ada di tangan kami.” Tunjuk Polisi wanita itu.
Sedangkan Luva dan Ion masih berdiri di depan pintu ruang gawat darurat itu.
“Tuh kan apa gua bilang! Pasti ada yang nggak beres sama Suro! Untung kita pergi, kalo nggak gitu kita nggak bakal ketemu sama Suro.”
“Iya ya, tadi Nina sempet nelpon ya? Apa katanya?”
“Niko semakin gila. Dia nggak mau menghentikan rekaman itu. Pak Teguh manggil pertugas RSJ.”
“Hah?! Niko kayak gitu? Wah bakal di DO tuh anak.”
“Biarin aja. Gua malah seneng banget kalo dia nggak disekolah kita lagi. Nama baik kita taruhannya. Emang lo mau terus-terusan jadi anak buahnya orang gila kaya gitu?”
“Ih, siapa yang jadi anak buahnya? Gue kan Cuma patuh sama elo.”
“Di antara kita nggak ada yang jadi pemimpin atau anak buah.”
“Tapi kan elo yang suka nyuruh-nyuruh gue.”
“Ya kenapa lo mau aja? Itu namanya elo yang bego.”
“Lho?”
“Mana orang tua dari pasien?” tanya dokter itu mengejutkan Luva dan Ion yang sedang mengobrol.
“Bagaimana anak saya, Dokter?”
“Hm, cukup parah. Dia mengalami gegar otak. Mungkin sebagian ingatannya akan hilang. Tapi fungsi sarafnya masih normal tidak terganggu. Anak Ibu juga kehilangan banyak darah. Dan harus segera mendapatkan donor darah hari ini juga.”
“Golongan darahnya apa Dok?” tanya Ion.
“Kebetulan ini agak sulit, AB.”
“AB?” Ayah Suro agak sedikit terkejut.
“Iya, apakah tidak pernah diperiksa sebelumnya?”
“Dia bilang golongan darahnya O.”
“Saya bersedia, Dokter. Golongan darah saya AB.”
“Baiklah, saya harus periksa catatan kesehatan kamu dulu. Mari ikut dengan saya.”
“Luva…?”
“Lo tunggu disini. Pegang hape gua, kalo Nina telepon bilang gua nggak ada.”

“Sampe kapan kita kayak gene? Gue capek neh..”
“Sabar dong……tuh petugas RSJ udah datang. Let’s move! Go go go!”
“You are mad!”
“C’mon,…ini Cuma sekali dalam hidupnya.”
Petugas RSJ yang menangkap Niko sekitar ada 8 orang. Nina dan temannya perlahan mendekat dan terus merekam kejadian hangat yang sedang berlangsung. Seru! Niko memberontak, benar-benar seperti orang gila. Dia memang sudah gila, sangat gila. Tidak bisa membedakan antara manusia dan binatang.
“Ancrit, Niko beneran gila ya?”
“Ini fakta ini kebenaran.”
“Eh, Pak Teguh datang!! Simpan handycamnya!”
“Damn! Sembunyi!!”
Nina tetap merekam, semuanya terabadikan di handycam mungil itu.
“Trus rekaman ini mau lo apain? Jual? Sebar luaskan? Kan sekolah kita yang bakal nanggung malunya Nin…”
“Nggaklah, internal aja. Antara elo, gue, Ion, dan Luva.”

“Kamu sudah siap? Ini akan membuat kamu lemah sementara.”
“Nggak apa-apa. Yang penting Suro bisa sembuh.”
“Suro??”
“Tapi jangan bilang kalo saya yang menyumbangkan darah ini.”
“Dia kan amnesia?”
“Yah siapa tau aja ingatan tentang saya nggak hilang begitu saja.”
“Baik, saya juga tau tentang etika dokter.”
Darah kental itupun mulai meluncur ke selang mirip infuse yang menusuk kulit tipis di lengan kiri Luva. Banyak dan Suro memang memerlukan banyak darah. Luva begitu ikhlas menyumbangkan darahnya untuk orang yang pernah dibencinya karena tidak bisa tidak menguntiti dirinya. Tapi karena Luva simpati dengan hidup Suro yang begitu kian terpuruk, maka ini adalah wujud permintaan maafnya secara tidak langsung kepada Suro.
Luva tidak pernah begitu membenci Suro. Dia hanya kesal dengan Suro yang tidak bisa meninggalkan dirinya. Tapi sekejap dirinya sadar, jika selama ini hanya Suro seorang yang mempedulikannya. Suro selalu ada saat Luva ditinggal Ion maupun Niko, Suro selalu ada saat Luva sedang berbahagia yah walapun Luva selama ini menganggap Suro adalah penganggu terbesarnya. Tetapi dia seolah sadar jika Niko memang sudah kelewat batas dengan tindakan yang membuat Suro ingin bunuh diri tersebut.
Sejak menyumbangkan darah untuk Suro, pikiran Luva hanya di penuhi dengan Suro. Padahal Luva tidak ada niat lain selain menolong menyambung hidup Suro semata. Tetapi dia berpikir berulang kali, mengapa dirinya begitu antusias menolong Suro, padahal Luva begitu membenci Suro selama ini. Tidak mungkin Luva luluh dengan Suro yang….aneh dan culun itu. Tapi dia tidak menampik jika suatu saat jatuh hati kepada Suro.
Hapenya berdering, Ion memanggil.
“Kenapa?”
“Jenguk Suro yuk?”
“Kok tiba-tiba gini?”
“Gue dapet kabar dari Nina, katanya Suro udah sadar. Nih sekarang Nina lagi disana.”
“Loe dimana?”
“Gue di deket rumah sakit, bentar lagi nyampe. Gue lagi naik taksi nih.”
“Ya, ntar gua nyusul.”
Luva sempat ragu dengan ajakan Ion. Tapi ada hasrat yang mendorongnya untuk menjenguk Suro yang katanya sudah sadar itu. Tapi Luva takut jika ingatan tentang dirinya di kepala Suro tidak terhapus.
Ke sana nggak ya? Kalo gua nggak ke sana nggak enak juga sama orang tuanya…..direcokin juga sama anak-anak….tapi kalo gua berangkat trus Suro inget gua gimana?? Kan bisa malu gua sama orang tuanya ya?

“Lama amat si loe?” protes Nina yang sudah menunggunya 2 jam yang lalu.
“Iya nih…biasanya loe cepet..ada apa sih Luv?”
“Tadi gua ketiduran.”
“Sayang banget, padahal tadi orang tuanya Suro nyari elo. Buat ngucapin makasi.” Ujar Ion.
“Guys, gue cabut dulu ya? Cowok gue di depan udah nunggu. Sorry nggak bisa nemenin elo Luv.”
“It’s key…kan ada Ion di sini.”
Suro yang tadi sempat siuman itu sudah tertidur kembali.
“Elo gimana?”
“Gimana apanya maksud loe?”
“Ya keadaan loe? Kayaknya ada yang dipikirin geto?”
“Nggak ada kok. Terus apa katanya mereka?”
“Lo diundang dinner sama mereka. Itu pun kalo Suro udah boleh pulang.”
“Ooo…”
“Loe kenapa Luv? Sharing dong sama gue?”
Luva menghela napas panjang. Kayaknya berat banget buat jujur sama Ion.
“Gua takut kalo Suro masih inget gua.”
“Lho? Emangnya kenapa? Itu malah bagus kan? Jadi Suro nggak merasa sendirian.”
“Tapi darah gua sebagian ada di sana.”
“Lo IIGI (Ikhlas Ikhlas Gak Ikhlas)?”
“Rela, Cuma…ada yang nggak pas aja di sini.” Luva menunjuk dadanya.
“Lo suka sama Suro?”
“Gua nggak tau ya, tapi semenjak donor darah kemaren gua selalu mikirin Suro. Jujur pas lo tadi telepon, gua shock, sekaligus seneng.”
“Aneh, ya udah…jalanin aja dulu. Gimana Niko?”
“Ah, nggak tau de. Biarin aja dia puas gila. Kalo dia udah waras baru kita jenguk dia.”
“Jahat banget loe!”
“Dia lebih jahat sama Suro.”
“Eh? Lo kok malah bertubi-tubi gitu ngebelain di Suro?”
“Gua kan Cuma nggak suka sama acara penindasan yang nggak jelas kayak gitu. Lagian Suro ampe kayak gini. Kalo ada orang yang ngejahatin Suro lagi habis ini, tu orang baka berhadapan sama kita.”
“Kita?”
“Kenapa? Loe nggak mau dukung gua?”
“Eh? Iya…iya kita…” kenapa bawa-bawa gue?

Luva dan Ion masuk ke dalam ruangan dimana Suro di rawat. Suro sendiri yang menyuruh perawat memanggil mereka yang tertidur di luar. Luva sangat khawatir jika Suro mengingat tentang dirinya.
“Ion ya?” tanya Suro dengan artikulasi yang jelas.
“Lo inget gue?”
“Nggak, tapi wajahmu nggak asing. Aku mau minta maaf sama kalian yang udah repot nolong aku pas kecelakaan kemaren.”
“Elo inget pas elo ditabrak?” tanya Ion.
Luva hanya diam saja mengalihkan pandangan.
“Nggak, tadi orang yang jadi saksi sempet jenguk aku. Dia cerita gitu. Mama sama Papa sekarang jadiin orang itu penjaga rumah karena udah mau jadi saksiku di kantor polisi.”
“Lho? Yang nabrak udah ketangkep?”
“Udah. Thanks banget ya kamu udah selamatin hidup aku.”
Yang donorin darah kan gua? Kenapa jadi Ion yang dapet ucapan terima kasih?
“Kalo gitu, gue mau keluar dulu…..nyokap calling. Lo berdua dulu aja sama Luva.”
“Eh?? Ion!?”
“Nama kamu Luva ya?”
Luva hanya mengangguk sambil duduk di samping tempat tidur Suro.
“Kenalan yuk? Kamu pasti belum tau namaku?”
Luva heran dengan Suro. Luva menyambut saja jabatan tangan Suro.
Ada rasa yang beda, nadi mereka seperti menyatu.
“Sky.”
“Luva.”
Dia pun mengganti namanya menjadi Sky, bukan Suro…berarti Suro udah mati dong?
“Kamu temanku juga ya? Teman Nina dan Ion juga?”
“Iya.”
“Dulu kita dekat nggak? Kalo iya sedekat apa?”
“Dulu…..kita nggak kenal.”
“Lho? Kok bisa nggak kenal? Bukannya kita satu sekolah?”
“Kelas kita beda. Jauh.”
“Tapi kok Ion sama Nina kenal aku?”
“Itu karena…..mereka teman satu geng lo.”
“Oh…jadi mereka itu temen yang selalu ada buat aku?”
“Iya. Mereka sayang sama lo. Makanya mereka  bela-belain dateng ke sini jauh-jauh Cuma buat jenguk elo.”
“Sebelumnya maaf banget nih….aku kurang sreg sama bahasa kamu yang pake gua-elo. Bisa nggak di rubah jadi biasa aja?”
“Sorry. Dari dulu emang udah kayak gini. Ya ntar gua, eh aku usahain.”
Susah amat sih ngomong pake bahasa standart gini?
“Kamu…..tapi kayaknya aku udah kenal kamu lama banget deh? Atau itu cuam perasaanku aja ya?”
“Iya mungkin Cuma perasaan kamu aja.”
“Tapi kayaknya aku sering lihat kamu..padahal kita kan belum pernah ketemu sebelumnya?”
“Ah, itu Cuma perasaan doang…….”
“Mungkin iya, Cuma perasaan.”
“Kapan kamu pulang?”
“Aku nggak tau. Kepalaku masih sering nyut-nyutan.”
“Nggak dikasi obat pereda sakit kepala emangnya?”
“Udah, tapi nggak ilang juga. Aku bingung harus gimana kalo udah sakit gitu.”
“Mungkin efek dari gegar otak kamu.”
“Ya..bisa jadi…..tapi terkadang aku bisa merasa apa yang seseorang rasakan.”
“Maksud kamu?”
“Seperti tadi pagi saat aku siuman, aku melihat langit-langit yang berwarna keemasan, padahal setelah aku sadar atap ini warnanya putih.”
“Mungkin Cuma halusinasi. Otak kamu kali masih reaksi.”
“Mungkin juga sih…..tapi masa’ iya?”
“Yah kemungkinan itu kan selalu ada.”
“Sorry, gue lama.”
“Emang kenapa sih Yon?” tanya Luva yang menghampiri Ion di pintu masuk.
“Itu … masalah pestanya Koji..”
“Kenapa?? Nggak jadi ya?”
“Jadi, Cuma diundur 5 hari aja.”
“Wah, bakal lama banget dong? Ya udah deh…gak apa-apa..”
“Kalian sudah mau pulang?” tanya Sky yang masih duduk sambil memegang kepalanya.
“Em….iya..lagian…”
“Nggak! Kami Cuma lagi tukeran nomor hape aja.”
“Kalian lagi PDKT ya?”
“Enggak, ini urusan bisnis.iya bisnis penting..”
“Loe ngomong apaan sih?”
“Udah lo diem aja….kalo mau pulang…duluan aja….”
“Wah gue tekor neh…..nebeng dong!”
“Kalo mau nebeng tungguin gue di kantin..”
“Hm..iya deh tuan putri…”

Mereka ngobrol sampai lupa waktu dan melupakan Ion yang sudah dongkol menunggu Luva yang melupakannya.
“Aduh, kayaknya udah malam ini……aku pulang ya?”
“Sekarang? Ok…kasian temen kamu nunggu sendirian di kantin.”
“Oh iya…aku lupa kalo dia nungguin aku…!”
“Hahaha, kamu tuh lucu banget sih?” Sky mengoyak rambut Luva.
Luva menyadarinya dan berdiri mematung.
“Ada yang lain lagi?”
“Nggak. Aku pulang.”
“Iya. Hati-hati ya..”
Rasanya Sky berat sekali melepas kepulangan Luva. Begitu juga Luva yang berat meninggalkan Sky sendirian di rumah sakit.
“Aku pulang.” Ucap Luva pelan sambil berjalan mundur dan tersandung tong sampah yang membuat tawa kecil di bibir Sky.
“Iya, aku tau.”
“Iya, aku pulang sekarang.”
Luva membuka pintu dengan perlahan lalu menuju kantin dan pulang bersama Ion.

“Iya gue tau elo masih ngobrol sama Suro, tapi jangan cuekin gue dong?”
“Sorry, gua kira elo udah pulang duluan.”
“Loe jatuh hati sama Suro ya?”
“Eits, namanya Sky! Bukan Suro.”
“Apa bedanya?”
“Jelas Beda banget…Suro Sky…….360 derajat bro!”
“360 derajat pala lo buntung? Dongkol neh gue nungguin elo!”
“Ya sorry..gimana kalo sebagai permintaan maaf gua traktir elo di Fugu Resutoran?”
“Ok, kalo itu gue demen……”
Hari demi hari Luva semakin dekat dengan Sky alias ‘reinkarnasi’ Suro. Sampai akhirnya Sky sembuh dan melanjutkan sekolahnya yang tertunda. Teman-teman yang lain tidak ada yang tahu jika murid baru itu adalah Suro yang selalu dipanggil cupret disekolah itu. Karena tampilan Suro yang sekarang sudah berubah menjadi Sky, cowok cool dan ganteng dan pintar. Cowok yang menjadi idola para cewek dan jago main musik. Tidak ada lagi Niko yang berkuasa dan tidak ada anak laki-laki yang masuk ke dalam toilet dan menangis tersedu kemudian di rekam dan di sebarluaskan ke penjuru sekolah.
Kini semuanya aman terkendali.
“Sekarang Luva jadi jarang ya jalan sama kita?” protes Nina yang cemburu dengan kedekatan Sky dan Luva.
“Iya nih…..malah sekarang gue jarang nebeng sama tu orang. Habis tiap hari sekarang dia yang nebeng sama Sky…mentang-mentang sekarang doi udah ganteng jadi di gelendotin trus.”
“Eh,  bukan karena Sky jadi cakep. Tapi Luva itu ingin menebus kesalahannya karena dulu dia udah ngeremehin Suro alias Sky….lo bisa lihat perbedaan antara terpukul dengan matre nggak seh?”
“Nggak, bokap nyokap nggak pernah ngajarin gue soalnya.”
“Tuh, liat aja Luva. Keliatan banget kan sayangnya dia ke Sky. Yah walaupun mereka belum jadian, tapi aura itu udah kental terasa. Itu menandakan bahwa Luva tidak ingin melewatkan kesempatan kedua itu. Goblog banget kan kalo Luva bertindak matre semata? Kayak loe nggak kenal Luva aja sih?”
“Tapi gue kesel aja gitu, masa’ kita dicuekin?”
“Cemburu lo? Sewot amat?”
“Nggaklah….gue seneng kalo Luva bisa bahagia, ya tapi janganlah kita sampe dicuekin begini……..bete juga lama-lama.”
“Iya, itu karena Cuma Luva satu-satunya orang yang bisa elo tebengin pulang!”
“EHhehe…”

Luva dan Sky sedang duduk di pinggir lapangan basket.
“Kamu udah punya pacar ya?”
“Aku jomblo, mana ada cowok yang mau sama cewek kasar kayak aku?”
“Lho? Siapa yang kasar? Malah dimataku kamu itu lembut. Bertindak pake otak, nggak pake otot.”
“O ya? Tapi…”
“Eh, Sky….boleh foto bareng nggak?” tanya salah satu anak kelas X yang ngefans berat sama Sky.
“Boleh, tapi….”
“Eh, eh..boleh tuh.”
Lalu segerombolan anak perempuan itu menyerbu.
Biasanya Luva sudah mengusir anak-anak kelas X itu dulu waktu Luva jalan dengan Ion. Tapi sekarang Luva malah pergi saat Sky sibuk di foto oleh anak-anak kelas X itu.
“Makasie ya Kak…semoga langgeng sama Kak Luva.”
“He? Iya, makasi….” Ia baru menyadari Luva tidak ada ketika anak kelas X itu sudah pergi.
“Luva???”

“Duh, kalah pamor neh sama anak kelas X?”
“Udahlah Nin, ngerecokin aja loe?”
“Gue yakin Sky Cuma sayang sama loe. Loe cemburu ya???”
“Udah ah, bête gua!”
Nina melihat Sky yang datang ke arah mereka. Lalu Nina pergi tanpa dikomando.
“Lagian siapa yang cemburu??” Luva mengucapkan itu ketika Sky sudah disampingnya.
“Siapa nih yang cemburu?”
Sekonyong-konyongnya, Luva kaget. Dia mengelus-ngelus dadanya.
“Tu Nina, cemburu gara-gara anak kelas X tadi minta foto sama kamu.”
“Nina apa kamu?”
Luva langsung kabur, disatu sisi dia memasang wajah  betenya. Tetapi disisi lain dia tidak bisa menyembunyikan senyum senangnya.
“Luv, jawab dong?”
“Apanya? Biasa aja kali. Aku ke kelas dulu, sebentar lagi aku ulangan Agama.”
“Iya deh kalo gitu. Ntar pulang sama aku kan?”
“Ya aku nggak tau, liat nanti aja. Aku bisa pulang sama Nina atau Ion.”
“Tapi kan biasanya kamu pulang sama aku?”
“Ya nanti aku SMS kamu…..tunggu aja kabar dari aku ya.”
Bel masuk berbunyi, Luva meninggalkan Sky dengan keputusan yang tidak pasti.

Ntar pulang sama Suro nggak ya? Aku khawatir jika suatu saat ingatan tentang gua kembali. Kan malu gua udah pernah remehin dia hanya karena dia cupret. Tapi nggak satupun ingatan tentang sekolah ini yang diingatnya. Atau dia ingat tetapi tidak menceritakannya ke gua? Gua bener-bener malu banget kalo dia sampe inget gua adalah orang yang menolaknya mentah-mentah hanya gara-gara dia jelek dan kumel waktu itu…..
“Luva, coba maju ke depan kerjakan soal hitungan ini!” tegur Pak Teguh yang mendapati Luva melamun dari awal pelajaran.
Adoh, mampus gua! Mana gua ngarti pelajaran kayak gini ya? Pasti gua kena hukuman!!!

Siang hari saat pulang sekolah Sky belum juga mendapat kabar dari Luva. Terpaksa Sky mengunjungi kelasnya dan menemukan Luva yang sedang dihukum oleh Pak Teguh. Guru yang sudah menjebloskan Niko ke rumah sakit jiwa.
Eh? Luva dihukum ya?? Kasian banget ni anak….aku tungguin deh di perpus sekolah. Mudah-mudahan aja dia tau kalo aku nungguin dia di perpus sekolah.
Sky meninggalkan Luva dan Pak Teguh menuju perpustakaan sekolah.
Di perpustakaan iseng-iseng Sky mengambil buku tahunan Siswa dari tahun ke tahun. Dia mengambilnya secara acak sehingga tidak sengaja meraih buku tahunan siswa angkatan dirinya sekarang. Dilihat satu per satu foto dan data diri murid disana. Dia menemukan Ion yang ternyata bernama asli Artus Wijaya, Nina Kania, dan terakhir Luva Anastasia. Tetapi ada yang mengganjal saat melihat 2 foto secara bersamaan. Niko Malthus dan Suro. Dia merasa familiar dengan wajah kedua foto itu. Sky mencoba mengingat siapa kedua orang tersebut, tetapi kepalanya keburu terasa berat dan pusing, mungkin akibat gegar otak yang diderita belum sembuh benar. Ia kemudian meletakkan buku itu kemudian duduk di sambil memijat-mijat kepalanya.
Itu foto siapa ya? Kayaknya aku kenal deh……tapi dimana ya? Rasanya mereka dekat sekali dengan hidup ku…

Luva setengah berlari menuju perpustakaan, mencari Sky yang sedang menunggunya disana.
“Sori, lama. Tadi aku dihukum sama……kamu kenapa Sky? Sakit kepalanya kumat lagi?”
“Eh? Nggak tau nih, tiba-tiba aja sakit banget!”
“Aku antar ke rumah sakit yuk?”
Sky hanya mengangguk dan segera Luva membawanya ke rumah sakit dimana biasanya Sky melakukan control.
“Oh, ini nggak apa-apa kok.” Ucap dokter yang menangani Sky selama beberapa bulan ini.
“Lalu apa penyebabnya? Dia sering merasa pusing mendadak seperti itu Dok.”
“Itu hanya efek samping dari gegar otak yang dialaminya. Semakin sering dia merasakan sakit kepala, maka ingatannya akan berangsur pulih.”
“Pulih? Bukannya waktu itu Dokter bilang jika jangka waktu mengingatnya akan lama?”
“Ya itu bisa juga terjadi. Tapi ini semua tergantung pada pasien sendiri. Kalau dia berpikir santai maka ingatan itu akan pulih dengan sendirinya. Tapi akan ada saat dimana pasien akan mengalami pusing yang sangat akut yang mengakibatkan mimisan. Nah pada saat itulah ingatan akan pulih secara normal.”
Luva menyadari hal itu.
Berarti ada factor yang membuat Suro ingin mengingat siapa dirinya lewat gua. Darah yang mengalir ditubuhnya-lah yang membuat Suro yang lama ingin kembali lagi mengubur Sky yang ada sekarang.

“Kamu udah baikan kan?”
“Udah sih….tapi masih agak pusing sedikit. Tapi pandanganku udah nggak kabur lagi kok.”
“Kita pulang sekarang ya?”
“Orang tuaku lagi nggak ada dirumah. Kuncinya dibawa sama mereka.”
“Ya udah, sekarang kita ke kantor mereka aja, gimana?”
“Jauh, mereka ada meeting sama klien. Penting katanya nggak bisa diganggu. Merteka bilang pulangnya bakal sekitar jam 8 gitu.”
“Lama banget? Trus sekarang kita mau ngapain?”
“Ya udah kita makan siang aja dulu. Perutku sudah lapar.”
“Ok.”
Ion semakin jengkel dengan Luva semenjak Luva terus jalan dengan Suro, tidak dengannya. Ayolah, loe kenapa sih? Luva itu Cuma temen loe! Dan nggak lebih..tapi kenapa loe mengharap yang lebih dari dia!? Loe itu nggak akan mungkin menjadi yang special dari Luva. Dia itu hanya mementingkan Suro diatas segalanya! Ion berteriak dalam hatinya. Dia tidak tahu ini hanya sekedar perasaan suka atau memang hanya sebatas kesal karena tidak mendapat tebengan lagi dari Luva semenjak Suro sembuh dari sakitnya.
Diraih hape dan dia mendial nomor Luva.

“Luv, kayaknya ada telpon masuk tuh?”
“Hah? Siapa?” Tanya Luva yang sedang sibuk menggantikan posisi supir di mobil Sky.
“Mr. Ion. Kamu mau angkat atau aku yang angkat?”
“Ya udah, angkat aja nggak apa-apa.”
“Halo?”
“Luva mana?”
“Dia lagi konsentrasi nyetir. Ada yang mau disampaikan?”
“Kasi telfonnya ke dia!”
“Kenapa Sky?”
“Dia ngotot mau ngomong sama kamu.”
Luva meraihnya, “Kenapa sih?”
“Loe jadi ngga ke pestanya Koji bareng gue?”
“Gua nggak tau….belum mikirin itu………perut gua kosong, nggak bisa mikir. Ntaran deh gua sms loe.”
“Nggak bisa sekarang loe kasi keputusan?”
“Ion, loe ngerti nggak sih? Gua lagi on the road neh…..ntar kalo gua nabrak gimana?”
“Trus kapan lo mau kasi kabar? Kan pestanya udah nanti sore. Lo lupa ya?”
“Hah? Hari ini? Aduh…iya iya deh ntar gua kabarin elo lagi. Bye.” Hubungan telepon itu langsung diputus begitu saja.
“Pestanya siapa Luv?”
“Adalah…… temen SMP…..”
“Siapa?”
“Koji. Kamu kenal?”
“Nggak. Tapi kalo kamu sendirian nggak ada pasangan ke pesta itu, aku mau nemenin kamu.”
“Tapi kamu kan lagi sakit? Lagian aku udah lama janjian sama Ion buat dateng bareng dia.”
“Oh….gitu ya…”
Luva berpikir sejenak, “Tapi aku nggak keberatan kalo kamu yang temenin aku ke pestanya Koji. Asal kamu udah berasa baikan aja dari headache.”
“Iya, udah nggak pa-pa kok. Jam berapa sih?”
“Jam 7. Tempatnya jauh lho, di pinggir kota. Sekitar 50 km dari kota kita.”
“Jauh juga ya…kalo gitu habis makan kita langsung aja pulang. Biar bisa berangkat lebih awal. Atau sekalian aja kita bareng-bareng berangkatnya sama Nina dan Ion?”
“Oh, kalo Nina dia nggak diundang. Nggak kenal sama Koji. Yang kenal Cuma aku sama Ion aja.”
“Ok.”

Sore, Ion sudah mendapat kepastian dari Luva bahwa ia akan pergi bersama Sky, tetapi tetap akan menjemput Ion. Bête juga sih kata Ion, karena ada Sky disana. Yah mau nggak mau rela nggak rela Ion harus menahan dongkolnya itu.
“Duh masih lama nggak sih??”
“Sabar dong Yon………tempatnya kan jauh.”
“Koji juga sih bego amat milih tempat yang jauh-jauh gini.”
“Lha, emang dari dulu rumahnya disana kan? Kita aja yang pindah ke kota.”
“Luva, kamu dulu tinggal di pinggiran kota? Kenapa nggak pernah cerita?”
“Sorry, habis kamu nggak nanya sih?”
“Ya lain kali aku tanya kamu deh.”
Suro basi banget sih? Luva juga gitu. Udah jadi orang norak! Masa’ cerita gitu aja digede-gedein sih?? Norak, kampungan! Suro kan emang cupret, bener apa kata Niko, meskipun Suro berubah stylenya, tetap saja dalamnya Suro yang angker. Luva bego banget sih? Mau aja dibego-begoin sama Suro. Siapa tau Suro nggak lupa beneran? Tapi emang sengaja menyimpan semuanya sendiri.
“Ion, kok diem aja sih? Tumben banget loe jadi pendiem?”
“Gue nggak apa-apa. Mikirin ulangan umum.”
“Ngapain dipikirin? Kan gua juga yang ngasi loe jawaban ntar?”
“Hah! Terserah deh!” bête gue.

Pukul 7 akhirnya sampai di lokasi pesta. Dari luar memang terlihat seperti tidak ada sebuah pesta ulang tahun yang megah. Tetapi ketika memasuki rumah yang besar itu musik emo-punk kental terdengar.
“Ini pesta apa sih?” tanya Sky yang masih tidak mengetahui ini pesta apa.
“Ulang tahun. Koji ulang tahun yang ke 17. Nggak biasa lho cowok ngerayain pesta sweet seventeen. Aku juga heran, Koji masih inget aku dan Ion. Padahal udah lama lho nggak ketemu.”
“Wah, Koji berarti hebat ya. Nggak pernah ngelupain temen yang udah lama nggak ketemu.”
“Bukan Cuma itu aja sih….Koji itu mantan pacarku…ya tapi itu dulu Cuma iseng-iseng aja kok.”
“Oh…..gitu rupanya. Pasti gara-gara kamu ex-girlnya makanya kamu diundang….mungkin dia masih mengharap kamu buat balikan lagi sama dia?”
“Ya aku nggak tau. Tapi yang jelas aku nggak mau balikan lagi sama dia.”
“Lho kenapa? Koji nggak jahatin kamu kan?”
“Nggak, dia baik kok. Cuma sekarang aku udah suka orang lain.”
“Ion?”
“Ya….enggaklah! Ion itu Cuma temen deket aku aja…nggak lebih kok! Ya istilahnya teman seperjuanganlah….secara udah dari SD aku temenan sama dia. Mana mungkin aku suka sama dia.”
“Tapi nggak tertutup kemungkinan kan kalian jadian ato paling enggak saling suka gitu?”
“Nggak, sumpah aku nggak pernah suka sama Ion. Nggak tau deh kalo Ion-nya ke aku gimana.”
“Ya kalo cowok wajar pastilah suka kamu. Siapa sih yang nggak suka dideketin sama cewek kayak kamu. Udah cantik, baik lagi.”
Luva tersipu malu, hatinya dag-dig-dug.
“Dari mana kamu tau aku baik?”
“Ya bukan Cuma aku aja kali yang tau. Semua orang juga tau.”
“O ya? Tapi Ion nggak pernah bilang aku baik.”
“Ya nggak harus di ucapin pake kata-kata kali Luv. Aku yakin kamu itu orang baik.”
“Kok kamu selalu yakin semua tentang aku sih? Padahal kan kita baru kenal?”
“Aku ngerasa aja kalo apa yang aku rasain itu kamu juga rasain. Kamu ngerti nggak sih?”
“Oh….” Masa iya sih kayak gitu??

“Luva kan?” sapa Koji yang tinggi itu.
“Ya ampun…Koji? Apa kabar? Udah lama banget kita nggak ketemu…gimana kabar loe?”
“Gue baik…..lo gimana sama sekolah n’ butik loe?”
“Amin, lancer kok. Malah sekarang gua lagi buat desain-desain baju cowok.”
“Wah…calon desainer neh….ini siapa Luv?”
“Oh ini……” kalimat Luva dipotong oleh Sky.
“Kenalin, aku Sky. Kami pacaran.” Ucapnya sedikit kagok dengan senyum yang dipaksakan.
Luva maunya mengklarifikasi ucapan Sky, tapi Luva membiarkannya. Dia merasa senang.
“Wah..nggak nyangka Luva….”
“Kenapa?”
“Loe beruntung banget pacaran sama Sky.”
“Emangnya kenapa sih?”
“Loe Sky putra Bimono kan?”
“Yoa.”
“Ya emangnya kenapa?”
“Loe nggak tau?”
“Tau apa? Loe ngomongin apaan sih?”
“Bimono itu bokapnya Sky. Partner bokap gua! Pengusaha merek baju Suro. Masa’ lo buka butik nggak tau merek  baju terkenal gitu sih?”
Luva bingung. Kata Suro disebut-sebut lagi.
“Gua beneran nggak ngerti neh.”
“Oh, ya udahlah. Ntar aku ceritain.”
“Kenapa sih kamu nggak pernah cerita ke aku?” Luva mulai mendesak Sky untuk menceritakan semuanya.
“Iya, jangan sekarang. Nggak enak di denger sama yang lain. Ntar aku janji aku bakal ceritain semuanya.”
“Kamu ini lama-lama ngeselin juga ya. Aku kira kamu itu udah jujur selama ini sama aku!”
“Luva, please. Jangan sekarang dong, sikonnya lagi nggak tepat.”
“Aku nggak mau tau. Habis pesta sebelum pulang pokoknya kamu harus ceritain semuanya sama aku.”
Wait, kayaknya ada yang salah nih sama gua. Kenapa gua jadi marah-marah gene sama Suro? Lagian gua bukan siapa-siapanya dia…dia aja yang ngaku-ngakuin gua sebagai pacarnya. Tapi kalo dia anggapnya beneran gimana? Adoh…jangan sampe deh…gua malu kalo ngaku sama dia tentang kejadian yang dulu-dulu……….
“Ya? Jangan ngambek dong….Luv.”
Sky dan Luva mirip sekali seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar. Atau jangan-jangan mereka sudah pacaran??
“Ah….nggak tau ah!”
“Luv, kita udah jauh-jauh ke sini kan mau have fun….jangan ngambek gitu dong. Kasian kan Koji….nggak enak juga sama yang lain…”
Luva menekuk wajahnya dan duduk di taman sambil memalingkan wajah dan melipat tangan. Luva ngambek.
“Janji ntar cerita?”
“Iya, janji.”
“Kalo lupa gimana?”
“Kita pulang.”
“Ya emang pulang kan? Siapa bilang mau nginep di sini?”
“Ya. Ok ok…”
“Ok ok apa?”
Ion tidak senang melihatnya. Kita tidak tahu mengapa Ion tiba-tiba bersikap dingin terhadap kedekatan Sky dengan Luva. Apa mungkin Ion menyukai Luva yang sudah menjadi sahabatnya sejak kecil?

“Terima kasih untuk semuanya yang sudah menyempatkan diri datang ke pesta gue. Gue tau kalian datang dari jauh. Tapi alangkah baiknya jika kalian nanti pulang dengan hati-hati. Karena ini sudah malam dan gue tau kalian besok harus sekolah dan kembali beraktifitas. Sekali lagi gue ucapin terima kasih karena sudah ingat gue dan mau datang ke pesta kecil gue ini.” Begitulah penutup yang diberikan oleh Koji.
Pesta itu hanya berlangsung sebentar saja. Dan sekarang waktunya untuk Sky menjelaskan semuanya kepada Luva.
“Luv, buruan yuk? Gue udah ngantuk nih.” Rengek Ion.
“Ya udah, loe tidur duluan sono di mobil!”
“Ih, mobil sapa tuh?! Gue kan Cuma biasa tidur di mobil elo!! Bukan mobil orang lain?”
“Ya udah, bawel amat sih? Gua masih ada urusan nih sama Sky. Loe tunggu aja do mobil!!!! Huh, bikin kesel aja loe.”
“Ieh, lo kok gitu sih sama gue?”
“Ya abis loe bawel amat sih! Bikin gua tambah bête aja?”
“Iya..iya…doh….loe itu lho.” Ion masuk ke dalam mobil dengan terpaksa atas permintaan Luva.

“Kita bicara di mobil aja yuk?”
“Eh, jangan! Ion lagi tidur di dalem. Capek katanya.”
“Di luar dingin lho. Ntar kamu masuk angin lagi?”
“Udah, aku nggak mau ganggu tidurnya Ion. Ntar dia bisa jadi Hulk.”
Lalu mereka duduk di trotoar. Keadaan malam itu masih cukup ramai. Di dekat rumah Koji banyak warteg dan tidak jauh dari sana ada senggol malam.
“Tuh kan aku bilang dingin….nih pake jaketku?”
“Nggak mau!” Luva masih kesal dengan Sky.
“Ntar kamu masuk angin!”
“Biarin, cepetan….ngomong.”
“Mulai dari mana? Aku bingung.”
“Mana saja.” Luva mendengus kesal.
“Ok, tapi kamu jangan marah ya? Janji dulu.”
“Iiih, apaan sih? Biasa aja kali.”
“Janji dulu dong. Ntar kamu ngambek?”
“Iya iya aku janji nggak bakal marah dan nerima kejujuran kamu.”
“Aku tau, aku kecelakaan. Ditabrak sama orang yang naik motor balap. Aku juga tau kamu yang nyelamatin aku waktu itu. Awalnya memang Ion yang nemuin aku. Trus aku lihat dia nelpon kamu. Nggak lama kamu datang.”
“Kamu…”
“Aku belum selesai bicara. Biarkan aku bicara sampai selesai.”
“Ok!”
“Aku juga tau ambulans datang waktu itu. Kalian mengikuti aku sampai aku di periksa oleh dokter. Dan aku juga tau kamu itu mengenal aku dengan Suro. Bukan Sky. Aku tau kamu mendonorkan darahmu untukku. Kamu tau, aku memang pingsan. Tapi aku tetap bisa mendengar yang lain berbicara. Dan aku sangat hafal suaramu Luva. Aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan, karena di tubuh ini mengalir darahmu dan bercampur dengan darahku.”
Luva menatap lirih Sky. Dia malu, menundukkan kepala.
“Aku tau sewaktu aku pingsan kamu tidak pernah datang lagi. Aku fikir kamu melarikan diri dariku yang angker dan menyeramkan. Aku tau aku memang sangat tidak pantas untuk wanita sebaik kamu. Aku sudah terus menganggumu saat aku buruk rupa, yah aku pikir ini semua seperti dongeng Beauty and Beast.”
Luva mulai tergetar.
“Seharusnya aku yang malu. Bukan kamu! Kamu tidak pernah salah dimataku. Sekalipun kau mengerjaiku saat itu. Aku pikir itu sangat wajar. Siapa sih yang tidak kesal dikuntiti orang yang angker, menyeramkan seperti Suro?”
“Jadi, kamu tidak hilang ingatan?”
“Tidak, aku tetap hilang ingatan.”
“Aku nggak ngerti!”
“Aku memang ingat semuanya tentang orang-orang disekitarku. Tapi aku tidak bisa mengingat seberapa dalam Suro. Yang aku ingat Suro hanya orang yang dijauhi semua orang dan menyeramkan. Itu pun aku bertanya pada Niko.”
“Niko? Bukannya dia…”
“Justru itu, dia gila. Dia takut denganku waktu aku ke sana beberpa hari yang lalu tanpa sepengetahuan kamu. Lalu dia bercerita kepada salah satu perawat yang ada disana. Dia sangat jujur, dan dari situlah aku mengetahui diriku yang itu.”
“Apa maksudnya dengan ‘dirimu yang itu’?”
“Ibu yang bercerita kepadaku kemarin malam.”
“Cerita tentang apa?”
“Sebenarnya namaku bukan Suro. Tapi Sky. Tapi karena dahulu keberadaan ku di tutup-tutupi dari pamanku yang ingin menguasaiku, maka dari itu namaku menjadi Suro dan images ‘anak orang kaya’ pun dibuang jauh-jauh dariku selama 11 tahun terakhir. Dan aku tidak pernah tau bagaimana wajah orang yang sudah menyebabkan ‘pembunuhan karakter’ dalam diriku sehingga aku mengalami kecelakaan seperti ini. Yang aku tau Cuma satu, pamanku sudah meninggal bertahun-tahun yang lalu.”
“Tapi…jika pamanmu sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, mengapa kamu nggak mencabut image Suro itu?”
“Dia tidak bisa pergi dari dalam diriku. Seperti ada yang sengaja menguncinya didalam diriku. Sehingga image Suro itu terbawa sampai sekarang.”
“Kamu bilang kamu amnesia, tetapi kenapa kamu mengingat semuanya?”
“Perpus sekolah, buku tahunan angkatan kita. Aku siang itu memang menunggu kamu di perpus, aku tidak sengaja menemukan buku tahunan itu, dan aku membacanya. Kepalaku sakit, dalam sekejap aku mendapatkan ingatanku kembali. Tentang semuanya, kecuali ingatan tentang Suro.”
“Berarti baru tadi siang kamu ingat smuanya? Kamu tau siapa aku?”
“Aku tau, Luva Anastasia. Mantan anak kelas X D, sekarang berada di tingkat XI7-a. Hobi main bulu tangkis, makanan kesukaan permen lollipop rasa stroberi, minuman favorit susu, barang kesayangan koleksi kacamata gaya, pelajaran favorit Agama, dan tempat yang paling kamu sukai adalah Gereja.”
Luva terharu mendengar semua pengakuan yang dikatakan oleh Sky. Dia benar-benar merasa bersalah telah menghakimi Suro yang ternyata selalu memperhatikannya sampai hal-hal yang terkecil sekalipun.
“Kamu jangan nangis dong? Aku terlalu buruk yang buat kamu?”
Luva bingung, dia memeluk Sky sambil menangis. Rasa bersalahnya-lah yang membuat Luva menyayangi Sky diluar kesadarannya.
“Maaf…!” ucap Luva yang menyesal atas semua perbuatannya yang sudah menyakiti hati Sky.
“Nggak, kamu sama sekali nggak salah. Aku yang salah disini. Nggak seharusnya aku ikutin kamu dari pagi sampai malam. Dari kamu bangun tidur sampai kamu tidur lagi. Itu kan privasi seseorang yang nggak boleh diganggu gugat. Tapi aku sudah merusaknya dan jelas kamu tidak suka. Tapi aku senang kamu mau pergi ke pesta Koji sama aku. Cuma impianku yang ini yang tercapai.”
Semuanya kini sudah terbuka. Luva yang menguncinya, dia pula yang membukanya. Jika tidak ada Suro, maka malam ini pun tidak akan pernah ada.
“Sudah malam, orang tua kamu pasti cemas. Lagi pula Ion sudah tertidur. Sudah saatnya kembali ke peraduan terhangat.”
“Makasi.”
“Untuk?”
“Semuanya.” Lalu Luva masuk ke dalam mobil dan duduk tenang hingga sampai kembali ke rumah.


Semenjak itu tidak seorang pun yang mengingat tentang Suro. Suro seolah telah terkubur dalam dunia yang gelap dan jauh dari manusia. Tetapi, mereka semua tidak tahu jika Suro-Suro yang lain masih bebas berkeliaran di sekitar mereka, di antara kita.
Suro adalah sisi hitam manusia.
Suro adalah ketidakbebasan manusia.
Suro adalah keburukan manusia.
Suro adalah keangkeran manusia.
Suro adalah mimpi buruk seluruh umat manusia.
Dan Suro adalah lambang kebencian manusia.
Sisi putih manusia adalah Sky.
Segala bentuk kebebasan manusia adalah Sky.
Kebaikan manusia adalah Sky.
Keindahan manusia adalah Sky.
Mimpi indah dan impian manusia adalah Sky.
Dan lambang perdamaian manusia adalah Sky.

Karena siang dan malam tidak akan pernah menyatu.
Karena siang jauh lebih mudah dari malam.
Karena siang tidak pernah berdampingan dengan malam.
Tapi, Suro dan Sky terus berjalan berdampingan.
Dan hari akan terus berganti,
begitu juga dengan manusia yang tidak akan lepas dari sikap jahat dan baik.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar